manajemen kelas

BAB I
PRINSIP-PRINSIP MANAJEMEN KELAS

Latar Belakang

Manajemen kelas merupakan unsur pendidikan yang biasanya dijadikan perhatian utama oleh para guru. Baik itu guru baru maupun guru yang telah berpengalaman. Alasannya sederhana, karena para guru baik itu calon guru, guru baru, maupun guru yang telah berpengalaman dapat mengajar peserta didiknya dengan optimal. Dengan artian bahwa para guru dapat mengajar/menyampaikan bahan pelajaran yang dapat dan mudah dimengerti oleh para peserta didik dengan baik.
Manajemen kelas merupakan serangkaian perilaku guru dalam upaya menciptakan dan memelihara kondisi kelas yang memungkinkan peserta didik belajar untuk mencapai tujuan belajarnya secara efisien, atau memungkinkan peserta didik belajar dengan baik.
Sebelum mencapai tujuan yang dimaksud diperlukan pemahaman akan hal-hal umum atau prinsip-prinsip manajemen kelas hingga perubahan pemahaman yang lebih khusus. Bab ini akan menjelaskan prinsip-prinsip manajemen kelas yang bahasanya meliputi mengajar dan manajemen kelas, pengertian manajemen kelas, aspek, fungsi, dan masalah manajemen kelas, serta pengaturan kelas yang nyaman dan menyenangkan.
Pengajaran dan manajemen merupakan sesuatu yang memiliki dua dimensi yang saling berhubungan. Manajemen berarti menegakkan dan memelihara perilaku peserta didik menuju pembelajaran yang efektif dan efisien.

Tujuan

Setelah mempelajari bab ini, anda diharapkan dapat:
a. Membedakan masalah mengajar dan memanajemeni kelas serta hubungan antar keduanya,
b. Membedakan masalah pengajaran dan masalah manajemen kelas dari contoh-contoh kasus yang disajikan,
c. Menyimpulkan pentingnya manajemen kelas bagi berhasilnya pembelajaran,
d. Mendefinisikan pengertian manajemen kelas berdasar konsepsi lama dan modern serta berdasar pandangan pendekatan operasional,
e. Menyimpulkan tujuan manajemen kelas
f. Memahami fungsi manajemen kelas bagi terciptanya kondisi kelas yang optimal,
g. Menjelaskan secara khusus fungsi tugas kepala sekolah dalam menjalankan fungsinya dalam memanajemeni kelas,
h. Membedakan pengertian masalah individu dengan masalah kelompok dalam manajemen kelas serta anggapan dasarnya,
i. Menjelaskan empat pola tigkah laku anak usia SD apabila kebutuhan individunya yidak terpenuhi,
j. Menyimpulkan masalah kelompok yang mungkin muncul dalam manajemen kelas,
k. Menunjukkan berbagai upaya guru yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya berbagai masalah manajemen kelas,
l. Menjelaskan syarat-syarat kelas yang nyaman dan menyenangkan,
m. Menjelaskan kaitan antara keadaan kelas dengan terciptanya keadaan kelas yang optimal.


1. Mengajar dan Manajemen Kelas

Sekian banyak guru masih ada diantaranya yang kurang mampu membedakan masalah pengajaran dan masalah manajemen kelas, sehingga penyelesaiannya pun kurang tepat. Masalah manajemen kelas harus ditanggulangi dengan tindakan korektif, sedangkan masalah pengajaran harus ditanggulangi dengan tindakan pembelajaran.
Salah satu contoh, pak Agua seorang guru bidang studi bahasa Indonesia yang mengajar dengan menggunakan pendekatan strategi yang menarik, mengembangkan variasi metode, dan multimedia agar peserta didik yang enggan mengambil bagian dalam diskusi kelompok tertarik, aktif, dan rajin. Tentu tidak tepat pemecahan masalah yang dilakukan oleh pak Agus, karena membuat pelajaran lebih menarik adalah masalah pengajaran. Sedangka peserta didik tidak mengambil sedangkan peserta didik tidak mengambil bagian dalam kelompok yang merupakan masalah manejemen kelas. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa penarikan diri peserta didik akan menghalagi tujuan utama pengajaran yang akan dicapai melalui kegiatan diskusi kelompok yang dimaksud. Sebaliknya, hubungan antar pribadi (interpersonal) yang baik antara guru dengan peserta didik yang lainnya (suatu petunjuk keberhasilan manajemen kelas). Tidak dengan sendirinya menjamin proses belajar mengajar akan menjadi efektip. Berkaitan dengan hasil tersebut berarti prasyarat mutlak bagi terjadinya proses belajar mengajar yang efektip adalah manajemen kelas. [M.Entang dan T.Raka Joni, 1983].
Pengajaran dan manajemen memiliki dua dimensi yang saling berhubungan. Manajemen berarti memelihara perilaku peserta didik menuju pembelajaran yang efektip dan efisien. Tujuan dari pada pengajaran dan manajemen adalah menyiapkan perilaku-perilaku guru yang diharapkan memberi kemudahan kepada pencapaian tujuan tertentu.
Sebelum mencapai tujuan yang dimaksud diperlukan pemahaman hal-hal umum atau prinsip-prinsip manajemen kelas hingga perubahan pemahaman yang lebih khusus. Bab ini akan menjelaskan prinsip-prinsip manajemen kelas yang bahasanya meliputi mengajar dan manajemen kelas, pengertian manajemen kelas, aspek, fungsi, dan masalah manajemen kelas, serta pengaturan kelas yang nyaman dan yang menyenangkan.
Pemahaman prinsip-prinsip manajemen kelas harus dikuasai terlebih dahulu karena prinsip-prinsip manajemen kelas merupakan dan akan menjadi filter yang akan menghilangkan kekeliruan umum dari manajemen kelas. Misal, ada dua kegiatan yang dilakukan guru yakni: kegiatan mengajar dan kegiatan manajemen kelas. Begitupun dua masalah perilaku peserta didik yakni: peserta didik yang selalu berdiskusi (masalah individual) dan perilaku kelompok yang merespon secara negatif (masalah kelompok).
Dibawah ini ada empat proses yang meliputi gambaran proses pengajaran dan manajerial:

Proses Pengajaran
 Mengidentifikasi tujuan pengajaran
 Mendiagnosa keberhasilan peserta didik
 Merencanakan dan menerapkan aktifitas pengajaran
 Mengevalusai keberhasilan siswa

Proses Manajerial
 Menetapkan tujuan manajerial
 Menganalisis kondisi yang ada
 Memilih dan menetapkan manajerial yang strategi
 Menilai efektifitas manajerial
Sikap disiplin yang dilakukan oleh seorang peserta didik, hakekatnya adalah suatu tindakan untuk memenuhi nilai-nilaji tertentu. Oleh karene itu, yang perlu dilakukan oleh para guru adalah menanamkan prinsip-prinsip disiplin kelas yang mengacu kepada nilai-nilai keagamaan dan nilai-nilai kepercayaan, nilai-nilai dan norma yang berlaku dimsyarakat, nilai-nilai kekeuasaan yang dimiliki oleh para guru, dan nilai rasional yang selalu berbasisi pada akal yang cerdas dan sehat. Nilai-nilai tersebut biasanya tersurat dalam peraturan tata tertib suatu sekolah yang harus dipedomani oleh para warga sekolah. Disiplin kelas merupakan hal penting terhadap terciptanya perilaku tidak menyimpang dari ketertiban kelas.
Dalam semangat pendekatan pendidikan disiplin yang mengacu psikologi pendidikan. Hendaknya memiliki basis kemanusiaan dan prinsip-prinsip demokrasi. Prinsip kemanusiaan dan demokrasi dalam penegakan disiplin berfungsi sebagai petunjuk dan pengecek bagi para guru dalam mengambil berfungsi sebagai petunjuk dan pengecek bagi para guru dalam mengambil kegijakan yang berhubungan dengan disiplin (Rachman, 1999:170).
Oleh karena itu, pendekatan disiplin yang dilakukan oleh para guru harus memperhatikan beberapa prinsip berikut ini, yaitu:
1. Menggambarkan prinsip-prinsip pedagogi dan hubungan kemanusiaan dikelas,
2. Mengenbangkan budaya disiplin dikelas dan mengembangkan profesionalisme guru dalam menumbuh kembangkan budaya disiplin didalam kelas,
3. Merefleksikan tumbuhankepercayaan dan kontrol dari peserta didik dalam meleksanakan budaya disiplin di kelas,
4. Menumbuhkembangkan kesungguhan untuk berbuat dan berinovasi dalam menegakkan budaya disiplin di kelas oleh para guru dan peserta didik di kelas,
5. Menghindari perasaan tertekan dan rasa terpaksa pada diri guru dan peserta didik dalam menegakkan dan melaksanakan budaya disiplin di kelas.
Prinsip-prinsip dalam mendisiplinkan kelas tersebut sangat perlu dilakukan, karena disiplin kelas merupakan hal penting terhadap terciptanya perilaku yang disiplin di kelas. Namun, dalam usaha penegakkan disiplin di kelas, para guru harus tetap memeperhatikan berbagai teori, prinsip, dan konsep yang tersurat dalam materi psikologi pendidikan, agar penegakkan disiplin di dalam kelas tetapi dilakukan oleh para guru secara edukatif, persuasif, dan demokratif yang menguntungkan bagi para guru dan peserta didik di sekolah.


2. Pengertian dan Tujuan Manajemen Kelas

Manajemen dari kata “Management” yaitu pengelolaan yang berarti proses penggunaan sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran. Sedangkan pengelolaan adalah proses yang memberikan pengawasan pada semua hal yang terlibat dalam pelaksanaan kebijaksanaan dan pencapaian tujuan [depdikbud,1989], dalam arti umum kelas berarti sekelompok peserta didik yang menerima pelajaran dari guru yang sama ditempat dan pada waktu yang sama pula.
Sebelum mencapai tujuan yang dimaksud diperlukan pemahaman akan hal-hal umum atau prinsip-prinsip manajemen kelas hingga perubahan pemahaman yang lebih khusus. Bab ini akan menjelaskan prinsip-prinsip manajemen kelas yang bahasannya meliputi mengajar dan manajemen kelas, pengertian manajemen kelas, aspek, fungsi, dan masalah manajemen kelas serta pengturan kelas yang nyaman dan menyenangkan.
Jadi manajemen kelas bermaksud mengacu pada penciptaan suasana atau kondisi kelas yang memungkinkan peserta didik dalam kelas tersebut dan dapat belajar secara efektif. Berikut ada beberapa defenisi tentang manajemen kelas yaitu:
a. Berdasar konsepsi lama dan modern
Manajemen kelas menurut konsepsi lama merupakan upaya mempertahankan ketertiban kelas. Sedangkan manajemen kelas menurut konsepsi modern yaitu proses seleksi yang menggunakan alat yang tepat terhadap masalah dan situasi manajemen kelas
b. Menurut pandangan pendekatan operasional tertentu dari ( Wilford A. Weber, 1996)
 Seperangkat kegiatan guru untuk menciptakan dan mempertahankan ketertiban suasana kelas melalui penggunaan disiplin (pendekatan otoriter),
 Seperangkat kegiatan guru untuk menciptakan dan mempertahankan ketertiban suasana kelas melalui pendekatan intimidasi,
 Sepeangkat kegiatan guru untuk memaksimalkan kebebasan siswa (pendekatan permisif),
 Seperangkat kegiatan guru untuk menciptakan suasana kelas dengan cara mengikuti petunjuk/resep yang telah disediakan (pendekatan bumbu masak),
 Seperangkat kegiatan guru untuk menciptakan suasana kelas yang efektif melalui perencanaan pembelajaran yang bermutu dan dilaksanakan dengan baik (pendekatan instruksional),
 Seperangkat kegiatan guru untuk mengembangkan tingkah laku peserta didik yang diinginkan dengan mengurangi tingkah laku yang tidak diinginkan (pendekatan perubahan perilaku),
 Seperangkat kegiatn guru untuk mengmbangkan hubungan interpersonal yang baik dan iklim sosio-emosional kelas yang positif (pendekatan penciptaan iklim sosio-emosional),
Manajemen kelas merupakan unsur pendidikan yang biasanya dijadikan perhatian utama oleh para guru, baik itu guru baru, maupun guru yang telah berpengalaman. Alasannya sederhana, karena para guru baik itu calon guru, buru baru maupun guru yang telah berpengalaman dapat mengajar peserta didiknya dengan optimal. Dengan artian bahwa para guru dapat mengajar/menyampaikan bahan pelajaran yang dapat dan mudah dimengerti oleh para peserta didik dengan baik.
Manajemen kelas merupakan serangkaian perilaku guru dalam upaya menciptakan dan memelihara kondisi kelas yang memungkinkan peserta didik belajar untuk mencapai tujuan belajarnya secara efisien, atau memungkinkan peserta didik belajar dengan baik.
Manajemen dari kata “Management” yaitu pengelolaan yang berarti proses penggunaan sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran, sedangkan pengelolaan adalah proses yang memberikan pengawasan pada semua hal yang terlibat dalam pelaksanaan kebijaksanaan dan pencapaian tujuan (depdikbud, 1989), dalam arti umum kelas berarti sekelompok peserta didik yang menrima pelajaran dari guru yang sama ditempat dan waktu yang sama pula.
Jadi manajemen kelas bermaksud mengacu pada penciptaan suasana atau kondisi kelas yang memungkinkan peserta didik dalam kelas tersebut dan dapat belajar secara efektif. Manajemen kelas merupakan serangkaian perilaku guru dalam upaya menciptakan dan memelihara kondisi kelas yang memungkinkan peserta didik belajar untuk mencapai tujuan belajarnya. Adapun pengertian lain dari manajemen kelas adalah segala usaha yang diarahkan untuk mewujudkan suasana belajar mengajar yang efektif dan menyenangkan serta dapat memotifasi peserta didik untuk belajar dengan baik sesuai dengan kemampuan.
Sebelum mencapai tujuan yang dimaksud diperlukan pemahaman akan hal-hal umum atau prinsip-prinsip manajemen kelas hingga perubahan pemahaman yang lebih khusus. Bab ini akan menjelaskan prinsip-prinsip manajemen kelas yang bahasannya meliputi mengajar dan manajemen kelas, pengertian manajemen kelas, aspek, fungsi, dan masalah manajemen kelas, serta pengaturan kelas yang nyaman dan menyenangkan.
Adapun tujuan manajemen kelas yakni :
 Mewujudkan situasi dan kondisi kelas, baik lingkungan belajar maupun kelompok belajar yang memungkinkan peserta didik mengembangkan kemampuan semaksimal mungkin
 Menghilangkan berbagai hambatan yang dapat menghalangi terwujudnya interaksi pembelajaran
 Menyediakan dan mengatur fasilitas serta peralatan belajar tang mendukung dan memungkinkan siswa belajar sesuai dengan lingkungan social, emosional, dan intelektual peserta didik dalam kelas
 Membina dan membimbing peserta didik sesuai dengan latar belakang sosial, ekonomi, budaya, serta sifat-sifat individunya.
Manajemen kelas mengandung pengertian, yaitu proses pengelolaan kelas untuk menciptakan suasana dan kondisi kelas yang memungkinkan siswa dapat belajar secara efektif (Rachman, 1999:11). Manajemen kelas juga dapat diartikan sebagai proses seleksi yang menggunakan alat yang tepat terhadap problem dan situasi manajemen kelas, atau juga dapat diartikan sebagai segala usaha yang diarahkan untuk mewujudkan suasana belajar mengajar yang efektif dan menyenangkan serta dapat memotifasi siswa untuk belajar dengan baik sesuai dengan baik sesuai dengan kemampuan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa manajemen kelas merupakan usaha sadar untuk mengatur kegiatan proses belajar mengajar secara sistematis. Usaha sadar itu mengarah kepada penyiapan bahan belajar, penyiapan sarana dan alat peraga, pengaturan ruang belajar, mewujudkan situasi dan kondisi proses belajar mengajar dan pengaturan waktu sehingga pembelajaran berjalan dengan baik dan tujuan kurikuler dapat tercapai (Dirjen. PUOD dan Dirjen. Dikdasmen, 1996).
Manajemen kelas bertujuan untuk:
1. Mewujudkan situasi dan kondisi kelas, baik sebagai lingkungan belajar maupun sebagai kelompok belajar, yang memungkinkan peserta didik untuk mengembangkan kemampuan semaksimal mungkin,
2. Menghilangkan berbagai hambatan yang menghalangi terwujudnya interaksi pembelajaran,
Menyediakan dan mengatur fasilitas belajar serta perabot belajar yang mendukung dan memungkinkan siswa belajar sesuai dengan lingkungan sosial, emosional, dan intelektual siswa di dalam kelas, serta membina dan membimbing siswa sesuai dengan latar belakang sosial, ekonomi, budaya, serta sifat-sifat individunya (Dirjen. PUOD dan Dirjen. Dikdasmen, 1996). Ladan bagi peserta didik dalam melakukan disiplin di kelas. Dalam membina disiplin kelas dengan pendekatan dalam melakukan aktivitas manajemen kelas untuk pembinaan disiplin kelas yang berbasis psikologi pendidikan, ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan, yaitu pendekatan otoriter, pendekatan permisif, pendekatan intruksional, pendekatan pengubahan perilaku, pendekatan sosiol emosional, dan pendekatan proses kelompok (Entang dan Joni,1984: 19). Keenam pendekatan ini akan dijelaskan secara sekilas berikut ini.
Dalam membina disiplin kelas dengan pendekatan otoritas, yang perlu dilakukan oleh para guru di kelas ialah menegakkan peraturan yang berlaku di kelas secara persuasive dan mendidik. Jika siswa melanggar disiplin kelas, maka guru dapat memberikan hukuman yang mendidik, sedangkan jika siswa menaati peraturan disiplin kelas diberikan penguatan (reward) agar sikap dan perilaku terpuji tersebut semakin diintensifkan oleh siswa sehingga dapat menjadi model bagi siswa lainnya.
Dalam membina disiplin kelas dengan pendekatan permisif, yang perlu dilakukan oleh para guru di kelas ialah memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk mengembangkan potensinya dengan defasilitasi oleh guru. Guru perlu menghargai hak dan mengetahui kewajiban para peserta didik agar peserta didik di samping memenuhi haknya juga perlu mematuhi kewajibannya sebagai peserta didik di kelas, sehingga suasana disiplin kelas tetap terjamin.
Dalam membina disiplin kelas dengan pendekatan intruksional, yang perlu dilakukan oleh para guru, di kelas ialah merencanakan dengan teliti pelajaran yang baik dan kegiatan belajar yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan setiap peserta didik. Dengan pendekatan ini, perilaku instruksional guru yang disiplin akan menjadi pedoman atau tentang pengubahan perilaku, yang perlu dilakukan oleh para guru di kelas ialah bagaiman mengubah perilaku peserta didik yang tidak disiplin di kelas menjadi disiplin di kelas. Adapun yang dapat dilakukan oleh para guru ialah dengan memberikan hukuman yang mendidik kepada peserta didik yang tidak disiplin agar menjadi disiplin. Selain itu, guru juga dapat menjadi model perilaku disiplin bagi anak didiknya, agar anak didik yang tidak disiplin menjadi disiplin karena meneladani gurunya.
Dalam membina disiplin kelas dengan pendekatan sosial emosional, yang perlu dilakukan oleh para guru di kelas ialah bagaimana hubungan sosial emosional yang baik antara guru dengan para peserta didik di kelas. Melalui hubungan sosial emosional yang baik antara guru dengan anak didiknya, maka anak didik akan mudah mengikuti berbagai perilaku teladan guru, termasuk perilaku disiplin yang dimilik oleh para guru di dalam kelas sehingga para peserta didik juga menjadi disiplin di kelas.
Dalam membina disiplin kelas dengan pendekatan proses kelompok, yang perlu dilakukan oleh para guru di kelas ialah membimbing para siswa agar dapat saling berinteraksi sosial dalam suasana kelas yang penuh disiplin. Dalam suasana kelas yang disiplin tersebut akan terjadi interaksi sosial yang disiplin pula dengan bimbingan dari guru sehingga antara siswa yang satu dengan siswa yang lain saling mendisiplinkan diri melalui interaksi sosial.
Pemeliharaan budaya disiplin dan usaha kuratif terhadap pelanggaran disiplin dengan pendekatan psikologi pendidikan. Dalam upaya untuk memelihara budaya disiplin kelas yang telah tmbuh dan berkembang, para guru di kelas hendaknya selalu konsisten dan berkesinambungan menunjukkan sikap dan perilaku selalu disiplin datang ke kelas, disiplin dalam mengajar, dan kegiatan disiplin lainnya yang berkaitan dengan proses pembelajaran dan pendidikan di kelas. Selain itu, aplikasi konsep, prinsip, dan teori-teori psikologi pendidikan harus juga diterapkan dalam memelihara budaya disiplin kelas yang telah tumbuh dan berkembang.
Adapun aplikasi dan teori psikologi pendidikan, khususnya yang berkaitan dengan teori behavioristik ialah bahwa peserta didik yang selalu menunjukkan sikap dan perilaku disiplin di kelas harus diberikan penguatan belajar, agar perilaku disiplin tetap menjadi budaya bagi para siswa tersebut. Sebaliknya, kepada peserta didik yang melanggar budaya disiplin yang telah ditetapkan di kelas diberikan hukuman yang mendidik sebagai konsekuensi dari sikap dan perilaku yang kurang dan tidak disiplin yang ditunjukkan oleh peserta didik.
Pemberian hukuman atau sarilesi bertujuan untuk mengurangi dan menghilangkan perilaku peserta didik yang melanggar disiplin kelas. Selanjutnya, dalam upaya untuk menanggulangi (kuratif) terhadap pelanggaran disiplin kelas perlu dilaksanakan dengan penuh hati-hati, demokratis, dan edukatif (Rachman, 1992: 207).
Selanjutnya, dalam upaya untuk menanggulangi (kuratif) terhadap pelanggaran disiplin kelas perlu dilaksanakann dengan penuh hati-hati, demokratis, dan edukatif (Rachman, 1999:207). Cara-cara penaggulangan dilakukan secara bertahap dengan tetap memperhatikan jenis gangguan yang ada dan siapa pelakunya, apakah dilakukan oleh individu atau kelompok. Langkah tersebut mulai dari tahap pencegahan sampai kepada tahap penyembuhan, dengan tetapbertumbu kepada penekanan subtansinya bukan pribadi peserta didik. Disamping itu, para guru harus tetap menjaga perasaan kecintaan terhadap paserta didik, bukan karena rasa benci atau emosional. Namun demikian, disadari benar bahwa disiplin dikelas sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya faktor lingkungan siswa, seperti lingkungan rumah. Oleh karena itu, para guru juga perlu menjalin kerja sama dengan orang tua dirumah, agar kebiasaan disiplin disekolah yang hendak dipelihara itu semakin tumbuh subur. Rachman (1999:210-212) mengemukakan bahwa ada empat tahapan dalam memelihara disiplin (termasuk disiplin kelas), yaitu:
(1) tahap pencegahan,
(2) tahap pemeliharaan
(3) tahap campur tangan
(4) tahap pengaturan
Pada tahap pencegahan, para guru perlu menciptakan suasana kelas yang disiplin, ketepatan instruksional, dan perencanaan pendidikan yang disiplin. Pada tahap pemeliharaan disiplin, para guru perlu melakukan hubungan sosial emosional dengan peserta didik dalam menunjukkan perilaku disiplin didalam kelas. Pada tahap campur tangan, para guru perlu menangani perilaku peserta didik yang melanggar disiplin kelas dengan mempelajari gejalanya dan mencari akar permasalahannya dengan teknik-teknik yang berbasis psikologi pendidikan berupa pemberian sanksi/hukuman. Pada tahap pengaturan. Para guru perlu mengatur perilaku peserta didik yang menyimpang dari disiplin kelas dengan memberikan bimbingan dan pengarahan yang mendidik, persuasif, dan demokratis agar peserta didik menyadari yang menyimpang dan kembali mematuhi disiplin kelas.
Berikut ini dikemukakan beberapa jenis gangguan disiplin kelas dan cara menanggulanginya. Jika gangguan disiplin kelas berupa gangguan percakapan yang dilakukan peserta didik yang mengganggu proses pembelajaran, maka guru segera menghampiri peserta didik yang sedang menjelaskan materi pelajaran dimuka kelas. Sedangkan jika pelanggaran terhadap disiplin kelas berupa pelemparan catatan dari peserta didik yang satu ke peserta didik yang lain, maka tindakan yang perlu diambil oleh para guru dikelas adalah mendekati siswa tersebut secara persuasif dan menyatakan bahwa perbuatan seperti itu kurang baik, merupakan diri sendiri, dan orang lain.
Masih banyak contoh lain tentang pelanggaran disiplin kelas. Namun, tidak dapat disebutkan satu persatu dalam sajian ini, akan tetapi yang penting bagi para guru adalah mengatasi berbagai bentuk pelanggaran disiplin kelas dengan pendekatan demokratif, edukatif, dan persuasif. Selain itu, para guru juga perlu menerapkan prinsip-prinsip, teori, dan konsep dalam psikologi pendidikan dalam mengatasi pelanggaran disiplin kelas.

3. Aspek, Fungsi dan Masalah Manajemen Kelas

Aktivitas guru yang terpenting adalah memanajemeni, mengorganisir, dan mengkoordinasikan usaha atau aktivitas peserta didik menuju tujuan pembelajaran. Didalam manajemen kelas ada aspek yang perlu diperhatikan yaitu sifat kelas, pendorong kekutan kelas, situasi kelas, tindakan selektif dan kreatif [Lois V.Jhonson dan Mary A.Bany,1970].
Dalam petunjuk pengelolaan kelas disekolah dasar ada berbagai aspek kegiatan manajemen kelas yang perlu dilaksanakan dalam manajemen kelas sebagai berikut:
 Mengabsen kelas
 Mengumpul, memeriksa, dan menilai hasil pekerjaan siswa
 Pendistribusian bahan dan alat
 Mengumpul informasi dari siswa
 Mencatat data
 Pemeliharaan arsip/berkas
 Menyampaikan materi pelajaran
 Memberikan tugas/PR
Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan oleh guru, khususnya guru baru pada pertemuan pertama dengan siswa dalam kelas yaitu:
a. Ketika bertemu dengan siswa, seseorang guru harus:
 Bersikap tenang dan percaya diri
 Bersikap simpatik tidak menampakkan rasa cemas, atau muka masam
 Memberikan salam lalu perkenalan
 Memberikan format isian tentang data pribadi siswa atau guru menyuruh siswa menulis riwayat hidupnya secara singkat.
b. Memberika tugas kepada siswa dengan tertib dan lancar
c. Mengatur tempat duduk siswa
d. Menentukan tata cara berbicara dan tanggung jawab
e. Membuat denah kelas
f. Bertindak disiplin baik terhadap siswa maupun terhadap guru itu sendiri [Dirjen poud dan dirjen dikdasman,1996: 13].
Dalam manajemen kelas ada konsep dasar yang perlu dicermati yaitu penempatan individu, kelompok, sekolah dan faktor lingkungan yang mempengaruhinya. Manajemen kelas memberi makna penting bagi tercipta dan terpeliharanya kondisi kelas yang optimal, fungsi manajemen kelas yaitu:
1. Memberi dan melengkapi fasilitas untuk segala macam tugas seperti membantu kelompok dalam pembagian tugas, membantu pembentukan kelompok, membantu individu agar dapat bekerja sama dengan kelompok atau kelas, membantu prosedur kerja, merubah kondisi kelas.
2. Memelihara agar tugas-tugas dapat berjalan lancar.
Manajemen kelas merupakan unsur pendidikan yang biasanya dijadikan perhatian utama oleh para guru, baik itu baru, maupun guru yang telah berpengalaman. Alasannya sederhana, karena para guru yang telah berpengalaman dapat mengajar peserta didiknya dengan optimal. Dengan artian bahwa para guru dapat mengajar/menyampaian bahan pelajaran yang dapat dan mudah dimengerti oleh para peserta didik dengan baik.
Manejemen kelas merupakan serangkaian perilaku guru dalam upaya mencipyakan dan memelihara kondisi kelas yang memungkinkan peserta didik belajar untuk mencapai tujuan belajarnya secara efisien, atau memungkikan peserta didik belajar dengan baik.
Manajemen dari kata “Management” yaitu pengelolaan yang berarti proses penggunaan sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran, sedangkan pengelolaan adalah proses yang memberikan pengawasan pada semua hal yang terlibat dalam pelaksanaan kebijaksanaan dan pencapaian tujuan (depdikbud, 1989), dalam arti umum kelas berarti sekelompok peserta didik yang menrima pelajaran dari guru yang sama ditempat dan waktu yang sama pula.
Jadi manajemen kelas bermaksud mengacu pada penciptaan suasana atau kondisi kelas yang memungkinkan peserta didik dalam kelas tersebut dan dapat belajar secara efektif. Manajemen kelas merupakan serangkaian perilaku guru dalam upaya menciptakan dan memelihara kondisi kelas yang memungkinkan peserta didik belajar untuk mencapai tujuan belajarnya. Adapun pengertian lain dari manajemen kelas adalah segala usaha yang diarahkan untuk mewujudkan suasana belajar mengajar yang efektif dan menyenangkan serta dapat memotifasi peserta didik untuk belajar dengan baik sesuai dengan kemampuan.
Fungsi manajemen yang perlu dilakssanakan khusus oleh kepala sekolah sesuai dalam petunjuk pengelolan sekolah dasar adalah sebagai berikut :

a. Perencanaan
Perencanaan dapat dipandang sebagai proses penyusunan rencana dan program-program kegiatan yang akan dilakukan secara terpadu dan sistematis berdasarkan landasan, prinsip-prinsip dasar dan data informasi terkait, serta menggunakan sumber daya lainnya seperti : dana, sarana, dan prasarana, prosedur, metode dan tekhnik. Jadi produk perencanaan adalah rencana atau program yang berorientasi kemasa depan.
Rencana tersebut memiliki sifat-sifat sebagai berikut :
1. Rencana harus jelas
Tujuan dan sarana serta target yang akan dicapai harus terlihat jelas, jenis dan bentuk tindakan yang akan dilaksanakan, siapa pelaksananya, prosedur, metode dan teknik pelaksanaannya, bahan dan alat yang diperlukan, waktu dan tempat pelaksanaannya.
2. Rencana harus realitis
a. Rumusan tujuan, target dan sasaran harus mengandung harapan yang menyangkut aspek kuantitatif maupun aspek kualitatifnya. Untuk itu harapan tersebut harus disusun berdasarkan kondisi-kondisi dan kemampuan yang dimilki oleh sumber daya yang ada.
b. Jenis dan bentuk kegiatannya harus relevan dengan tujuan dan target serta sasaran yang harus dicapai.
c. Prosedur, metode, dan teknik pelaksanaannya harus relevan dengan tujuan dan target serta sasaran yan hendak dicapai serta harus memungkinkan kegiatan yang telah dipilih dan dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien.
d. Sumber daya manusia yang akan melaksanakan kegiatan tersebut harus memiliki kemampuan dan motivasi serta aspek pribadi lainnya yang menjamin terlaksananya tugas dan kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya.
e. Rencana penggunaan sarana, prasarana, dan dana harus sesuai dengan tujuan, target sasaran yang hendak dicapai.
f. Jadwal kegiatan pelaksanaannya harus memungkinkan kegiatan yang dilaksanakan secara efektif dan efisien serta sesuai batas waktu yang direncanakan.
3. Rencana harus terpadu
a. Rencana harus memperlihatkan unsur-unsurnya baik yang bersifat Insane maupun non-insani sebagai komponen bergantung satu sama lain, bergerak bersama secara sinkron kearah tercapainya tujuan yang telah ditetapkan.
b. Rencana harus memiliki tata urut yang teratur dan disusun berdasarkan skala prioritas.

b. Pengorganisasian
Pengorganisasian adalah suatu proses yang menyangkut perumusan dan rincian pekerjaan serta tugas kegiatan berdasarkan struktur organisasi formal kepada orag yang memiliki kemampuan melaksanakannya, sebagai persyaratan bagi terciptanya kerja sama yang harmonis dan optimal kearah tercapainya tujuan secara efektif dan efisien.
Pengorganisasian meliputi langkah-langkah sebagai berikut :
1) Mengidentifikasi tujuan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya,
2) Mempelajari kebali pekerjaan yang telah direncanakan dan merincinya menjadi sejumlah tugas dan sejumlah kegiatan,
3) Menentukan seseorang yang memiliki kemampuan untuk melaksanakan tugas dan kegiatan dengan penuh tanggung jawab,
4) Memberikan informasi yang jelas kepada guru tentang tugas dan kegiatan yang harus dilaksanakan,
5) Mengupayakan sarana dan prasarana serta dana yang diperlukan dalam pelaksanaan kegiatan tersebut,

c. Menggerakkan
Fungsi ini menyankut upaya kepala suan pendidikan sekolah untuk memberikan pengaruh yang dapat menyebabkan guru untuk melaksanakan tugas dan kegiatannya secara bersama dalam rangka mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien.
Fungsi ini perlu di lakukan seorang kepala sekolah, sebab:
 Adanya kenyataan bahwa seseorang melakukan suatu pekerjaan, tugas serta kegiatan apabila termotivasi untuk memenuhi kebutuhan,
 Pelaksanaan tugas harus dilanjutkan setelah perencanaan dan pengorganisasian dilakukan.
Fungsi ini perlu dilakukan selama proses pelaksanaan pekerjaan memperhatikan ragam dan tingkat kebutuhan seseorang. Ada beberapa tekhnik motifasi yang dapat digunakan oleh kepala sekolah untuk melaksanakan fungsinya, yaitu sebagai berikut:
 Pemberian penghargaan,
 Pemberian kepercayaan untuk melaksanakan suatu kepercayaan,
 Pemberian kesempatan untuk melakukan tindakan yang bersifat kreatif dan inovatif,
 Pemberian imbalan,
 Menciptakan iklim kerja yang harmonis dan menyenangkan,
 Memberikan contoh yang baik,
 Memberikan petunjuk atau nasihat,
 Memberikan teguran atau sanksi,
 Menyediakan alat dan bahan sesuai dengan tugas kegiatan sesuai dengan kondisi sekolah,
 Memberikan pelayanan yang layak untuk keperluan kenaikan pangkat,
 Memberikan hasil pekerjaan kepada guru yang bersangkutan sebagai umpan balik,
 Memberikan kesempatan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan para guru.
d. Memberikan arahan
Fungsi ini menyangkut upaya kepala sekolah untuk memberikan informasi, petunjuk, serta bimbingan kepada guru yang dipimpinnya agar terhindar dari penyimpangan, kesulitan atau kegagalan dalam melaksanakan tugas. Fungsi ini berlaku selama proses pelaksaan program kegiatan.
Pelaksaan fungsi kegiatan ini berupa diantaranya:
 Memberikanpenjelasan/petunjuk tentang tugas dan kegiatan yang dilaksanakn oleh guru,
 Memberikan penjelasan secara garis besar tentang cara melaksanakan tugas yang dilaksanakan oleh guru,
 Memberikan contoh yang jelas tentang cara-cara kerja yang menghindarkan guru dari kegagalan,
 Membangkitkan dan membina rasa tanggungjawab moral pada setiap guru yang dipimpinnya atas keberhasilan pekerjaan, tugas, dan kegiatan yang dilaksanakan,
 Memberikan perhatian serta bimbingan ketika guru yang bersangkutan mengalami masalah dalam tugasnya.

e. Pengkoordinasian
Fungsi ini menyangkut upaya kepala sekolah untuk menyelaraskan gerak langkah dan memelihara prinsip taat asas (konsistensi) pada semua guru dalam melaksanakan seluruh tugas dan kegiatannya, agar mencapai tujuan dan sasaran yang telah direncanakan.
Fungsi ini menyangkut upaya kepala sekolah untuk memberikan pengaruh yang dapat menyebabkan guru tergerak untuk melaksanakan tugas dan kegiatannya secara bersama dalam rangka mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien.

f. Pengendalian
Fungsi ini mencakup upaya kepala sekolah untuk:
 Mengamati seluruh aspek dan unsur persiapan dan pelaksaan program kegiatan yang telah direncanakan,
 Menilai seberapa jauh kegiatan yang dapat mencapai sasaran dan tujuan,
 Mengindentifikasi permasalahan yang timbul ini dalm pelaksanaan kegiatan beserta faktor penyebabnya,
 Mencari dan menentukan cara-cara pemecahan masalah tersebut,
 Menerapkan cara pemecahan masalah yang telah dipilih guna menghilangkan kesenjangan antara harapan dan kenyataan.
Dengan demikian, kepala sekolah dapat menggunakan tiga pendekatan untuk melaksanakan fungsinya, yaitu:
1. Pengendalian yang bersifat pencegahan,
Pengendalian pencegahan dilaksanakan kepala sekolah dengan memfokuskan pada usaha:
 Melakukan perencanaan yang mantap,
 Pengorganisasian yang tepat,
 Pemberian dorongan yang tepat,
 Pemberian pengarahan yang jelas dan terarah,
 Menciptakan iklim kerja yang nyaman,
 Pengkoordinasasian yang tepat dan harmonis.
2. Pengendalian langsung,
Pengendalian langsung dilakukan dengan memfokuskan usaha kepala sekolah untuk:
 Mengadakan pengamatan yang cermat dan terencana secara sistematis pada setiap proses pelaksaan program,
 Mengsurvei pelaksaan program atau kegiatan yang dilakukan oleh guru,
 Memberikan bimbingan segera kepada guru yang memerlukannya,
 Membina disiplin guru secara berkesinambungan.
3. Pengendalian yang bersifat perbaikan.
Pengendalian yang bersifat perbaikan dilaksanakan berdasarkan hasil evaluasi dan analisis.

g. Inovasi
Fungsi inovasi menyangkut upaya kepala sekolah untuk menciptakan kondisi yang memungkinkan diri para guru untuk melakukan tindaka serta usaha yang bersifat kreatif dan inovatif. Dalam melakukan fungsi ini kepala sekolah harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Harus disadari bahwa sesuatu yang baru belum tentu lebih baik dari sebelumnya,
2. Jika mampu menemukan/menciptakan hal-hal baru, ia tidak perlu memandang rendah yang lama,
3. Jika menyangkut hal-hal pokok seperti kurikulum nasional, pendekatan belajar mengajar yang baru, dan lainnya. Maka upaya tersebut dikonsultasikan kepada pihak-pihak yang berwenag dilingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Dirjen PUOD dan Dirjen Dikdasmen, 1996:10-18),
4. Fungsi ini menyangkut upaya kepala sekolah untuk memberikan pengaruh yang dapat menyebabkan guru tergerak untuk melaksanakan tugas dan kegiatannya secara bersama daalm rangka mencapaitujuan pendidikan secara efektif dan efisien.
Mengacu pada konsep dan fungsi manajemen kelas maka dapat dikemukakan bahwa manajemen kelas tidak lain menunjuk kepada tiga hal yaitu: pengaturan siswa, memelihara lancarnya penugasan, dan pengaturan fasilitas fisik. Masalah manajemen kelas dapat dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu: masalh individual dan masalah kelompok.
Munculnya masalah individu didasarkan pada anggapan dasar bahwa semua tingkah laku individu merupakan upaya mencapai tujuan tertentu yaitu pemenuhan kebutuhan untuk mencapai harga diri. Akibat tidak terpenuhinya kebutuhan tersebut ada beberapa tindakan siswa yang mungkin terjadi seperti:
a. Tingkah laku yang ingin mendapat perhatian orang lain (attention getting behaviors). Ciri yang nampak dari tingkah laku ini adalah siswa membadut dikelas dengan berbuat serba lamban sehingga perlu pertolongan khusus,
b. Tingkah laku yang ingin menunjukkan kekuatan (power seeking behaviors). Cirinya adalah siswa selalu berdebat, kehilangan kendali emosional, marah-marah, menangis serta muncul tindakan yang selalu lupa pada aturan-aturan penting dalam kelas.
c. Tingkah laku yang bertujuan menyakiti orang lain (revenge seeking behaviors). Cirinya adalah tindakan yang menyakiti orang.
d. Peragaan ketidak mampuan (passive behaviors). Cirinya adalah sama sekali tidak bisa menerima dan melakukan apapun, karena apapun yang dilakukannya adalah kegagalan.
Ada empat pola tingkah laku yang sering nampak pada anak seusia sekolah yang dilakukan individu yaitu:
 Pola aktif-konstruktif yaitu pola tingkah laku ekstrim, ambisius untuk menjadi bintang dikelasnya, dan mempunyai usaha untuk membantu guru dengan penuh vitalis dan ikhlas.
 Pola aktif-destruktif yaitu pola tingkah laku diwujudkan dalam bentuk banyolan, suka marah, kasar dan memberontak.
 Pola pasif-konstruktif yaitu pola yang menunjuk kepada tingkah laku yang lamban dengan maksud supaya selalu dibantu dan mengharap perhatian.
 Pola pasif-destrujtif yaitu pola tingkah laku yang menunjuk kemalasan dank eras kepala.
Masalah-masalah kelompok yang mungkin terjadi dalam manajemen kelas yaitu:
a. Kelas kurang kompak karena perbedaan jenis kelamin, suku, tingkatan, sosial ekonomi, dan lainnya,
b. Penyimpangan norma-norma tingkah laku yang disepakati sebelumnya,
c. Kelas mereaksi negative terhadap salah seorang anggotanya,
d. “Membombong” anggota kelas yang justru melanggar norma kelompok, misal pemberian semangat pada badut kelas,
e. Kelompok cenderung mudah dialihkan perhatiannya dari tugas yang dikerjakan,
f. Semangat kerja rendah karena menganggap tugas yang diberikan kurang tepat,
g. Kelas kurang mampu menyesuaikan diri dengan keadaan baru seperti gangguan jadwal, guru kelas tiba-tiba diganti sementara oleh guru yang lain.
Lebih lanjut Lois V.Johnson dan Mary A.Bany mengemukakan ciri-ciri kelompok dalam kelas sekaligus variabelnya, yaitu:
a. Kesatuan kelompok
b. Interaksi dan komonikasi
c. Struktur kelompok
d. Tujuan-tujuan kelompok\
e. Kontrol
f. Iklim kelompok
Pemahaman manajemen kelas atau classroom management dapat dipilah-pilah sebagai berikut:

1. Manajemen
Istilah manajemen, terjemahannya dalam bahasa Indonesia hingga saat ini belum ada keseragaman. Selanjutnya, bila kita mempelajari literatur manajemen, maka akan ditemukan bahwa istilah manajemen mengandung tiga pengertian yaitu:
a) Manajemen sebagai suatu proses,
b) Manajemen sebagai kolektivitas orang-orang yang melakukan aktivitas manajemen,
c) Manajemen sebagai suatu seni (Art) dan sebagai suatu ilmu pengetahuan (science).
Menurut pengertian yang pertama, yakni manajemen sebagai suatu proses, berbeda-beda definisi yang diberikan oleh para ahli. Untuk memperlihatkan tata warna definisi manajemen menurut pengertian yang pertama itu, dikemukakan tiga buah definisi. Daalm Encylopedia of the Social Science dikatakan bahwa manajemen adalah suatu proses dengan mana pelaksanaan suatu tujuan tertentu diselenggarakan dan diawasi. Selanjutnya, Hilman mengatakan bahwa manajemen adalah fungsi untuk mencapai sesuatu melalui kegiatan orang lain dan mengawasi usaha-usaha individu untuk mencapai tujuan yang sama. Menurut pengertian yang kedua, manajemen kelas adalah kolektivitas orang-orang yang melakukan aktivitas manajemen. Jadi dengan kata lain, segenap orang-orang melakukan aktivitas manajemen dalam suatu badan tertentu disebut manajemen. Menurut pengertian ketiga, manajemen adalah seni (Art) atau suatu ilmu pengetahuan.
Secara etimologi kata manajemen mungkin berasal dari bahasa Italia (1561) maneggiare yang berarti “mengendalikan,” terutamanya “mengendalikan kuda” yang berasal dari bahasa latin manus yang berarti “tangan”. Kata ini mendapat pengaruh dari bahasa Perancis manege yang berarti “kepemilikan kuda” (yang berasal dari Bahasa Inggris yang berarti seni mengendalikan kuda), dimana istilah Inggris ini juga berasal dari bahasa Italia.
Kata Manajemen berasal dari bahasa Prancis kuno management, yang memiliki arti seni melaksanakan dan mengatur. Manajemen belum memiliki definisi yang mapan dan diterima secra universal.
Tingkatan manajemen kelas dalam organisasi akan membagi tingkatan manajer menjadi 3 tingkatan, yaitu:
a) Manajer lini garis-pertama (first line) adalah tingkatan manajemen paling rendah dalam suatu organisasi yang memimpin dan mengawasi tenaga-tenaga. Dan mereka tidak membawahi manajer yang lain.
b) Manajer menengah (Middle Manager) adalah manajemen menengah dapat meliputi beberapa tingkatan daalm suatu organisasi. Para manager menengah membawahi dan mengarahkan kegiatan-kegiatan para manajer lainnya kadang-kadang juga karyawan operasional.
c) Manajer Puncak (Top Manager) terdiri dari kelompak yang relative kecil, manager puncak bertanggung jawab atas manajemen keseluruhan dari organisasi.

2. Kelas
Sebuah kelas tidak boleh sekedar diartikan sebagai tempat siswa berkumpul untuk mempelajari sejumlah ilmu pengetahuan. Demikian juga sebuah sekolah bukanlah sekedar sebuah gedung tempat murid mencari dan mendapatkan ilmu pengetahuan. Sekolah dan kelas diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam mendididk anak-anak, yang tidak hanya harus didewasakan dari aspek intelektualnya saja, akan tetapi dalam seluruh aspek kepribadiannya. Untuk itu bagi setiap tingkat dan jenis sekolah diperlukan kurikulum yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat yang semakin kompleks dalam perkembangannya. Kurikulum yang dipergunakn di sekolah sangat besar pengaruhnya terhadap aktivitas kelas dalam mewujudkan proses belajar mengajar yang berdaya guna bagi pembentukan pribadi siwa. Suatu kelas akan mampu memenuhi kebutuhan masyarakat apabila kurikulum yang dipergunakan di sekolah dirancangkan sesuai dengan dinamika masyarakat.
Pengelolaan kelas terdiri dari dua kata, yaitu pengelolaan dan kelas. Pengelolaan itu sendiri akar katanya adalah “kelola”, ditambah awalan “pe” dan akahiran “an”. Istilah lain dari pengelolan adalah “manajemen”.
Manajemen adalah kata yang aslinya dari bahasa Inggris, yaitu management yang berarti ketatalaksaan, tata pimpinan, pengeloaan. “pengelolaan adalah proses yang memberikan pengawasan pada semua hal yang terlibat dalam pelaksanaan kebijakan dan pencapaian tujuan”
Pengertian kelas dipandang dari dua sudut, yaitu:
a) Kelas daalm arti sempit yakni, ruangan yang dibatasi oleh empat dinding, tempat sejumlah siswa berkumpul untuk mengikuti proses belajar mengajar. Kelas dalam pengertian tradisional ini mengandung sifat statis karena sekadar menunjuk pengelompokan siswa menurut tingkat perkembangan yang antara lain didasarkan pada batas umur kronologis masing-masing.
b) Kelas dalam arti luas adalah suatu masyarakat kecil yang merupakan merupakan bagian dari masyarakat sekolah yang sebagai suatu kesatuan diorganisasi menjadi unit kerja yang secara dinamis menyelenggarakan kegiatan-kegiatan belajar mengajar yang kreatif untuk mencapai suatu tujuan.
Ruang kelas adalah suatu ruangan dalam bangunan sekolah, yang berfungsi sebagai tempat untuk kegiatan tatap muka dalam proses kegiatan belajar mengajar(KBM). Mebeler dalam ruangan ini terdiri dari meja siswa, kursi siswa, meja guru, lemari kelas, papan tulis, serta aksesoris ruangan lainnya yang sesuai. Ukuran yang umum adalah 9m x 8m. ruang kelas memiliki syarat kelayakan dan standar tertentu, misalnya ukuran, pencahayaan alami, sirkulasi udara, dan persaratan lainnya yang telah dibakukan oleh pihak berwenag terkait. Dalam peranya sebagai pengelola kelas, guru hendaknya mampu mengelola kelas sebagai lingkunagn belajar serat merupakan aspek dari lingkungan sekolah yang perlu diorganisasi. Lingkungan ini diatur dan diawasi agar kegiatan-kegiatan belajar terarah kepada tujuan pendidikan. Lingkungan yang baik adalah yang bersifat menantang, dan merangsang siswa untuk belajar, memberikan rasa aman dan kepuasan dalam mencapai tujuan.
Sebagai manajer guru bertanggung jawab memelihara lingkungan fiisk kelasnya agar senantiasa menyenangkan untuk belajar dan mengarahkan atau membimbing proses intelektual dan social dalam kelasnya. Salah satu manajemen kelas yang baik adalah menyediakan kesempatan bagi siswa untuk sedikit demi sedikit mengurangi ketergantunganya pada guru sehingga mereka mampu membimbing kegiatanya sendiri.
Sebagai manajer lingkungan guru hendaknya mampu mempergunakan pengetahuan tentang teori-teori belajar mengajar dan teori perkembangan sehingga kemungkinan untuk menciptakan situasi belajar mengajar yang menimbulkan kegiatan belajar pada siswa akan mudah dilaksanakan dan sekaligus memudahkan pencapaian tujuan yang diharapkan.
PERAN guru sebagai ujung tombak pendidikan amat strategis dalam mengembangkan potensi siswa. Karena itu penguasaan pengelolaan kelas mutlak harus dikuasai. Pengelolaan kelas meliputi ruang, waktu, bahan ajar bersama metode pembelajarannya serta perangkat evaluasinya. Berangkat dari penyusunan perangkat persiapan hingga terwujudnya rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), yang telah dicontohkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), instrumen ini sudah dapat menggambarkan keadaan kelas dan memprediksi bagaimana guru menjalankan fungsinya di depan kelas. Beranjak dari pengamatan di lapangan, RPP yang telah dibuat oleh beberapa guru dilihat dari sisi pengelolaan waktunya, rupanya beragam seperti yang tercantum dalam kop lembarannya. Ada yang tertulis 2 x 45 menit, ada pula 8 x 45 menit, sampai 20 x 45 menit.

3. Manajemen Kelas
Membahas mengenai pengelolaan kelas perspektif baru dan selanjutnya kita akan membahas maslah manajemen kelas. Manajemen kelas merupakan bagian integral pengajaran efektif yang mencegah masalh perilaku melalaui perencanaan, pengelolaan, dan penataan kegiatan belajar yang lebih baik, dan interaksi guru siswa yang lebih baik, mendidik pada pengoptimalan keterlibatan dan kerjasama siswa dalam belajar. Teknik kontrol perilaku atau pendisiplinan pada akhirnya akan tidak terlalu efektif karena teknik tersebut tidak mendorong perkembangan disiplin diri atau tanggung jawab anak sendiri atas tindakannya. Nilai-nilai dan keterampilan sosial harus diajarkan dan dicontohkan oleh guru.
Seorang pendiddik atau guru perlu menguasai banyak faktor yang mempengaruhi motivasi, prestasi dan perilaku siswa mereka. Lingkungan fisik di kelas, level kenyamanan emosi yang dialami siswa dan kualitas komunikasi antar guru dan siswa merupakan faktor penting yang bisa memampukan atau menghambat pembelajaran yang optimal. Guru bertanggung jawab untuk berbagai siswa, termasuk mereka dari keluarga yang tidak mampu atau kurang beruntung, siswa yang mungkin harus bekerja setelah sekolah, atau mereka yang berasal dari kelompok minoritas etnis, agama atau bahasa atau mereka dengan berbagai kesulitan atau kecacatan belajar. Tak satupun dari situasi atau faktor ini harus menyebabkan masalah pendidikan, namun anak-anak ini mungkin beresiko mendapatkan pengalaman sekolah yang negatif dan tak bermakna jika guru tidak responsif terhadap kebutuhan dan kemampuan mereka atau mampu menggunakan pengajaran dan strategi kelas yang efektif dan disesuaikan menurut individu.
Penegelolaan kelas (classroom management) berdasarkan pendekatan menurut Weber diklasifikasikan kedalam dua pengertian, yaitu:
a) Pendekatan otoriter
Pengelolaan kelas adalah kegiatan guru untuk mengkontrol tingkah laku siswa, guru berperan menciptakan dan memelihara aturan kelas melalui penerapan disiplin secara ketat. Bagi sekolah atau guru yang menganut pendekatan otoriter, maka dalam mengelola kelas guru atau sekolah tersebut menciptakan iklim sekolah dengan berbagai aturan atau ketentuan-ketentuan yang harus ditaati oleh warga sekolah/ kelas. Walaupun menggunakan pendekatan otoriter, berbagai aturan yang dirumuskan tentu saja tidak hanya didasarkan pada kemauan sepihak dari pengelola sekolah /kelas saja, melainkan dengan memasukan aspirasi dari siswa. Hal ini penting mengingat aturan yang dibuat diperuntukan bagi kepentingan bersama, yaitu untuk menunjang terjadinya proses pembelajaran yang efektif dan efisien.
b) Pendekatan permisif
Pengelolaan kelas adalah uapaya zang dilakukan oleh guru untuk memberi kebebasan untuk siswa melekukan berbagai aktivitas sesuai dengan zang mereka inginkan. Menurut pandangan permisif, fungsi guru adalah bagaimana menciptakan kondisi siswa merasa aman untuk melakukan aktivitas di dalam kelas, tanpa aharus merasa takut dan tertekan.
Ada lima definisi tentang pengelolaan kelas, yaitu:
a) Definisi pertama, memandang bahwa pengelolaan kelas sebagai proses untuk mengontrol tingkah laku siswa. Pengelolaan kelas adalah seperangkat kegiatan guru untuk menciptakan dan mempertahankan ketertiban suasana kelas.
b) Definisi kedua, menekankan bahwa tugas guru adaalh memaksimalkan perwujudan kebebasan siswa. Pengelolaan kelas ialah seperangkat kegiatan guru untuk memaksimalkan kebebasan siswa.
c) Definisi ketiga didasarkan pada prinsip-prinsip pengubahan tingkah laku (behavioral modification). Pengelolaan kelas adaalh seperangkat kegiatan guru untuk mengembangkan tingkah laku siswa yang diinginkan dan mengurangi atau meniadakan tingkah laku yang tidak diinginkan.
d) Definisi keempat memandang pengelolaan kelas sebagai proses penciptaan iklim sosio-emosional yang positif didalam kelas. Kegiatan belajar akan berkembang secara maksimal di dalam kelas yang beriklim positif, yaitu suasana hubungan interpersonal yang baik antara guru dengan siswa san siswa dengan siswa. Peranan guru ialah mengembangkan iklim sosio-emosional kelas yang positif melalui pertumbuhan hubungan interpersonal yang sehat. pengelolaan kelas ialah seperangkat kegiatan guru untuk mengembangkan hubungan interpersonal yang baik dan iklim sosio-emosional kelas yang positif.
e) Definisi kelima bertolak dari anggapan bahwa kelas merupakan sistem sosial dengan proses kelompok (group process) sebagai intinya. Kehidupan kelas sebagai kelompok dipandang mempunyai pengaruh yang amat berarti terhadap kegiatan belajar, meskipun belajar dianggap sebagai proses individual. Pengelolaan kelas ialah seperangkat kegiatan guru untuk menumbuhkan dan mempertahankan organisasi kelas yang efektif.
Pengelolaan dan pembelajaran dapat dibadakan tapi memilki fungsi yang sama. Pengelolaan tekannya lebih kuat pada aspek pengaturan (management) lingkungan pembelajaran, sementara pembelajaran (instruction) lebih kuat berkenaan dengan aspek mengelola atau memproses materi pelajaran. Pengelolaan kelas dilakukan untuk mendukung terjadinya proses pembelajaran yang lebih berkualitas.
Keberhasilan guru mengajar di kelas tidak cukup bila hanya berbekal pada penegetahuan tentang kurikulum, metode mengajar, media pengajaran, dan wawsan tentang materi yang akan disampaikan kepada anak didik. Di samping itu guru harus menguasai kiat manajemen kelas. Guru hendaknya dapat menciptakan dan mempertahankan kondisi kelas yang menguntungkan bagi anak didik supaya tumbuh iklim pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan



4. Kelas yang Nyaman dan Menyenangkan
Kelas adalah tempat bagi siswa untuk tumbuh dan berkembang potensi intelektual dan emosional, sedangkan syarat-syarat kelas yang baik adalah: [1]. Rapi, bersih, sehat, tidak lembab, [2]. Cukup cahaya yang meneranginya, [3]. Sirkulasi udara cukup, [4]. Perabot dalam keadaan baik, cukup jumlahnya dan ditata dengan rapi, dan [5]. Jumlah siswa tidak lebih dari 40 orang.
Di bawah ini ada beberapa syarat yang perlu diperhatikan agar kelas nyaman dan menyenangkan yaitu:

a. Tata ruang kelas
Pada dasarnya sistem pembelajaran yang dianut disekolah dasar sangat tergantung pada pendekatan metode yang digunakan. Metode ceramah, sistem yang digunakan adalah sistem klasikal, metode eksperimen, diskusi kelompok, maka sistem yang digunakan adalah nonklasikal.
Munculnya masalah individu didasarkan pada anggapan dasar bahwa semua tingkah laku individu merupakan upaya mencapai tujuan tertentu yaitu pemenuhan kebutuhan untuk diterima oleh kelompok masyarakat dan untuk mencapai harga diri.

b. Menata perabot kelas
Perabot kelas adalah segala sesuatu perlengkapan yang ada dalam kelas, perabot itu dapat berupa:

 Papan tulis dan penghapusnya,
Papn tulis harus cukup besar dan permukaan dasarnya harus rata, agar siswa dapat melihat dengan jelas apa yang ada dipapan tulis. Dan warna papan tulis yang sudah mulai menipis dan belang, agar segera dicat ulang. Kebanyakan papan tulis berwarna hitam, tapi akhir-akhir ini banyak papn tulis yang berwarna lain, misalnya warna hijau, merah, dan lain-lain.

 Meja dan kursi guru,
Ukuran meja dan kursi guru harus disesuaikan dengan standar yang lazim. Meja dan kursi guru hendaknya mempunyai laci dan ada pula kuncinya. Dan penempatan meja dan kursi guru harus berada didepan siswa sebelah kanan atau kiri.

 Meja dan kursi siswa,
Ukuran meja dan kursi siswa harus disesuaikan dengan standar yang lazim. Meja dan kursi siswa hendaknya mempunyai laci agar siswa bisa menyimpan tasnya atau buku dan lain sebagainya. Meja dan kursi siswa hendaknya ditempatkan dibelakang atau depan meja dan kursi guru.

 Almari kelas,
Dalam satu kelas hendaknya mempunyai almari. Ukuran almari dalam kelas tidak perlu besar yang penting ada bisa digunakan. Almari harusnya mempunyai kunci. Almari kelas dapat ditempatkan disamping papan tulis atau sebelah kiri tau kanan dinding, samping depan sebelah meja dan kursi guru. Penenmpatan almari harus diatur agar mudah membuka dan menutup almari.

 Jadwal pelajaran,
Jadwal pelajaran ditempatkan pada tempat yang mudah dilihat. Jadwal pelajaran tersebut dapat dibuat dari kayu atau kertas manila.

 Papan absensi,
Papan absensi ditempatkan di depan sebelah papan tulis, atau dinding samping kanan/kiri kelas. Selain itu guru harus memilki catatan daftar hadir siswa pada buku khusus, karena daftar absensi dipapan absensi bisa diganti setiap hari sesuai dengan keadaan.

 Daftar piket kelas,
Daftar piket kelas ditempatkan disamping papan absensi. Daftar ini memuat nama-nama para siswa yang bertugas menyiapakan segala sesuatu yang diperlukan setiap harinya, seperti menyiapkan kapur tulis, membersihkan papan tulis.

 Kalender pendidikan,
Kalender pendidikan ditempatkan pada tempat yang mudah dilihat. Kalender ini memuat kegiatan pendidikan untuk satu tahun lamanya atau tergantung pada kebutuhan.

 Gambar presiden dan wakil presiden serta lambang garuda pancasila,
Semua gambar ini ditempatkan didepan kelas diatas papan tulis. Lambang Garuda Pancasila ditempatkan lebih tinggi dari gambar presiden dan wakil presiden. Ganbar presiden ditempatkan sebelah kanan lambang Garuda Pancasila dan wakil presiden ditempatka sebelah kiri lambang Garuda Pancasila.

 Tempat cuci tangan dan lap tangan
Tempat cuci tangan dan lap tangan ditempatkan didepan kelas dekat pintumasuk kelas. Tempat cuci tangan dapat dibuat secara permanen dan dapat juga secara nonpermanen.
 Tempat sampah,
Tempat sampah ditempatkan didepan kelas dekat pintu atau bisa juga dida;am kelas dekat pintu. Agar siswa mudah membuang sampahnya pada tempatnya tanpa membuang sembarangan didalam kelas maupun diluar kelas.
 Sapu lidi, sapu ijuk, dan sapu bulu ayam,
Sapu lidi, sapu ijuk ditempatkan dibagian paling belakang atau disudut belakang kelas agar kelas bagus dilihat. Karena kalau disimpan didepan tidak enak dilihat. Sedangkan sapu bulu ayam juga disimpan dibelakang dan bisa digantung.

 Gambar-gambar lain/alat peraga,
Gambar-gambar bisa ditempel didinding dan diusahakan rapi agar indah dilihat.

 Kapur/spidol.
Disimpan disamping papan tulis dan dibuatka tempat agar kelas indah dilihat.





































BAB II
PENDEKATAN DALAM MANAJEMEN KELAS
Latar Belakang
Guru dapat diartikan sebagai pekerja sosial, tetapi guru tidak dapat disamakan dengan seorang tukang. Seorang tukang cukup mengikuti petunjuk yang terdapat dalam buku petunjuk. Guru perlu menyadari bahwa peranannya adalah sebagai manajerial aktivitas yang harus bekerja berdasar pada kerangka acuan pendekatan manajemen kelas.
Memanajemeni kelas dalam proses pemecahan masalah bukan terletak pada banyaknya macam kepemimpinan dan kontrol, tetapi terletak pada keterampilan memberikan fasilitas yang berbeda-bada terhadap peserta didik.
Seorang guru harus memiliki, memahami, dan keterampilan dalam menggunakan bermacam-macam pendekatan dalam manajemen kelas, meskipun tidak semua pendekatan yang dipahami dan dimilikinya dipergunakan sekaligus. Dalam artian, guru harus terampil memilih bahkan merangkai pendekatan yang dianggap meyakinkan untuk mengatasi maslah manajemen kelas dengan tepat.
Berikut ini akan dibahas tentang macam-macam pendekatan dalam manajemen kelas yang disajikan oleh Wilford A.Weber [1986:1996], M.Entang dan T.Raka Joni [1983]. Oleh karena itu, macam-macam pembahasan pendekatan yang dimaksud untuk lebih memahami kekuatan dan kelemahan yang ada pada setiap pendekatan, sehingga guru tidak terperangkap kedalam penerapan pendekatan yang sudah tidak tepat.

Tujuan
Setelah mempelajari bab ini, anda diharapkan dapat:
Menjelaskan pengertian pendekatan otoriter, intimidasi, permisif, buku masak, instruksional, pengubahan perilaku, sosio-emosional, proses kelompok, eklektik, dan analitik pluralistikdalam manajemen kelas,
a. Menyimpulkan kekuatan dan kelemahan masing-masing pendekatan dalam manajemen kelas,
b. Menyimpulkan persamaan dan perbedaan masing-masing pendekatan dalam manajemen kelas,
c. Mengemukakan bentuk-bentuk pendekatan intimidasi dalam manajemen kelas,
d. Menjelaskan lima strategi pendekatan instruksional dalam manajemen kelas,
e. Menyimpulkan alasan penerapan pendekatan eklektik atau pendekatan analitik pluralistik dalam manajemen kelas,
f. Memahami empat tahap pendekatan analitik pluralistik yang perlu dicermati dalam manajemen kelas.
Pendekatan pengelolaan kelas, Pendekatan ini ada keterkaitannya dengan pendakatan pembelajaran. Masalahnya ialah proses pembelajaran ini berlangsung dalam situasi dan kondisi kelas. Pengelolaan kelas ada yang bersifat perorangan ada yang bersifat kelompok.
Berbagai pendekatan pengelolaan kelas, untuk menghadapi masalah-masalah pengelolaan kelas, yaitu antara lain:
1. Pendekatan otoriter
2. Pendekatan intimidasi
3. Pendekatan permisif
4. Pendekatan buku masak
5. Pendekatan istruksional
6. Pendekatan pengubahan perilaku
7. Pendekatan iklim sosio-emosional
8. Pendekatan proses kelompok
9. Pendekatan eklektik
10. Pendekatan analitik pluralistik
1. Pendekatan Otoriter
Pendekatan ini memendang bahwa menejemen kelas adalah proses mengendalikan perilaku peserta didik dalam posisi in. Dalam pendekatan ini, peranan guru adalah mengembangkan dan memelihara aturan atau disiplin didalam kelas.didalam pendekatan ini, disiplin sama dengan menejemen kelas.
Pendekatan otoriter atau memaksakan kehendak. Memandang bahwa manajemen kelas sebagai suatu pendekatan pengendalian perilaku peserta didik oleh guru. Dalam pendekatan ini guru menempatkan peranan menciptakan dan memelihara ketertiban kelas dengan menggunakan strategi pengendalian. Tujuannya adalah mengendalikan perilaku peserta didik, serta guru bertanggung jawab mengendalikan perilaku peserta didik karena guru yang paling mengetahui dan berurusan dengan peserta didik.
Pandangan yang otoriter dalam pengelolaan kelas merupakan seperangkat kegiatan guru untuk nienciptakan dan mempertahankan ketertiban suasana kelas. Pengelolaan kelas sebagai proses untuk mengontrol tingkah laku siswa ke arah disiplin. Bila timbul masalah-masalah yang merusak ketertiban atau kedisplinan kelas, maka perlu adanya pendekatan:
a) Perintah dan larangan
Pendekatan ini tampak mudah, namun kenyataan kurang mantap dalam pelaksanaan. Baik perintah maupun larangan dapat diterapkan atas dasar generalisasi masalah-masalah pengelolaan kelas tertentu.
Seorang pengajar yang melaksanakan perintah dan larangan bersikap reaktif.
Jangkauan tidakan reaktif ini hanya terbatas pada masalah-masalah yang timbul sewaktu-waktu saja, sehingga kemungkinan timbulnya masalah pada masa mendatang kurang dapat dicegah atau ditanggulangi secara tepat.Kesulitan lain bahwa pendekatan perintah dan larangan itu bersifat “resep”, karena kalau resep yang berupa perintah atau larangan itu gagal maka pengajar sulit untuk menghadapi masalah yang dihadapi. Sehingga dengan pendekatan perintah dan larangan ini tidak membuka peluang bagi tindakan yang luwes dan kreatif.
Di sinilah sifat otoriter dari pendekatan perintah dan larangan itu datang bertumpuk untuk melakukan tugas-tugas di sekolah. Akibatnya pengajar kurang memanfaatkan potensinya sendiri dan hanya mengandalkan penerapan pendekatan tersebut untuk masalah yang sama, yang mirip dan sementara cocok. Dengan demikian pengajar dikatakan kurang mampu menyelenggarakan pengelolaan kelas secara efektif.
b) Penekanan dan penguasaan
Pendekatan penekanan dan penguasaan ini banyak mementingkan diri pengajar sendiri seirama dengan pendekatan pertama, pengajar banyak memerintah, mengomel dan memarahi. Seiring pula dalam melakukan pendekatan dengan memakai pengaruh orang-orang yang berkuasa (misalnya pimpinan sekolah, orang tua). Melakukan tindakan kekerasan sebagai pelaksanaan penekanan,menyatakan ketidak setujuan dengan kata-kata, tindakan atau pandangan menunjukkan sikap penguasaan.
Semua contoh pendekatan demikian bersifat otoriter atau berkuasa atas diri orang lain. Bila dalam menghadapi masalah pengelolaan kelas kita menggunakan pendekatan penguasaan dan penekanan ini maka memungkinkan pembelajar diam, tertib karena takut dan tertekan hatinya. Bagi pelajar pendekatan penguasaan dan penekanan ini berarti memaksakan kehendak orang lain. Sehingga tahap toleransinya kurang terbina. Pendekatan semacam ini kurang tepat, kurang toleransi, dan kurang bijaksana.
c) Penghukuman dan pengancaman
Pendekatan penghukuman muncui dalam berbagai bentuk tingkah laku antara lain penghukuman dengan kekerasan, dengan larangan bahkan pengusiran. menghardik atau menghentak dengan kata-kata yang kasar, mencemooh menertawakai: atau menghukum seseorang di depan pembelajar, memaksa pembelajar untuk meminta maaf. memaksa dengan tuntutan tenentu, atau bahkan dengan ancaman-ancaman.
Pendekatan semacam ini tidak dibenarkan karena kurang manusiawi setiap pembelajar kurang mendapatkan penghargaan sebagai individu yang mempunyai harga diri. Pendekatan penghukuman dan pengancaman ini termasuk penanganan yang kurang tepat, bersifat otoriter kurang manusiawi.
Berdasarkan dari pendekatan-pendekatan yang otoriter ini kiranya bila dilaksanakan dapat memberi pengaruh tertentu, tetapi hasil-hasil yang muncui da sekedar mengubah tingkah laku sesaat. Sangat disayangkan apabila tindakan itu diikuti oleh tingkah laku yang negatif pada diri pembelajar.
Pada umumnya tindakan otorite kurang menguntungkan, hasilnya berupa tingkah laku atau pemecahan sementara. Sementara tersebut belum menjangkau inti permasalahan yang sebenarnya. melainkan baru menjangkau gejala-gejala yang muncul dipennukaan belaka.
d) Pendekatan dan larangan
Pendekatn otoriter menawarkan lima strategi yang dapat diterapkan dalam memanajemeni kelas, yaitu:
a. Menciptakan dan menegakkan peraturan
adalah kegiatan guru menggariskan pembatasan-penbatasan dengan memeberitahukan kepada peserta didik apa yang diharapkan dan mengapa hal tersebut diperlukan. Dengan demikian, kegiatan menciptakan dan menegakkan peraturan adalah proses mendefinisikan dengan jelas dan spesifik harapan guru mengenai perilaku peserta didik. Maksud peraturan ini adalah menuntun dan membatasi perilaku peserta didik.
b. Memberikan perintah, pengarahan, dan pesan
adalah strategi guru dalam mengendalikan perilaku peserta didik agar peserta didik melakukan sesuatu yang diinginkan guru.
c. Menggunakan teguran ramah
adalah strategi memanajemeni kelas yang digunakan guru memarahi peserta didik yang berperilaku tidak sesuai, yang melanggar peraturan dengan cara lemeh lembut.
d. Menggunakan pengendalian dengan mendekati
adalah tindakan guru bergerak mendekati peserta didik yang dilihatnya berperilaku menyimpang. Strategi ini dimaksudkan untuk mencegah berkembangnya situasi yang mengacaukan.
e. Menggunakan pemisahan dan pengucilan
adalah strategi guru dalam merespon perilaku menyimpang peserta didik yang tingkat penyimpangannya cukup berat.
2. Pendekatan Intimidasi
Pendekatan ini juga memandang menejemen kelas sebagai proses mengendalikan perilaku peserta didik hanya saja pada pendekatan ini tampak lebih dilandasi oleh asumsi bahwa perilaku peserta didik paling baik dikendalikan oleh perilaku buruk. Peran guru disini adalah menggiring peserta didik berperilaku sesuai dengan keinginan guru sehingga meteka merasa takut untuk melanggaranya.
Pendekatn intimidasi adalah penekanan pendekatan yang memandang manajemen kelas sebagai proses pengendalian perilaku peserta didik. Berbeda dengan pendekatan otoriter yang menekankan perilaku guru yang manusiawi, pendekatan intimidasi menekankan pada perilaku mengintimidasi. Bentu-bentuk intimidasi itu seperti hukuman yang kasar, ejekan, hinaan, paksaaan, ancaman, serta menyalahkan.
Pendekatan intimidasi berguna dalam situasi tertentu dengan menggunakan teguran keras. Teguran keras adalah perintah verbal yang diberikan pada situasi tertentu dengan maksud untuk segera menghentikan perilaku peserta didik yang menyimpang.
Sekalipun pendekatan intimidasi sudah dipakai secar luas dan aada manfaatnya, terdapat banyak kecaman terhadap pendekatan ini. Penggunakan pendekatan ini hanya bersifat pemecahan masalah secara sementara dan hanya menangani gejala masalahnya, bukan masalah itu sendiri. Kelemahan yang timbul dari penerapan pendekatan ini adalah tumbuhnya sikap bermusuhan dan hancurnya hubungan antara guru dan peserta didik.
3. Pendekatan Permisif
Pendekatan ini bertentangan langsung dengan pendekatan intimidatif. Esensi pendekatan terletak pada peran guru memaksimalkan kebebasan peserta didik, membantu peserta didik merasa bebas melakukan apa yang mereka mau. Jika hal itu tidak dilakukan maka yang terjadi adalah proses menghambat perkembangan peserta didik.
Pendekatan permisif adalah pendekatan yang menekankan perlunya memaksimalkan kebebasan siswa. Tema sentral dari pendekatan ini adalah: apa, kapan, dan dimana juga guru hendaknya membiarkan peserta didik bertindak bebas sesuai dengan yang diinginkannya. Perana guru adalah meningkatkan kebebasan peserta didik, sebab dengan itu akan membantu pertumbuhan secara wajar.
Pendekatn permisif sedikit penganjurnya. Pendekatan ini kurang menyadari bahwa sekolah dan kelas adalah sistem sosial yang memiliki pranata-pranata sosial. Perbuatan yang bebas tanpa batas akan memperkosa dan mengancam hak-hak orang lain.
Banyak pendapat yang mengatakan bahwa pendekatan permisif dalam bentuknya yang murni tidak produktif diterapkan dalam situasi atau lingkungan sekolah dan kelas. Para peserta didik sebaiknya memperoleh kesempatan secara psikologi memikul resiko yang aman, mengatur kegiatan sekolah sesuai cakupannya, mengembangkan kemempuan memimpin diri sendiri, disiplin sendiri, dan tanggung jawab sendiri.
Berbagai bentuk pendekatan dalam pelaksaan pengelolaan kelas ini banyak menyerahkan segala inisiatif dan tindakan pada diri pembelajar, yaitu:
a) Tindakan pendekatan pengalihan dan pemasa bodohan merupakan tindakan yang bersifat premisif. Dari tindakan pendekatan ini muncul hal-hal yang kurang disadari oleh pembelajar diantaranya:
 Meremehkan sesuatu kejadian , atau tidak melakukan apa-apa sama sekali,
 Memberi peluang kemalasan dan menunda pekerjaan,
 Menukar dan mengganti susunan kelompok tanpa melalui prosedur yang sebenarnya,
 Menukar kegiatan salah satu pembelajar, digantikan oleh orang lain,
 Mengalihkan tanggung jawab kelompok kepada seorang anggota.

Melalui pendekatan ini pengajar memandang mudah, tak banyak resiko. Namun, sebenarnya pengajar gegabah dalam mengambil cara pendekatan, terlalu memandang mudah mengalihkan, menukar, mengganti, suatu tugas atau penanggung jawab. Padahal pembelajar memiliki harga diri pribadi serta pola berpikir yang masing-masing tidak sama.
b) Pendekatan membiarkan dan memberi kebebasan.
Sekali lagi pengajar memandang pembelajar telah mampu memikrkan sesuatu dengan prosedur yang benar. “Biarlah mereka bekerja sendiri dengan bebas”, demikian pegangan pengajar dalam mengelola kelas. Lebih kurang menguntungkan lagi kalau selama pembeiajar bekerja sendiri, pengajar juga aktif mengerjakan tugas sendiri dan pada saat waktu habis baru ditanyakan atau disusun. Percaya atau tidak bahwa hasil bekerja pembelajar belum memadai dan kurang terarah Akibat yang sering terjadi pembelajar merasa telah benar dengan tingkah laku dalam pengerjaan tugas, telah bertanggung jawab dalam kelompok atau kelas itu.
Tapi ternyata dibandingkan dengan kelompok lainnya kurang atau malahan lebih rendah. Kedua pendekatan inipun kurang menguntungkan, tanpa kontrol dan pengajar bersikap serta memandang ringan gejala-gejala yang muncul. Pihak pengajar dan pembelajar tampak bebas, kurang memikat.
4. Pendekatan Buku Masak
Pendekatan ini tidak didasarkan atas konsep teoritis atau landasan psikologis tertentu. Pendekatan ini merupakan kombinasi dari berbagai pandangan dan merupakan himpunan resep bagi guru. Pedekatan ini disebut pendekatan buku masak karena berisikan rakitan daftar tahap apa yang harus dilakukan guru dan tidakdilakukan guru didalam bereaksi atas berbagai situasi bermasalah, dan peran guru adalah mengikuti peran itu.
Pendekatan buku masak adalah pendekatan bentuk rekomendasi berisi daftar hal-hal yang harus dilakukan atau yang tidak harus dilakukan oleh seorang guru apabila menghadapi berbagai tipe masalah manajemen kelas. Daftar tentang apa yang harus dilakukan ditemukan dalam artikel: tiga puluh cara untuk memperbaiki perilaku pserta didik, misalnya: karena daftar ini sering merupakan resep yang cepat dan mudah, pendekatan ini dikenal sebagai pendekatan “buku masak”. Berikut ini adalah contoh khas jenis pernyataan yang dapat dijumpai dalam daftar “buku masak”:
Selalu menegur siswa secara empat mata
Jangan sekali-kali meninggikan suara pada saat/ waktu memperingati siswa
Tegas dan bertindak adilsewaktu berurusan dengan siswa
Jangan pandang bulu dalam memberikan penghargaan
Senantiasalah meyakinkan diri lebih dahulu akan
Kesalahan siswa sebelum melenjutkan hukuman
Selalulah meyakinkan diri bahwa siswa mengetahui semua peraturan yang ada
Tetaplah konsekuen dalam menegakkan peraturan.
Pendekatan buku masak tidak dijabarkan atas dasar konsep yang jelas, sehingga tidak ditemukan prinsip-prinsip yang memungkinkan guru menerapkan secara umum pada masalah lain.
5. Pendekatan Instruksional
Pendekatan ini didasarkan pada suatu keyakinan bahwa perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran yang cermat ( carefull ) akan mencegah muncul prilaku bermasalah. Pendekatan ini menekankan bahwa perilaku guru dalam pembelajaran ialah mencegah atau menghentikan perilaku peserta didik yang tidak tepat.
Pendekatan instruksional adalah pendekatan yang mendasarkan kepada pendirian bahwa pengajaran yang dirancang dan dilaksanakan dengan cermat akan mencegah timbulnya sebahagian besar masalah manajemen kelas.
Para penganjur pendekatan instruksional dalam manajemen kelas cenderung memandang perilaku instruksional guru mempunyai potensi mencapai tujuan utama manajemen kelas. Tujuan itu adalah:
1) Mencegah masalah manajerial kelas
2) Memecahkan masalah manajerial kelas
Cukup banyak contoh yang membuktikan bahwa kegiatan belajar mengajar yang direncanakan dan dilaksanakan dengan baik adalah merupakan faktor utama dalam pencegahan timbulnya masalah manajemen kelas.
Memberikan pengarahan yang jelas adalah kegiatan mengkomunikasikan harapan-harapan yang diinginkan guru. Instruksi yang jelas, sederhana, ringkas, tepat pada sasaran, sistematis akan membantu efektifitas manajemen kelas, sehingga masalah-masalah menyimpang yang disebabkan oleh pengarahan yang buruk dapat dihindari.
6. Pendekatan Pengubahan Perilaku (Modifikasi Perilaku)
Pendekatan ini memendan manajemen kelas sebagai proses modifikasi perilaku peserta didik. Peran guru adalah mempercapat tercapainya perilaku yang dikehendaki dan mengurangi atau menkankan perilaku yang baik dikehendaki. Dengan kata lain, guru membantu peserta didik mempelajari perilaku yang tepat dengan menggunakan prinsip – prinsip pengkondisian dan penguatan.
Pendekatan pengubahan perilaku didasarkan pada prinsip-prinsip psikologi behavuorisme. Prinsip utama yang mendasari pendekatan ini adalah perilaku merupakan hasil proses belajar. Prinsip ini berlaku baik bagi perilaku sesuai maupun perilaku yang menyimpang. Menympang disebabkan oleh salah satu dari dua alasan, yaitu:
1) Peserta didik telah belajar berperilaku yang tidak sesuai,
2) Peserta didik tidak belajar berperilaku yang sesuai.
Pendekatan pengubahan perilaku dibangun atas dasar dua asumsi, yaitu:
1) Empat proses dasar belajar,
2) Pengaruh kejadian-kejadian lingkungan.
Penguatan positif yakni pemberian penghargaan setelah terjadi satu perbuatan. Penghargaan menyebabkan perbuatan yang dikuatkan itu semakin meningkat. Perbuatan yang dihargai tersebut diperkuat dan diulangi dikemudian hari.
Contoh:
Nasir membuat karya tulis. Karya tulis itu sangat rapi. Kemudian karya tulis itu diserahkan kepada guru (=perbuatan, tingkah laku). Guru memuji karya tulis itu dan mengatakan bahwa karya tulis itu dan mengatakan bahwa karya tulis yang rapi lebih mudah dan enak dibaca dari pada karya tulis yang tidak rapi (=penguatan positif). Dalam karya tulis Nasir lebih bersungguh-sungguh dan tulisannya lebih rapi (=frekuensi perbuatan yang dikuatkan oleh meningkat).
Hukuman adalah pemberian pengalaman atau rangsangan yang tidak disukai atau tidak diinginkan sesudah terjadinya suatu perbuatan.
Contoh:
Tarjit membuat dan menyerahkan makalah yang tulisannya tidak rapi kepada gurunya (perbuatan peserta didik). Guru menegur Tarjit karena dia tidak rapi bekerja. Guru mengatakan kepadanya bahwa tulisan yang tidak rapi sukar dibaca. Guru menyuruh Tarjit menulis kembali makalah itu (hukuman). Dalam makalah berikutnya tulisan Tarjit bertambah baik (frekuensi perbuatan yang dihukum berkurang.
Penghentian adalah menahan suatupenghargaan yang diharapkan (menahan penguatan positif), yang dalam kejadian sebelumnya perbuatan seperti itu diberi penghargaan.
Contoh:
Marni yang pekerjaannya rapi selalu dihargai oleh guru. Ia menyiapkan sebuah karya tulis yang rapi, kemudian menyerahkannya kepada guru (perbuatan peserta didik yang sebelumnya dikuatkan oleh guru). Guru menerimanya, kemudian mengembalikannya kepada Marni tanpa komentar apa pun.
Penguatan negatif adalah penarikan rangsangan (hukuman) yang tidak diinginkan atau tidak disukai sesudah terjadinya suatu perbuatan. Yang menyebabkan frekuensi perbuatan itu meningkat. Menarik hukuman bermaksud memperkuat perilaku dan meningkatkan kecenderungan diulangi.
Contoh:
Iskandar adalah salah seorang peserta didik yang selalu menyerahkan pekerjaan (makalah) yang kurang rapi kepada gurunya. Meskipun guru selalu mengomeli Iskandar, pekerjaan Iskandar itu tidak bertambah rapi. Guru kali menerima pekerjaan Iskandar tanpa komentar dan tanpa omelan seperti biasanya (menarik hukuman). Ternyata pada kemudian hari pekerjaan Isakandar menjadi lebih baik (frekuensi perilaku meningkat).
Ada dua macam pendekatan untuk penguatan yang berselang waktu pendek, yaitu: penjadwalan selang waktu dan penjadwalan rasio. Penjadwalan selang waktu adalah penedekatan yang dipergunakan oleh guru mendorong siswa setelah batas waktu tertentu. Misalnya, guru yang menggunakan penjadwalan selang waktu akan mendorong seorang siswa setiap jam. Penjadwalan rasio adalah pendekatan yang digunakan oleh guru mendorong siswa setelah suatu perbuatan terjadi beberapa kali. Misal, guru yang menggunakan penjadwalan rasio akan mendorong siswa setelah perbuatan tertentu terjadi empat kali.
Penghargaan atau pendorong adalah suatu rangsangan untuk meningkatkan frekuensi perbuatan yang mendahuluinya. Hukuman adalah sesuatu yang mengurangi frekuensi perbuatan yang mendahuluinya.
Mempergunakan model
Model adalah proses dimana peserta didik dengan mengamati cara berprilaku orang lain mendapatkan prilaku yang baru. Sebagai suatu strategi manajemen model dapat dipandang sebagai suatu proses dimana guru melalui tingkah lakunya menampilkan nilai dan sikap, yang dikehendaki dimiliki ditampilkan oleh peserta didik.
Mempergunakan pembentukan
Pembentukan adalah suatu prosedur dimana guru meminta peserta didik menampilkan serangkaian perilaku yang mendekati atau mirip dengan prilaku yang diinginkan.
Mempergunakan sistem hadiah
Sistem hadiah biasanya terdiri dari tiga unsur. Unsur-unsur itu dimaksudkan untuk mengubah perilaku sekelompok peserta didik. Unsur-unsur itu berupa:
1) Seperangkat instruksi tertulis yang disiapkan dengan teliti, yang menggambarkan perilak peserta didik yang hendak dikuatkan atau didorong oleh guru,
2) Suatu sistem yang dirancang dengan baik untuk menghadiahkan barang kepada peserta didik yang menampilkan perilaku yang sesuai,
3) Seperangkat prosedur yang memberikan kesempatan kepada peserta didik saling bertukar hadiah yang mereka peroleh sebagai penghargaan, atau memberikan kesempatan terlbat dalam kegiatan-kegiatan sosial.
Mempergunakan kontrak perilaku
Kontrak perilaku adalah suatu persetujuan antara guru dan peserta didik yang berperilaku menyimpang. Persetujuan itu menentukan perilaku yang disetujui oleh peserta didik untuk ditampilkan dan kemungkinan-kemungkinan konsekuensinya apabila peserta didik menampilkan perilaku tersebut.
Mempergunakan jatah kelompok
Mempergunakan jatah kelompok adalah penggunaan prosedur dimana konsekuensi (penguatan atau hukuman) tidak hanya tergantung kepada perilaku seorang peserta didik tersendiri, melainkan juga kepada perilaku kelompoknya.
Penguatan alternatif yang tidak serasi
Penguatan alternatif yang tidak serasi yaitu penguatan yang bertentangan satu dengan yang lainnya. Penguatan itu terjadi pada situasi dimana guru menghargai perilaku yang tidak dapat terjadi bersamaan dengan perilaku menyimpang yang hendak dihilangkan oleh guru.
Mempergunakan penyuluhan perilaku
Penyuluhan perilaku adalah suatu proses yang meliputi pertemuan pribadi antara guru dan peserta didik. Penyuluhan perilaku ini dimaksudkan untuk membantu peserta didik yang berperilaku menyimpang mengetahui bahwa perilakunya tidak sesuai dan merencanakan perubahan.
Mempergunakan pemantauan sendiri
Pemantauan diri sendiri diartikan sebagai pengelolaan diri sendiri dimana peserta didik mencatat aspek-aspek perilakunya agar ia dapat merubahnya.
Mempergunakan isyarat
Isyarat adalah suatu proses untuk merangsang berbuat atau tindakan mengingatkan secara verbal atau non-verbal yang digunakan oleh guru kepada peserta didiknya.
Pendekatan ini berdasar pada teori bahwa semua perilaku pembelajar baik yang disukai maupun yang tidak adalah hasil belajar. Melalui pendapat tersebut maka dapat dikenal prinsip-prinsip bahwa: Semua bentuk pendekatan yang berupa penguatan positif maupun negatif, hukuman, penghilangan berlaku dalam proses belajar bagi setiap tingkatan umur dan semua keadaan. Proses belajar sebagian atau bahkan seluruhnya dipengaruh oleh kejadian-kejadian yang berlangsung di lingkungan.
a) Pendekatan Penguatan
Teori pengubahan perilaku menyatakan bahwa penguatan perilaku tertentu sejalan dengan usaha belajar yang hasilnya akan memperoleh ganjaran. hadiah (penguatan atau pendorong).
Contoh : Pada akhir tahun ajaran. kelas akan memberi hadiah bagi yang meraih kejuaraan. Usaha pemberian hadiah atau ganjaran ini ini dimaksud untuk memberi penguatan tertentu agar muncul suatu penampilan perilaku baru yang semakin mantap. kuat dan disetujui. Perilaku yang diperbuat berupa perilaku yang disukai maupun yang tidak disukai. Perilaku tertentu yang diberi ganjaran cenderung untuk diteruskan.
Contoh : Di kelas seorang pembelajar menyenangi mata pelajaran Bahasa Indonesia, tetapi kurang menyenangi pelajarn Matematika. Kedua perilaku terhadap dua pelajaran yang disenangi perlu diperkuat untuk mencapai tujuan-tujuan belajar tertentu. Bila perilaku yang disukai menghasilkan suatu hasil belajar dengan pola perilaku yang baik perlu diberi penguatan berikutnya berupa ganjaran atau hadiah. Berarti hasil belajar yang berupa perilaku itu dapat diteruskan. Penguatan dapat diberikan dalam berbagai bentuk.
Umumnya penguatan diberikan kepada pembelajar yang menampilkan tingkah laku yang baik dengan harapan agar perilaku tertentu yang dikuasai pembelajar disebut penguatan positif. Sebaliknya penguatan dengan jalan mengurangi atau menghilangkan perangsang yang tidak menyenangkan atau tidak memberi hasil kepada diri pembelajar disebut penguatan negatif.
b) Pendekatan penghukuman dan pengalihan
Teori pengubahan perilaku melalui penggunaan perangsang yang tidak menyenangkan bentuk menghilangkan perilaku yang tidak menyenangkan disebut penghukuman untuk menghilangkan atau meniadakan. Pendekatan penghukuman ini dianggap bermanfaat bila untuk segera menghentikan, menghilangkan penampilan tingkah laku yang tak disukai untuk segera dan sambil melaksanakan sistem penguatan yang tepat bagi kelayakan penampilan perilaku tertentu yang disukai.
Para penganut pendekatan pengubahan perilaku berpendapat bahwa: mengabaikan atau menghilangkan perilaku yang disukai dan memperlihatkan persetjuan terhadap perilaku yang disukai merupakan tindakan yang efektif untuk membina tingkah laku pembelajar dalam kelas, memperlihatkan persetujuan atas tingkah yang disukai merupakan kunci dalam pengelolaan kelas melalui pengubahan perilaku ini.
Melalui empat proses yakni penguatan positif, penguatan negatif, penghukuman dan penghilangan maka tugas pengajar adalah menguasai, menerapkan proses tersebut secara tepat serta mengawasi tingkah laku pembelajar dengan penuh kewaspadaan.
7. Pendekatan Iklim Sosio-Emosional
Pendekatan ini memandang bahwa pengelolaan kelas yang efektif merupakan fungsi
dari hubungan yang baik antara pengajar dengan pembelajar, pembelajar dengan pembelajar.
Hubungan diharapkan merupakan jalinan ke arah hubungan antara pribadi yang dipengaruhi oleh:
a) Sikap keterbukaaan dan tidak berpura-pura,
b) Penerimaan dan kepercayaan pengajar kepada pembelajar dan sebaliknya,
c) Rasa simpati pengajar terhadap pembelajaranya.
Pengajar yang akan menerapkan pendekatan hubungan interpersonal (antar pribadi) perlu menyadari kenyataan bahwa “Cinta” dan “rasa harga diri” merupakan dua kebutuhan dasar yang ingin dimiliki oleh pembelajar jika pembelajir itu ingin mengembangkan perasaaii harga diri sukses. Suatu pengaiam sukses perlu muncul pada diri pembelajar dan pembelajar perlu belajar meraih sukses melalui ^engalaman sendiri. Tugas belajar dalam pengelolaan kelas adalah membuka kemungkinan sebesar-besarnya bagi pembelajar bertindak dan menghayati sendiri. Bagi pembelajar merupakan kesempatan untuk memandang .dirinya sebagai individu yang berharga. Oleh karena itu setiap pembelajar perlu dilayani dengan penuh penghargaan sehingga pengajar mengupayakan sejauh mungkin kemungkinan yang menimbulkan kegagalan yang efeknya bisa membunuh motivasi, kecemasan, tanpa harapan, dan menyingkirkan perangsang timbulnya tingkah laku menyimpang.
Kelas yang diliputi oleh hubungan inter personal yang baik merupakan kondisi yang beriklim sosio emosional yang baik. Kelas yang berkondisi dan bersituasi demikian menjadikan pembelajar merasa mau dan tentram tanpa suatu ancaman atau dikejar-kejar oleh kekuasaan, penekatan tertentu. Penekanan sistem sosio emosional berakar dari pandangan yang menutamakan hubungan saling menerima, sikap empati sebagai sesama manusia. Melalui pendekatan ini pembelajar benar-benar percaya bahwa pengajar penuh dedikasi dalam membina belajarnya. Apabila pembelajar perilaku menyimpang maka pengajar dapat memisahkan kesalahan dari orang yang berbuat salah, dan menolak perbuatan yang menyimpang.
Fungsi pengajar ialah mengembangkan hubungan baik dengan setiap pembelajar. Bila pengajar ingin secara maksimal membantu pembelajar belajar perlu melaksanakan sikap kesadaran diri sendiri, keterbukaan, sikap menerima, menghargai mau mengerti dan menaruh rasa empati. Ide-ide pokok pendekatan iklim sosio emosional ini dikemukakan oleh Carl Rogers. Sebagai rangkuman Rogers mengemukakan kondisi-kondisi yang mempengaruhi keberhasilan belajar yakni: Sikap pengajar terhadap pembelajar dalam bentuk penampilan diri secara wajar, penerimaan diri, dan rasa empati. Ide ini diperkuat oleh pendapat Girrot bahwa komunikasi yang interaktif perlu diselenggarakan bahwa oleh pengajar yang berorientasi pada pembelajar.
Menurut Glosser, penciptaan iklim sosio emosional terjadi bila tcrdapat keterlibatan pengajar dalam suasana belajar itu vmtuk mengembangkan tanggung jawab sosial dan merasa dirinya “berarti” bagi orang lain. Bagi mereka yang meiakukan perilaku meyimpang hendaknya dibantu untuk memperbaiki diri. Salah satu saran dan Glosser untuk mengatasi masalah kelas/kelompok hendaknya melalui pertemuan kelas untuk memecahkan masalah sosial. Pandangan Dreikurs terhadap iklim sosio emosional adalah :
• pentingnya suasana kelas yang demokratis pengajar, pengajar dan pembelajar bersama sama mewujudkan tanggung jawab terhadap kelas demi kelancaran belajar mengajar.
• pemikiran dan kewaspadaan terhadap pengaruh akibat-akibat tertenru baik akibat alamiah dan akibat logis.
Contoh akibat alamiah dari kekurang hati-hatian bekerja di laboratorium tangan terbakar, kompor meiedak, sedang akibat logisnya ialah pembelajar yang bersangkutan mengganti alat yang dirusakkan, menanggung de.i’a pada tangan yang terluka. Dengan pendekatan iklim sosio emosional ini pembelajar dipandang sebagai “keseluruhan pribadi yang sedang berkembang”, bukan semata-mata sebagai seorang yang mempelajari pelajaran tertentu saja.
Anggaran dasar dari pengelolaan kelas ini bahwa :
a) Kegiatan pembeiajar di sekolah berlangsung dalam suatu kelompok tertentu.
b) Kelas adalah suatu sistem sosial yang memiliki ciri-ciri sebagaimana dimiliki.
Pendekatan ini memangdang manajemen kelas sebagai proses menciptakan iklim sosio – emosional yang positif didalam kelas, peran guru disini adalah mengembangkan iklim sosio emosional kelas yang positif melalui pengembangan hubunga antar pribadi yang sehat. Dalam pendekatan ini juga terkandung peran guru sebagai fasilitator dan motifator bagi peserta didik untuk lebih berkembang dengan optimal.
Pendekatan iklim sosio-emosional dalam manajemen kelas berakar pada psikologi penyuluhan klinikal, dan karena itu memberikan arti yang sangat penting pada hubungan antar pribadi. Guru adalah penentu utama atas hubungan antar dan iklim kelas. Oleh karena itu, tugas pokok guru dalam manajemen kelas adalah membangun hubungan antar pribadi yang positif dan meningkatkan iklim sosio-emosional yang positif pula.
Ginott memberikan rekomendasi mengenai cara yang seyogyanya dilakukan oleh guru untuk berkomunikasi secara efektif sebagai berikut:
a) Alamatkan pernyataan kepada situasi siswa, jangan menilai dari hal yang dapat merendahkan diri siswa,
b) Gambarkanlah situasi, ungkapkan perasaan tentang situasi tersebut dan jelaskan maksud dan tujuan mengenai situasi tersebut,
c) Nyatakan perasaan yang sebenarnya yang akan meningkatkan pengertian siswa,
d) Hindarkan cara memusuhi dengan cara mengundang kerja sama dan memberikan kepada siswa kesempatan mengalami ketidak tergantungan,
e) Hindarkan sikap melawan dengan cara menghindarkan perintah yang memancing respons defensive,
f) Hargai, terima, dan hormati pendapat serta perasaan siswa dengan cara meningkatkan perasaan harga dirinya,
g) Hindarkan diagnosis dan prognosis yang akan menilai siswa karena dapat mengurangi semangat,
h) Jelaskan proses, dan tidak menilai pribadi, berikan bimbingannya,
i) Hindarkan pertanyaan dan komentar yang memungkinkan memancing sikap menolak dan mengundang sikap menentang.
j) Tolak godaan memberikan kepada siswa pemecahan yang ditawarkan secara tergesa-gesa, pergunakanlah waktu untuk memberikan bimbingan yang diperlukan oleh siswa untuk memecahkan masalahnya,
k) Hilangkan sarkase, karena hal itu akan mengurangi harga diri peserta didik,
l) Usahakan penjelasan yang singkat, hindarkan ceramah yang bertele-tele yang akan mengurangi semangat dan motivasi belajar,
m) Pantau dan waspadalah terhadap dampak kata-kata yang disampaikan kepada siswa,
n) Berikan pujian yang bersifat menghargai, karena hal itu produktif. Tetapi hindarkan pujian yang bersifat menilai karena hal itu destruktif,
o) Dengarkanlah apa yang diungkapkan peserta didik dan dorong mereka untuk memberikan ide-ide dan pikiran yang cemerlang.
Pandangan lain yang dapat digolongkan sebagai pendekatan sosio-emosional adalah dari glesser. Glesser menekankan pentingnya ketertiban guru dengan menggunakan strategi manajemen yang disebutnya terapi kenyataan. Jadi, untuk mengembangkan identitas keberhasilan yang penting adalah ketertiban. Glesser mengemukakan delapan langkah untuk membantu peserta didik untuk membantu mengubah perilakunya, yatu:
a) Secara pribadi melibatkan diri dengan siswa, menerima siswa tetapi bukan kepada perilakunya yang menyimpang, menunjukkan kesediaan membantu siswa memecahkan masalah,
b) Memberikan uraian tentang perilaku siswa, menangani masalah tetapi tidak menilai atau menghakimi siswa,
c) Membantu siswa membuat penilaian/pendapat tentang perilakunya yang menjadi masalah itu. Pusatkan perhatian kepada apa yang dilakukan siswa yang menimbulkan masalah tersebut,
d) Membantu siswa merencanakan tindakan yang lebih baik, jika perlu berikan alternatif yang dapat membantu siswa tersebut, bantu siswa membuat keputusan berdasarkan penilaiannya atas alternatif yang ada untuk mengembangkan perasaaan tanggung jawab,
e) Membimbing siswa mengikatkan diri dengan rencana yang telah dibuat,
f) Meendorong siswa melaksanakan rencananya dan memelihara keterkaitannya dengan rencana tersebut, yakinkan siswa bahwa guru mengetahui kemajuan-kemajuan yang dibuatnya,
g) Tidak menerima pernyataan maaf kepada siswa apabila siswa gagal melanjutkan keterkaitannya, bantulah ia memahami bahwa ia sendiri yang bertanggung jawab atas perilakunya, ingatkan siswa akan perlunya rencana yang lebih baik, menerima pernyataan maaf berarti tidak menyelesaikan masalah,
h) Memberikan kesempatan kepada siswa merasakan akibat wajar dari perilakunya yang menyimpang tetapi jangan menghukumnya, bantulah siswa mencoba lagi menyusun rencana yang lebih baik dan mengingatkan diri dengan rencana tersebut.
Sementara Drekurs daalm kaitan dengan pendekatan sosio-emosional mengemukakan gagasan penting yang mempunyai implikasi bagi manajemen kelas yang efektif. Dua diantaranya adalah:
1) penekanan pada kelas yang demokratis dimana siswa dan guru berbagi tanggung jawab, baik dalam proses maupun dalam langkah maju,
2) pengakuan akan pengaruh konsekuensi wajar dan logis atas perilaku siswa.
Dalam suasana kelas yang demokratis siswa diharapkan diperlukan sebagai orang yang bertanggung jawab, individu yang mempunyai harga diri, yang mampu membuat keputusan dan memecahkan persoalan dengan terampil. Kelas yang denokratis dapat membantu mengembangkan suasana saling mempercayai antara guru dan siswa, dan antara sesama siswa. Guru yang demokratis membimbing peserta didik, guru yang otokratis mendominasi, guru yang laissez-faire lepas tanggung jawab.
Menggunakan konsekuensi logis adalah akibat yang diterima dari sebab perilaku peserta didik itu sendiri. Agar dapat dipandang sebagai konsekuensi logis, siswa harus memandang konsekuensi itu sebagai sesuatu yang wajar. Konsekuensi logis sebagai realitas tertib sosial yang berkaitan langsung dengan perilaku yang menyimpang. Tidak termasuk unsur pertimbangan moral, dan hanya menyangkut apa yang akan terjadi dikemudian hari.
Kelas yang demokratis dapat membantu mengembangkan suasana saling mempercayai antara guru dan siswa, dan antara sesama siswa. Guru yang demokratis membimbing peserta didik, guru yang otokratis mendominasi, guru yang laissez-faire lepas tanggung jawab.

8. Pendekatan Proses Kelompok
Dalam pendekatan ini menempatkan kelas sebagai suatu sistem social dimana proses kelompok dalam sistem tersebut menjadi hal penting yang paling utama, asumsi dasarnya ialah bahwa pembelajaran itu terjadi didalam kelompok olehkarena itu, hakekat dan perilaku kelompok kelas dipandang sebagai faktor yang memiliki pengaruh berarti (signifikan) terhadap belajar, bahkan dalam proses belajar indifidual sekalipun. Peran guru ialah mempercepat perkembangan dan terwujudnya kelompok kelas yang efektif.
Penggunaan pendekatan proses kelompok ini menekankan pentingnya ciri-ciri kelompok yang sehat yang terdapat dalam kelas yang didukung adanya saling berhubungan antar pembelajar dalam kelompok di kelas itu. Peranan pengajar diutamakan pada upaya mengembangkan dan mempertahankan ke eratan hubungan antar pembelajar semangat produktivitas, dan orientasi pada tujuan kelompok bukan tujuan pribadi. Dalam menghadapi masalah-masalah pengelolaan kelas pemakaian pemdekatan proses kelompok didasarkan atas pertimbangan bahwa perilaku yang menyirnpang pada dasarnya bukan peristiwa yang menimpa perorangan tetapi menyangkut banyak orang dalam kelompok berupa peristiwa sosial yang harus ditanggung oleh sekelompok orang. Tujuan utama dari pendekatan proses kelompok ini ialah membantu kelompok bertanggung jawab atas perbuatan kelompok anggota-anggotanya dalam kegiatan kelompok sendiri. Kelompok yang berfungsi secara efektif dapat melakukan pengawasan yang mantap terhadap terhadap anggota-anggotanya.
Dalam pelaksanaan pendekatan proses kelompok yang harus diperhatikan oleh pengajar ialah :
• Meningkatan daya tarik dan ikatan bagi anggota-anggotanya melalui menumbuhkan sikap saling menghargai, komunikasi yang tepat,
• Mengembangkan aturan-aturan dan norma kelompok yang menayangkan, produktif, diterima oleh semua anggota, kompak, bersatu dan bertanggungjawab.
• Menurut Schmuck dan Schmuck ada 6 unsur yang menyangkut pengelolaan kelas melalui proses kelompok yakni harapan, kepemimpinan, kemenarikan, norma, komunikasi dan keeratan hubungan.
1) Harapan merupakan persepsi yang ada pada pengajar dan pembelajar tentang hubungan mereka. Harapan yang akan menyangkut bagaimana anggota kelompok berperilaku amat berpengaruh terhadap suatu kelompok yang efektif. Harapan yang berkembang adalah harapan pada diri pengajar dan pembelajar yang realistik tepat. secara ielas dimengerti oleh pengajar dan pembelajar. Perilaku pengajar menampakkan harapan-harapan yang berkenaan dengan perilaku pembelajar, serta pembelajar berperilaku sesuai dengan harapan pengajar. Semestinya pengajar memiliki harapan agar pembelajamya berperilaku baik sesuai dengan norma kelompok kelasnya.
2) Kepemimpinan diartikan sebagai pola perilaku yang mendorong kelompok bergerak ke arah pencapaian tujuan yang diharapkan. Kepemimpinan tak dapai dipisahkan dengan :
• tindakan-tindakan anggota kelompok
• menumbuhkan norma kelompok
• menggerakkan kelompok untuk berbuat
• mengorganisasikan tindakan kelompok
• mejiingkatkan mutu interaksi antar kelompok
Juga dalam membina keeratan kelompok. Suatu kelompok dalam kelas tercipta jika terdapat kepemimpinan yang didistribusikan pada semua anggota kelompok. Sehingga setiap anggota merasakan bahwa mereka mempunyai tanggung melaksanakan tugas kelompok dengan baik. Pengajar yang efektif dalam pengelolaan kelas proses kelompok ini adalah pengajar yang mampu menciptakan iklim di mana pembelajar mewujudkan fungsi-fungsi kepemimpinan dengan baik yang berorientasi pada tujuan.
3) Kemenarikan berkaitan erat dengan pola keakraban dalam hubungan kelompok. Kemenarikan dapat juga diartikan sebagai tingat hubungan persahabatan di antara para anggota kelompok. Tingkat kemenarikan ini tergantung pada hubungan interpersonal yang positif. Berarti melalui hubungan interpersonal yang baik, positif di antara para anggota kelompok memungkinkan dalam pengelolaan kelas dapat dihindari tingkah laku yang menyimpang. Untuk itu usaha pengajar meningkatkan sikap menerima dari para anggota terhadap situasi dan perubahan ataupun hadirnya orang lain akan membantu efektivitas pengelolaan kelas melalui proses kelompok.
4) Norma adalah suatu pedoman tentang cara berpikir, cara merasakan (menghayati), dan bagaimana bertingkah laku yang diakui bersama oleh anggota kelompok. Norma amat besar pengaruhnya dengan hubungan interpersonal, sebab norma memberikan pedoman tentang apa yang diharapkan dari orang lain. Norma kelompok yang efektif adalah yang menjamin prpduktivitas kelompok dan sebaliknya. Tugas pengajar dalam membantu kelompok adalah mengembangkan, menerima dan mempertahankan norma norma kelompok yang produktif. Norma kelompok akan membantu pembelajar untuk bertingkah laku. Norma tidak dapat dipaksakan. Tetapi norma yang produktif akan berkembang sedang norma yang sah produktif akan disingkirkan kelompok. Diskusi kelompok salah satu penerapan metode untuk memberikan norma yang produktif.
5) Komunikasi baik vertikal maupun non verbal merupakan dialog antar anggota kelompok.
Komunikasi melibatkan kemampuan individu untuk sdaling mengemukakan ide-ide dalam perasaan orang lain. Dengan komunikasi akan terjadilah interak,si antar anggota kelompok yang memungkinkan terjadinya proses kelompok yang efektif. Dalam komunikasi yang efektif terjadi bahwa penerima mampu menafsirkan informasi secara benar atau melalui proses yang benar. Tugas pengajar adalah menumbuhkan interaksi dan komunikasi ganda yakni membukakan saluran komunikasi yang memungkinkan semua pelajar secara bebas mengemukakan pikiran dan perasaan serta mau menrima pikiran dan perasaan yang dikumunikasikan oleh pengajar atau kepada pengajar. Untuk itu pengajar perlu mengembangkan kemampuan khusus berkomunikasi.
6) Keeratan berkaitan dengan rasa kebersamaan yang dimiliki oleh kelompok. Keeratan menekankan pada hubungan individu tehadap kelompok secara keseluruhan, bukan hubungan individu lain. Yang mendorong berkembangnya keeratan dalam kelompok adalah:
• Adanya minat yang besar terhadap tugas-tugas kelompok,
• Para anggota saling menyukai,
• Kelompok memberikan prestise tertentu kepada anggotanya.
Keeratan kelompok dapat tumbuh apabila kebutuhan individu danat terpenuhi dengan jalan menjadi anggota kelompok itu. Pengajar dapat mengelola kelas secara efektif karena ia mampu menciptakan kelompok yang erat dan memiliki Donna yang terarah pada tujuan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa implikaa dari pengelolaan kelas yang melalui proses kelompok harus berfungsi dan terarah pada tujuan dengan memperhatikan:
a) Pengajar mampu mengungkapkan harapan dalam hubungan interpersonal antar anggota/kelompok,
b) Pengajar mampu mewujudkan pengarah-pengarcin,
c) Pengajar memperlihatkan rasa kemenarikan dan empati dalam membantu pembelajar (saling menerima. saling memberi, menyediakan kesempatan),
d) Pengajar membantu pembelajar mengatasi konflik antara peraturan kelompok dengan norma kelompok, juga dengan sikap-sikap individu,
e) Pengajar mampu mewujudkan keterampilan berkomunikasi,
f) Pengajar mampu meningkatkan keeratan hubungan antar anggota dalam kelompok terhadap.
Premis utama yang mendasari pendekatan proses kelompok didasarkan pada asumsi berikut:
1) kehidupan sekolah berlangsung dalam lingkungan kelompok, yakni kelompok kelas,
2) tugas pokok guru adalah menciptakan dan membina kelompok kelas yang efektif dan produktif,
3) kelompok kelas adalah suatu sistem sosial yang mengandung ciri yang terdapat pada sistem sosial,
4) pengelolaan kelas oleh guru adalah menciptakan dan memelihara kondisi kelas yang menunjang terciptanya suasana belajar yang menguntungkan.
Schmuck dan Weber mengemukakan enam ciri mengenai manajemen kelas, yaitu: harapan, kepemimpinan, daya tarik, norma, komunikasi, dan keterpaduan.
Harapan adalah persepsi yang dimiliki oleh guru dan siswa mengenai hubungan mereka satu sama lain. Persepsi tersebut adalah perkiraan individual tentang cara berperilaku diri sendiri dengan orang lain. Oleh karena itu, harapan yang bagaimana anggota kelompok akan berperilaku akan sangat mempengaruhi cara guru dan siswa dalam hubungan mereka satu dengan yang lainnya.
Kepemimpinan paling tepat diartikan sebagai perilaku yang membantu kelompok bergerak menuju pencapaian tujuannya. Jadi, perilaku kepemimpinan terdiri dari tindakan anggota kelompok, termasuk didalamnya tindakan yang membantu penetapan norma kelompok yang menggerakkan kelompok ke arah tujuan, yang memperbaiki mutu interaksi antara anggota kelompok, dan yang menciptakan keterpaduan kelompok.
Daya tarik menunjuk pada pola-pola persahabatan dalam kelompok kelas. Daya tarik dapat digambarkan sebagai tingkat persahabatan yang terdapat diantara para anggota kelompok kelas. Tingkat daya tarik tergantung pada sejauh mana hubungan antar pribadi yang positif telah berkembang. Pengelola kelas yang efektif adalah seorang yang membantu mengembangkan hubungan antar pribadi yang positif antara para anggota kelompok. Misalnya, guru berusaha meningkatkan sikap menerima terhadap para siswa yang tidak disukai oleh anggota-anggota baru.
Norma adalah penghargaan bersama mengenai cara berfikir, cara berperasaan, dan cara berperilaku para anggota kelompok. Norma sangat mempengaruhi hubungan antar pribadi kaena norma tersebut memberikan pedoman yang membantu para anggota memahami apa yang diharapkan dari mereka. Norma kelompok yang produktif adalah hakiki bagi efektifitas kelompok. Oleh karena itu, salah satu tugas guru adalah membantu kelompok menciptakan, menerima, dan memelihara norma kelompok yang produktif.
Komunikasi, baik verbal maupun non-verbal adalah dialog antara anggota kelompok. Komunikasi yang efektif berarti menerima pesan menafsirkan dengan tepat pesan yang disampaikan oleh pengirim pesan.
Keterpaduan adalah menyangkut perasaan kolektif yang dimiliki oleh anggota kelas mengenai kelompok kelasnya. Keterpaduan menekankan hubungan individu dengan kelompok sebagai suatu keseluruhan.
Kelompok menjadi satu karena alasan:
1) Para anggota saling menyukai satu dengan yang lain,
2) minat yang besar terhadap pekerjaan,
3) kelompok memberikan harga diri kepada para anggotanya.
Sebagai pembanding anda pelajari jenis kegiatan pengelolaan kelas yang dikemukakan oleh Johnson dan Mary Bany, bahwa penglolaan kelas ditekankan adanya :
a) Kemudahan (fasilitation), merupakan tingkah laku pengelolaan yang mengembangkan atau mempermudah perkembangan kondisi-kondisi positif di kelas, antara lain meliputi:
1) Terbinanya kesatuan dan kerjasama,
2) Mengembangkan aturan dan prosedur kerja,
3) Menerapkan kondisi-kondisi positif,
4) Menyesuaikan dengan pola tingkah laku kelompok.
b) Pertahanan, merupakan pola tingkah laku pengelolaan untuk memperbaiki dan memper-
tahankan kondisi yang efektif dalam kelas, antara lain:
1) Mempertahankan semangat,
2) Mengatasi konflik,
3) Mengurangi masalah pengelolaan yang bersifat kelompok.
Melengkapi pendapat dari nilai-nilai tersebut Kounin mengemukakan tingkah laku yang penting dalam pengelaolaan kelas yang sukses yaitu kegiatan penghayatan, peliputan, gerak sesuai dengan target dan waktiu perhatian yang terpusat pada kelompok semua tingkah laku lebih menyangkut pembelajar sebagai kelompok kelas. Demikian efektivitas proses kelompok dalam pengelolaan kelas tergantung dari gerak dan dinamika kelompok.
9. Pendekatan Eklektik
Pendekatan elektrik adalah pendekatan yang menggabungkan semua aspek yang terbaik dari semua pendekatan yang ada. Wilford A.Weber menyatakan bahwa pendekatan dengan cara menggabungkan semua aspek terbaik dari berbagai pendekaan manajemen kelas untuk menciptakan suatu kebulatan atau keseluruhan yang bermakna secra filsofis, teoretis, dan psikologis dinilai benar, bagi guru merupakan sumber pemilihan perilaku pengelolaan tertentu yang sesuai dengan situasi disebut pendekatan eklektik [Wiford A.Weber, 1986]. Untuk dapat menerapkan pendekatan eklektik guru harus menguasai dua syarat yaitu:
1) menguasai pendekatan manajemen kelas yang potensial, seperti pendekatan pengubahan perilaku, penciptaan iklim sosio-emosional, proses kelompok,
2) dapat memilih pendekatan yang tepat dan melaksanakan prosedur dengan baik sesuai dengan masalah manajemen kelas [M.Entang dan T.Raka Joni, 1983:43].
Jadi kesimpulannya adalah bahwa kemampuan guru memilih strategis manajemen kelas yang tepat sangat tergantung pada kemampuannya menganalisis masalah manajemen kelas yang dihadapinya. Pendekatan perubahan tingkah laku yang dipilih, misalnya bila tujuan tindakan manjemen kelas yang akan dilakukan adalah menguatkan tingkah laku peserta didik yang baik dan atau menghilangkan perilaku peserta didik yang kurang baik, pendekatan penciptaan iklim sosio-emosional dipergunakan apabila sasaran tindakan manajemen kelas adalah peningkatan hubungan antara pribadi guru dengan peserta didik, sementara itu pendekatan proses kelompok dianut bila seorang guru ingin kelompoknya melakukan kegiatan secara produktif.
Untuk dapat menerapkan pendekatan eklektik guru harus menguasai dua syarat, yaitu:
1) menguasai pendektan manajemen kelas yang potensial, seperti pendekatan pengubahan perilaku, penciptaan iklim sosio-emosional, proses kelompok,
2) dapat memilih pendekatan yang tepat dan melaksanakan prosedur dengan baik sesuai dengan masalah manajemen kelas.
Pendekatan perubahan tingkah laku yang dipilih, misalnya bila tujuan tindakan manajemen kelas yang akan dilakukan adalah menguatkan tingkah laku peserta didik yang baik dan atau menghilangkan perilaku peserta didik yang kurang baik, pendekatan penciptaan iklim sosio-emosional dipergunakan apabila sasaran tindakan manajemen kelas adalah peningkatan hubungan antara pribadi guru dengan peserta didik, sementara itu pendekatan proses kelompok dianut bila seorang guru ingin kelompoknya melakukan kegiatan secara produktif.
Pendekatan eklektik adalah pendekatan yang menggabungkan semua aspek yang terbaik dari semua pendekatan yang ada. Wilford A.Weber menyatakan bahwa pendekatan dengan cara menggabungkan semua aspek terbaik dari bebagai pendekatan manajemen kelas untuk menciptakan suatu kebulatan atau keseluruhan yang bermakna secara filsofis, teoretis, dan psikologis dinilai benar, bagi guru merupakan sumber pemilihan perilaku pengelolaan tertentu yang sesuai dengan situasi disebut pendekatan eklektik.
Jadi kesimpulannya adalah bahwa kemampuan guru memilih strategis manajemen kelas yang tepat sangat tergantung pada kemampuannya menganalisis masalah manajemen kelas yang dihadapinya.
Pendekatan perubahan tingkah laku yang dipilih, misalnya bila tujuan tindakan manajemen kelas yang akan dilakukan adalah menguatkan tingkah laku peserta didik yang baik dan atau menghilangkan perilaku peserta didik yang kurang baik, pendekatan penciptaan iklim sosio-emosional dipergunakan apabila sasaran tindakan manajemen kelas adalah peningkatan hubungan antara pribadi guru dengan peserta didik, sementara itu pendekatan proses kelompok dianut bila seorang guru ingin kelompoknya melakukan kegiatan secara produktif.
10. Pendekatan Analitik Pluralistik
Pendekatan jamak / pluralistic ini tidak mengikat guru kepada strategi managerial tunggal melainkan member peluang kepada guru untuk mempertimbangkan seluruh strategi yang dapat dan tepat dilakukan, defenisi managemen kelas yang merefeksikan kejamakan pendekatan itu, kiranya dapat dirumuskan sebagai perangkat kegiatan dimana guru mengembangkan dan memelihara kondisi kelas yang dapat mendorong terjadinya pembelajaran yang efektif dan efisien. Brophy putnan ( good dan brophy 1990 ) menyebutnya sebagai pendekatan optimal yaitu sebagi proses pengembangan lingkungan belajar yang dikehendaki dan menekankan sekecil mungkin pembatasan – pembatasan.
Sembilan pendekatan yang diuraikan didepan menggambarkan pendekatan manajemen kelas yang berlainan, baik penganjuran dan pemakainnya. Saran dan harapan yang perlu dipertimbangkan adalah menggunakan pendekatan analitik pluralistik.
Setiap pedekatan ada penganjuran dan pemakainnya. Tidak ada anjuran dan saran untuk menganut dan menggantungkan diri pada setiap pendekatan.
Guru yang bijaksana adalah menghargai pendekatan dan strategis manajemen kelas yang mempunyai konsep yang baik. Dengan demikian, pendekatan analitik pluralistik memperluas jangkauan pendekatan. Pendekatan analitik pluralistik tidak mengikat guru pada serangkaian strategi manjerial tertentu saja. Guru mempertimbangkan semua strategi yang mungkin efektif. Terdapat empat tahap pendekatan analitik pluralistik yang perlu dicermati dalam penggunaannya.
Berbeda dengan pendekatan eklektik, pendekatan analitik pluralistik memberi kesempatan kepada guru memilih strategi manajemen kelas atau gabungan beberapa strategi dari berbagai pendekatan manajemen kelas yang dianggap mempunyai potensi terbesar berhasil menanggulangi masalah manajemen kelas dalam situasi yang telah dianalisis. Guru yang bijaksana menghargai pendekatan dan strategi manajemen kelas yang mempuyai konsep yang baik. Dengan demikian, pendekatan analitik pluralistic memperluas jangkauan pendekatan. Pendekatan analitik pluralistic tidak mengikat guru pada serangkaian strategi manajerial tertentu saja. Guru mempertimbangkan semua strategi yang mungkin efektif. Terdapat empat tahap pendekatan analitik pluralistic yang perlu dicermati dalam penggunaannnya.
Sembilan pendekatan yang diuraikan didepan menggambarkan pendekatan manajemen kelas yang berlainan, baik penganjuran dan pemakaiannya. Saran dan harapan yang perlu dipertimbangkan adalah menggunakan pendekatan analitik pluralistik.
Setiap pendekatan ada penganjuran dan pemakaiannya. Tidak ada anjuran dan saran untuk menganut dan menggantungkan diri pada setiap pendekatan.
Guru yang bijaksana menghargai pendekatan dan strategi manajemen kelas yang mempunyai konsep yang baik. Dengan demikian, pendekatan analitik pluralistik memperluas jangkauan pendekatan. Pendekatan analitik pluralistik tidak mengikat guru pada serangkaian strategi manjerial tertentu saja. Guru mempertimbangkan semua strategi yang mungkin efektif.
Terdapat empat tahap pendekatan analitik pluralistik yang perlu dicermati dalam penggunaannya.
a) Menentukan kondisi kelas yang diinginkan
Langkah pertama dalam proses memanajemeni kelas yang efektif adalah menentukan kondisi kelas yang ideal. Guru perlu mengetahui dengan jelas dan memahami tentang kondisi kelas yang menurut penilaiannya akan memungkinkan mengajar secara efektif. Keuntungan utama terciptanya kondisi kelas yang diyakini guru sesuai adalah:
1) guru tidak memandang kelas semata-mata hanya sebagai reaksi atas masalah yang timbul,
2) guru aakn memiliki seperangkat tujuan yang mengarahkan upayanya dan yang menjadi tolak ukur penilaian atas hasil upayanya.
Daya tarik menunjuk pada pola-pola persahabatan dalam kelompok kelas. Daya tarik dapat digambarkan sebagai tingkat persahabatan yang terdapat diantara para anggota kelompok kelas. Tingkat daya tarik tergantung pada sejauh mana hubungan antar pribadi yang positif telah berkembang. Pengelolaan kelas yang efektif adalah seorang yang membantu mengembangkan hubungan antar pribadi yang positif antara para anggota kelompok. Misalnya, guru berusaha meningkatkan sikap menerima terhadap para siswa yang tidak disukai oleh anggota-anggota baru.
Pendekatan iklim sosio-emosional dalam manajemen kelas berakar pada psikologi penyuluhan klinikal, dan karena itu memberikan arti yang sangat penting pada hubungan antar pribadi. Guru adalah penentu utama atas hubungan antar dan iklim kelas. Oleh karena itu, tugas pokok guru dalam manajemen kelas adalah membangun hubungan antar pribadi yang positif dan meningkatkan iklim sosio-emosional yang positif pula.
Pendekatan pengubahan perilaku di dasarkan pada prinsip-prinsip psikologi behavuorisme. Prinsip utama yang mendasari pendekaatn ini adalah perilaku merupakan hasil proses belajar. Prinsip ini berlaku baik bagi perilaku sesuai maupun perilaku yang menyimpang. Menyimpang disebabkan oleh salah satu dari dua alasan, yaitu:
1) Peserta didik telah belajar berperilaku yang tidak sesuai,
2) Peserta didik tidak belajar berperilaku yang sesuai.
Pendekatan pengubahan perilaku dibangun atas dasar dua asumsi, yaitu:
1) Empat proses dasar belajar,
2) Pengaruh kejadian-kejadian lingkungan.
Penguatan positif yakni pemberian penghargaan setelah terjadi suatu perbuatan. Penghargaan menyebabkan perbuatan yang dikuatkan itu semakin meningkat. Perbuatan yang dihargai tersebut diperkuat dan diulangi dikemudian hari.
Sembilan pendekatan yang diuraikan didepan menggambarkan pendekatan manajemen kelas yang berlainan, baik penganjuran dan pemakaiannya. Saran dan harapan yang perlu dipertimbangkan adalah menggunakan pendekatan analitik pluralistik.
Setiap pendekatan ada penganjuran dan pemakaiannya. Tidaka ada anjuran dan saran untuk meenganut dan menggantungkan diri pada setiap pendekatan.
b) Menganalisis kondisi kelas yang nyata
Analisis ini memungkinkan guru mengetahui:
1) kesenjangan antara kondisi sekarang dan yang diharapkan, kemudian menentukan kondisi yang perlu mendapat perhatian segera dan mana yang dapat diselesaiakan kemudian, dan kondisi mana yang memerlukan perhatian,
2) masalah yang mungkin terjadi yakni kesenjangan yang mungkin timbul jika guru gagal mengambil tindakan pencegahan,
3) kondisi sekarang yang perlu dipelihara dan dipertahankan karena dianggap sudah baik.
Asumsi tahap kedua dari analitik pluralistik ini adalah bahwa guru yang efektif adalah guru yang terampil menganalisis interaksi kelas dan peka terhadap apa yang sedang terjadi dikelasnya.
Pendekatan intimidasi adalah penekanan pendekatan yang memandang manajemen kelas sebagai proses pengendalian perilaku peserta didik. Berbeda dengan pendekatan otoriter yang menekankan perilaku guru yang manusiawi, pendekatan intimidasi menekankan pada perilaku mengintimidasi. Bentuk-bentuk intimidasi itu seperti hukuman yang kasar, ejekan, hinaan, paksaan, ancaman, serta menyalahkan.
Pendekatan intimidasi berguna dalam situasi tertentu dengan menggunakan teguran keras. Teguran keras adalah perintah verbal yang diberikan pada situasi tertentu dengan maksud untuk segera menghentikan perilaku siswa yang menyimpang.
Sekalipun pendekatan intimidasi telah dipakai secara luas dan ada manfaatnya, terdapat banyak kecaman terhadap pendekatan ini. Penggunaan pendekatan ini hanya bersifat pemecahan masalah secara sementara dan hanya menangani gejala masalahnya, bukan masalah itu sendiri. Kelemahan yang timbul dari penerapan pendekatan ini adalah tumbuhnya sikap bermusuhan dan hancurnya hubungan antara guru dan peserta didik.
Pendekatan otoriter menawarkan lima strategi yang dapat diterapkan dalam memanajemeni kelas, yaitu:
1) Menciptakan dan menegakkan peraturan adalah kegiatan guru menggariskan pembatasan-pembatasan dengan memberitahukan kepada peserta didik apa yang diharapkan dan mengapa hal tersebut diperlukan. Dengan demikian, kegiatan menciptakan dan menegakkan peraturan adalah proses mendefinisikan dengan jelas dan spesifik harapan guru mengenai perilaku peserta didik. Maksud peraturan ini adalah menuntun dan membatasi perilaku peserta didik.
2) Memberikan perintah, pengarahan, dan pesan adalah strategi guru dalam mengendalikan perilaku peserta didik agar peserta didik melakukan sesuatu yang diinginkan guru.
3) Menggunakan teguran ramah adalah strategi memanajemeni kelas yang digunakan guru memarahi peserta didik yang berperilaku tidak sesuai, yang melanggar peraturan dengan cara lemah lembut.
4) Menggunakan pengendalian dengan maksud mendekati adalah tindakan guru bergerak mendekati peserta didik yang dilihatnya berperilaku menyimpang. Strategi ini dimaksudkan untuk mencegah berkembangnya situasi yang mengacaukan.
5) Menggunakan pemisahan dan pengucilan adalah strategi guru dalam merespon perilaku menyimpang pesera didik yang tingkat penyimpangannya cukup berat.
Langkah pertama dalam proses memanajemeni kelas yang efektif adalah menentukan kondisi kelas yang ideal. Guru perlu mengetahui dengan jelas dan memahami tentang kondisi kelas yang menurut penilaiannya akan memungkinkan mengajar secara efektif. Keuntungan utama terciptanya kondisi kelas yang diyakini guru sesuai adalah:
1) guru tidak memandang kelas semata-mata hanya sebagai reaksi atas masalah yang timbul,
2) guru akan memiliki seperangkat tujuan yang mengarahkan upayanya dan yang tolak ukur penilaian tas hasil upayanya.
Daya tarik menunjukkan pada pola-pola persahabatan dalam kelompok kelas. Daya tarik dapat digambarkan sebagai tingkat persahabatan yang terdapat diantara para anggota kelompok kelas. Tingkat daya tarik tergantung pada sejauh mana hubungan antar pribadi yang positif telah berkembang. Pengelola kelas yang efektif adalah seorang yang membantu mengembangkan hubungan antar pribadi yang positif antara para anggota kelompok. Misalnya, guru berusaha meningkatkan sikap menerima terhadap para siswa yang tidak disukai oleh anggota-anggota baru.
Pendekatan iklim sosio-emosional dalam memanajemeni kelas berakar pada psikologi penyuluhan klinikal, dan karena itu memberikan arti yang sangat penting pada hubungan antar pribadi. Guru adalah penentu utama atas hubungan antar dan iklim kelas. Oleh karena itu, tugas pokok guru dalam manajemen kelas adalah membangun hubungan antar pribadi yang positif dan meningkatkan iklim sosio-emosional yang positif pula.
Analisi ini memungkinkan guru mengetahui:
1) Kesenjangan antara kondisi sekarang dan yang diharapkan, kemudian menentukan kondisi yang perlu mendapat perhatian segera dan mana yang dapat diselesaikan kemudian, dan kondisi mana yang memerlukan perhatian,
2) Masalah yang mungkin terjadi yakni kesenjangan yang mungkin timbul jika guru gagal mengambil tindakan pencegahan,
3) Kondisi sekarang yang perlu dipelihara dan dipertahankan karena dianggap sudah baik.
Sekalipun pendekatan telah dipakai secara luas dan ada manfaatnya, terdapat banyak kecaman terhadap pendekatan ini. Penggunaan pendekatan ini hanya bersifat pemecahan masalah secara sementara dan hanya menangani gejala masalahnya, bukan masalah itu sendiri. Kelemahan yang timbul dari penerapan pendekatan ini adalah tumbuhnya sikap bermusuhan dan hancurnya hubungan antara guru dan peserta didik.
Analisis ini memungkinkan guru mengetahui:
1) Kesenjangan antara kondisi sekarang dan yang diharapkan, kemudian menetukan kondisi yang perlu mendapat perhatian segera dan mana yang dapat diselesaikan kemudian, dan kondisi mana yang memerlukan perhatian,
2) Masalah yang mungkin terjadi yakni kesenjangan yang mungkin timbul jika guru gagal mengambil tindakan pencegahan, dan
3) Kondisi sekarang yang perlu dipelihara dan dipertahankan karena dianggap sudah baik.
Asumsi dari tahap kedua dari analitik pluralistik ini adalah bahwa guru yang efektif adalah guru yang terampil menganalisis interaksi kelas dan peka terhadap apa yang sedang terjadi dikelasnya.
c) Memilih dan menggunakan strategi pengelolaan
Guru yang efektif adalah guru yang menguasai berbagai strategi manajemen yang terkadang didalam berbagai pendekatan manajemen kelas, dan mampu memilih serta menggunakan strategi yang paling sesuai dalam situasi tertentu yang telah dianalisis sebelumnya. Proses pemilihan ini dianggap sebagai suatu kerja komputer, guru memeriksa strategi-strategi yang tersimpan dalam sel-sel komputer dan memilih strategi yang memberikan harapan untuk meningkatkan kondisi yang dianggap sesuai.
Pendekatan ini sedikit penganjurnya. Pendekatan ini kurang menyadari bahwa sekolah dan kelas adalah sistem sosial yang memiliki pranata-pranata sosial. Perbuatan yang bebas tanpa batas akan memperkosa dan mengancam hak-hak orang lain.
Banyak pendapat yang menyatakan bahwa pendekatan ini dalam bentuknya yang murni tidak produktif diterapkan dalam situasi atau lingkungan sekolah dan kelas. Para peserta didik sebaiknya memperoleh kesempatan secara psikologi memikul resiko yang aman, mengatur kegiatan sekolah sesuai cakupannya, mengembangkan kemampuan memimpin diri sendiri, disiplin sendiri, dan tanggung jawab sendiri.
Pendekatan ini adalah pendekatan yang mendasarkan kepada pendirian bahwa pengajaran yang dirancang dan dilaksanakan dengan cermat akan mencegah timbulnya sebahagian besar masalah manajemen kelas.
Para penganjur pendekatan ini dalam manajemen kelas cenderung memandang perilaku ini guru mempunyai potensi mencapai tujuan utama manajemen kelas. Tujuan itu adalah:
1) Mencegah masalah manajerial kelas,
2) Memecahkan masalah manajerial kelas.
Cukup banyak contoh yang membuktikan bahwa kegiatan belajar mengajar yang direncanakan dan dilaksanakan dengan baik adalah merupakan faktor utama dalam pencegahan timbulnya masalah manajemen kelas.
Premis utama yang mendasari pendekatan proses kelompok didasarkan pada asumsi berikut:
1) Kehidupan sekolah berlangsung dalam lingkungan kelompok, yakni kelompok kelas,
2) Tugas pokok guru adalah menciptakan dan membina kelompok kelas yang efektif dan produktif,
3) Kelompok kelas adalah suatu sistem sosial yang mengandung ciri yang terdapat pada sistem sosial,
4) Pengelolaan kelas oleh guru adalah menciptakan dan memelihara kondisi kelas yang menunjang terciptanya suasana belajar yang menguntungkan.
Schmuck dan Weber mengemukakan enam ciri mengenai manajemen kelas, yaitu: harapan, kepemimpinan, daya tarik, norma, komunikasi, dan keterpaduan.
Harapan adalah persepsi yang di miliki oleh guru dan siswa mengenai hubungan mereka satu sama lain. Persepsi tersebut adalah perkiraan individual tentang cara berprilaku diri sendiri dengan orang lain. Oleh karna itu, harapan yang bagaimana anggota kelompok akan berprilaku sangat mempengaruhi cara guru dan siswa dalam hubungan mereka satu dengan yang lain.
Kepimimpinan paling tepat di artikan sebagai prilaku yang bantu kelompok bergerak menuju penca[aian tujuannya. Jadi, prilaku kepimimpinan terdiri dari tindakan anggota kelompok, termasuk di dalamnya tindakn yang membantu penetapan norma kelompok yang menggerakan kelompok ke arah tujuan,yang memperbaiki muu interaksi antara anggota kelompok, dan yang menciptakan keterpaduan kelompok.
Ada dua macam pendekatan untuk penguatan yang berselang waktu pendik yaitu: penjadwalan selang waktu dan penjadwalan razio. Penjadwalan selang waktu adalah pendekatan yang di pergunakan oleh guru mendorong siswa setelah batas waktu tertentu. Misalnya, guru yang menggunakan penjadwalan selang waktu akan mendorong seorang siswa setiap jam. Penjadwala razio adalah pendekatan yang di gunakan oleh guru mendorong siswa setelah suatu perbuatan terjadi beberapa kali. Misal, guru yang menggunakan penjadwalan razio akan mendorong siswa setelah perbuatan tertentu terjadi empat kali.
Penhargaan atau pendorong adalah suatu ransangan untuk meningkatkan frekuensi perbuatan yang mendahuluinya. Hukuman adalah sesuatu yan mengurangi frekuensi kekuatan yang mendahuluinya.
Untuk dapat menerapkan pendekatan ini guru harus menguasai dua syarat yaitu: 1) menguasai pendekatan manajemen kelas yang potensial, seperti pendekatan pengubahan prilaku, penciptaan iklim sosio-emosional, proses kelompok, dan 2). Dapata memilih pendektan yang tepat dan melaksanakan prosedur dengan baik sesuai dengan maslah manajemen kelas.
Pendekatan perubaha tingkah laku yang di pilih, misalnya bila tujuan tindakan manajemenn kelas yang akan di lakukan adalah menguatkan tingkah laku pesrta didik yang baik dan atau menghilangkan prilaku peserta didik yang kurang baik, pendekatan peciptaan iklim sosioemosional dipergunakan apabila sasaran tindakan manajemen kelas adalah peningkatan hubungan antara pribdi guru dengan pesrta didik, sementara itu pendekatan proses kelompok di aunut oleg seorang guru ingin kelompoknya melakukan kegiatan secara produktif.
Pendekatan ini adalah pendekatan yang menggabungkan semua aspek yang terbaik dari semua pendekatan yang ada.Wilford A.Weber menyatakan bahwa pendekatan dengan cara menggabungkan semua aspek terbaik dari berbagai pendekatan manajemen kelas untuk menciptakan suatu kebulatan atau keseluruhan yang bermakna secara filosofis, teoritis, dan psikologis dinilai benar, bagi guru merupakan sumber pemilihan prilaku pengelolaan tertentu yang sesuai dengan situasi di sebut pendekatan eklektik.
Jadi bahwa kemampuasn guru memilih strategis manajemen kelas yang tepat sangat tergantung pada kemampuannya menganalisis maslah manajemen kelas yang di hadapinya.
Pendekatan ini dalam manajemen kelas berakar pda psikologis penyuluhan linikal, dan karna itu memberikan arti yang sangat penting pada hubungan antar pribadi. Guru adalah penentu utama tas hubungan antar dan iklim kelas. Oleh karna itu, tugas pokok guru dalam manajemen kelas adalah membangun hubungan antar pribadi yang positif dan meningkatkan iklim sosioemosional yang positif pula.
Ginott memberikan rekomendasi mengenai cara yang seyogyanya dilakukan oleh guru untuk berkomunikasi secara efektif sebagai berikut:
a) alamatkan pernyataan kepada situasi siwa, janganmenilai dari hal yang dapat merendahkan diri siswa.
b) gambarkanlah situasi, ungkapkan persaan tentng situasi tersebut dan jelaska maksud dan tujuan mengenai situasi tersebut.
c) nayatakan perasaan yang akan meningkatkan pengertian siswa.
d) hindarkan cara memusuhi dengan cara mengundang kerja sama dan memberikan kepada siswa kesempatan mengalami ketidaktergantunga.
e) hindarkan sikap melaewan dengan cara menghindarkan perintah yang memancing respons defensife.
f) hargai, terima, dan hormati pendapat serta perasaan siswa dengan cara meningkatka perasaan harga dirinya.
g) hindarkan diagnosis dan prognosis yang aka menilai siswa karna dapat megurangi semangat.
h) jelaskan proses, dan tidak menilai pribadi, berikan bimbinganya.
d) Menilai efektivitas pengelolaan
Dalam tahap ini guru menilai dalam pengelolaan artinya dari waktu ke waktu guru harus sejauh mana keberhasilan menciptakan dan memelihara kondisi yang sesuai proses ini memusatkan perhatian kepada dua perangkat prilaku, yaitu:
1) Prilaku guru, artinya sejauh m ana guru mrnggunakan prilaku manajemen yang direncanakan akan dilakukan,
2) Prilaku peserta didik, yaitu sejauh mana peserta didik berprilaku yang sesuai, yakni apakah mereka telah melakukan apa yang di harapkan untuk dilakukan.

Proses pmilihan ini di anggap sebagai suatu kerja komputer, guru memeriksa strategis stretegi yang tersimpan dalam sel-sel komputer dan memilih strategi yang memberikan harapan untuk meningkatkan kondisi yang di anggap sesuai.
Dari kesembilan pendekatan diatas dapat disimpulkan bahwa fungsi – fungsi pokok manajemen kelas sebagai berikut :
1. Fungsi preventif, mencegah munculnya perilaku bermasalah;
2. Fungsi kuratif, menyembuhkan perilaku bermasalah;
3. Fungsi pemeliharaan, memelihara kondisi yang positif;
4. Fungsi pengembangan, mengembangkan kondisi yang kondusif;
5. Fungsi fasilitator, memfasilitasi kebutuhan – kebutuhan untuk berkembang;
6. Fungsi motivator, memberikan dorongan untuk berprestasi dan berkembang.










BAB III
PROSEDUR DAN RANCANGAN MANAJEMEN KELAS
Latar Belakang
Sudah banyak disadari bahwa “pengelolaan kelas” merupakan salah satu aspek dari pengelolaan proses belajar mengajar yang paling rumit tetapi menarik perhatian, baik oleh guru yang sudah banyak pengalaman maupun guru-guru muda yang baru bertugas. Rumit karena salah satu pengelolaan kelas ini memerlukan berbagai kriteria keterampilan, pengalaman bahkan dari kepribadian serta sikap dan nilai seorang guru cukup berpengaruh terhadap pengelolaan kelas. Dua guru yang lama pintar dan berpengalaman tetapi berbeda dalam kepribadian dan nilai serta sikap, termasuk cara menyikapi subjek didik akan lain sekali “situasi belajar” yang dihasilkan oleh keduanya. Disinalah letaknya “seni” dalam mengelola proses belajar-mengajar.
Manajemen kelas dikatakan menarik, karena pada satu pihak memerlukan kemampuan pribadi serta ketekunan menghadapinya, sedangkan di lain pihak pengelolaan kelas sangat menentukan berhasil tidaknya pencapaian tujuan instruksionalyang telah ditentukan. Oleh karena itu guru mempunyai peranan yang sangat besar dalam menentukan berhasil tidaknya manajemen kelas maupun manajemen pengajaran. Penciptaan sistem lingkungan yang merangsang anak untuk belajar sangat diperlukan karena hanya dengan situasi belajar seperti itu tujuan akan tercapai.
Berdasarkan penjelasan tersebut di atas jelaslah bahwa guru merupakan kunci keberhasilan dalam pengelolaan proses belajar mengajar, sehingga sudahseharusnya guru harus memiliki kemampuan profesional termasuk kemampuan memanajemeni kelas. Dan untuk memiliki kemampuan manajemen kelas, antara lain harus memahami prosedur dan rancangan prosedur manajemen kelas.

Tujuan
Setelah mempelajari bab ini, anda diharapkan dapat:
1. Menjelaskan bahwa manajemen kelas sebagai hal yang menarik untuk dipelajari,
2. Menyimpulkan perbedaan antara pengertian manajemen kelas dan prosedur manajemen kelas,
3. Menyimpulkan peran guru dalam penciptaan sistem lingkungan yang mendukung pembelajaran,
4. Menjelaskan jenis-jenis tindakan dalam manajemen kelas,
5. Menggambarkan rancangan prosedur manajemen kelas,
6. Mengidentifikasi rancangan prosedur manajemen kelas,
7. Menyusun rancangan prosedur manajemen kelas.

1. Prosedur Manajemen Kelas
Untuk menjelaskan pengertian prosedur manajemen kelas, sebenarnya sukar untuk memisahkan dengan pengertian manajemen kelas, karena manajemen kelas adalah “pekerjaannya” sedangkan prosedur manajemen kelas adalah langkah-langkah bagaimana “pekerjaaan” itu dikerjakan.
Seperti sudah dijelaskan pada bab 1 bahwa yang dimaksud dengan manajemen kelas adalah kegiatan yang menunjuk, kepada kegiatan-kegiatan yang menciptakan dan mempertahankan kondisi yang optimal bagi terjadinya proses belajar-mengajar. Dengan kata lain tindakan pengelolaan kelas merupakan tindakan yang dilakukan oleh guru dengan tujuan penyediaan kondisi yang optimal agar proses belajar mengajar dapat berlangsung secara efektif dan efisien.
Tindakan pengelolaan yang dilakukan oleh guru itu dapat berupa tindakan pencegahan (preventif) agar supaya tercipts kondisi belajar-mengajar yang menguntungkan, sedangkan tindakan korektif merupakan tindakan terhadap tingkah laku menyimpang yang dapat mengganggu kondisi optimal dari proses belajar-mengajar yang sedang berlangsung.
Dimensi “tindakan korektif” dapat dibagi menjadi dua jenis tindakan yaitu (1) tindakan yang seharusnya segera di ambil oleh guru pada saat terjadi gangguan terhadap kondisi optimal belajar-mngajar (dimensi tidakan) dan (2) adalah tindakan kuratif yaitu tindakan terhadap tingkah laku yajg menimpang yang telah terlanjur terjadi agar penyimpangan tersebut tidak akan berlarut-larut.
Kalau manajemen kelas diartikan sebagai kegiatan menciptakan serta mempertahankan kondisi optimal bagi terjadinya pross balajar-mengajar yang efektif dan efisien. Maka “prosedur manajemen kelas” dapat diartikan sebagai langkah-langkah kegiatan yang dilaksakan bagi terciptanya kondisi optimal serta mempertahankan kondisi optimal tersebut agar supaya manajemen kelasa mengacu kepada dua tidakan yaitu “tindakan pencegahan” (preventif ) “tindakan penyembuhan” (kuratif), maka prosedur pengelolaan kelas juga menjurus kepada “prosedut manjemenpencegahan” dan “prosedur manajemen penymbuhan”.
 Dimensi pencegahan (preventif) dapat merupakan tindakan guru dalam mengatur siswa dan peralatan atau format belajar mengajar yang tepat sehgga menumbuhkan kondisi yang menguntungkan bsgi berlangsungnya proses belajar-mengajar yang efektif dan efisien, maka dimensi prosedur pencegahan merupakan langkah-langkah apa yang terus di ambil oleh guru dalam rangak mengatur siswa dan peralatan atau format belajar-mengajar yang tepat yang mendukung berlangsungnya belajar-mengajar.Jadi prosedur manajemen pencegahan ini adalah langkah-langkah yang di ambil yang ditujukan pada pengurangan atau penghindaran terjadinya masalah-masalah manajemen,baik yang sifatnya individual maupun yang bersifat kelompok.Dengan demikian prosedur manajemen pencegahan ini merupakan langkah-langkah yang harus di rencanakan guru sedemikian rupa sehingga tercipta suatu struktur kondisi yang fleksibel baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang.Hal inin mengandung pengertian bahwa prosedur tindakan pengelolaan ini harus dapat mengakomodasikan perkembangan dan kebutuhan siswa.Dengan demikian prosedur pengelolaan dimensi pencegahan ini dapat dalam bentuk kegiatan.Contoh-contoh ataupun berupa informasi.
 Dimensi penyembuhan (kuratif) merupakan tindakan tingkah laku yang mneyimpang yang sudah terlanjur terjadi agar penyimpangan tidak berlarut-larut.Dalam hal ini guru berusaha untuk menumbuhkan kesadaran akan penyimpangan yang di buat dan akhrnya akan menimbulkan kesadaran dan tanggung jawab untuk memperbaiki diri melalui kegiatan-kegiatan yang di rencanakan dan dapt di pertanggung jawabkan.
Memperhatikan 2 dimensi tindakan dalam manajemen kelas,maka prosedur atau langkah-langkah manajemen kelas pun bertumpuh pada prosedur dimensi pencegahan dan prosedur dimensi penyembuhan.
 Prosedur dimensi pencegahan ( Preventif )
1. Peningkatan kesadaran diri sebagai guru
Langkah utama yang pertama kali dilaksanakan adalah peningkatan kesadaran diri sebagai guru. Inilah langkah yang sangat strategis dan smendasar, karna dengan adanya kesadaran diri sebagai guru, pada akhirnya akan meningkatkan rasa tanggung jawab (sense of respionsibility) dan raa memiliki (sense of belongness) yang merupakan modal dasar bagi guru melaksanakan tugasnya. Pengelolaan kelas ini akan sangat dipengaruhi oleh nilai dan sikap guru, bagaiman menyikapi subjek didik yang pada gilirannya sebagai manusia akan merespon sikap guru tersebut secara positif sehingga terjadilah komunikasi/interaksi edukaif yang hangat, intim dan terbuka. Interaksi yang demikian ini akan mampu menciptakan sistem lingkungan yang memungkinkan terjadinya belajar.
Kesadaran akan sikap sendiri, tidak akan membawa seorang kesikap yang otoriter dan tidak demokratis. Kesadaran akan sikap sendiri ini sangat penting dalam rangka memahami sikap siswa yang merupakan reaksi terhadap sikap kepemimpinan yang ditampilkan guru.
Guru hendaknya menunjukkan sikap yang stabil, kepribadian yang harmonis dan berwibawa akan menimbulkan reaksi serta respon yang positif. Sikap dan tindakan guru yang tidak tetap (stabil) dan selalu berubah-ubah akan menimbulkan kecemasan bagi siswa, terutama sejumlah mahasiswa/siswa yang sangat perasa. Kesadaran akan sikap diri sendiri sebagai guru dalam rangka memahami tingkah laku siswa, merupakan langkah pertama yang strategis dan mendasar dalam kegiatan pengelolaan kelas.
2. Peningkatan kesadaran peserta didik
Setelah meningkatkan kesadaran diri sebagai guru, maka langkah yang kedua dari prosedur pengelompokan kelas-dimensi pencegahan ini adalah peningkatan kesadaran siswa.
Banyak tindakan dan kegiatan lainnya oleh siswa tanpa penuh kesadaran. Karena kurangnya kesadaran ini, akan menyebabkan terjadinya mudah marah, mudah tersinggung, mudah kecewa, yang pada akhirnya dapat melakukan tindakan-tindakan yang kurang terpuji yang dapat mengganggu kondisi optimal dalam rangka belajar.
Untuk meningkatkan kesadaran siswa, maka kepada mereka hendaknya diberitahu tenteng hak-hak dan kewajibannya sebagai anggota dari suatu masyarakat kecil yaitu kelas.agar supaya lebih memahami siswa, maka kebutuhan dan keinginan-keinginan serta dorongan mereka, merupakan faktor yang sangat menentukan. Saling pengertian yang baik akan meningkatkan kerja sama antara guru-siswa sehingga terjalingnya suatu hubungan yang terbuka, yang saling menghormati, yang pada akhirnya akan mengurangin kemungkinan timbulnya masalah pengelolaan kelas.
3. Sikap polos dan tulus daru guru
Guru merupakan sumber dan pemegang perana dalam mencipatakan suasana osioemosional di dalam kelas. Peranan guru sanagt besr pengaruhnya terutama terhadap penciptan kondisi yang optimal dalam rangka membelajarkan anak. Hendaknya guru bersikap polos dan tulus terhadap siswa. Tidak berpura-pura. Bersikap dan bertindak apa adanya. Sikap dan tingkah laku serta tindakan yang serupa itu sangat membantu dalam mengelolah kelas. Guru dengan sikap dan kepribadiaannya sangat mempengarhi kondisi lingkungan belajar, karena tingkah laku, cara menyikapi dan tindakan guru merupakan stimulus yang akan diberikan respons atau reaksi oleh para siswa. Kalau stimuli itu positif maka respons/reaksinya juga positif. Akan tetapi kalau stimuli itu negatif, maka respon/eaksinya juga negatif.
Jadi dengan sikap yang hangat, kekakraban dan terbuka dari guru, maka akan membuka kemungkinana yang besar guna terjadinya interaksi dan komunikasi yang wajar, berarti tidak menimbulkan masalah pengelolaan kelas
4. Mengenal dan menemukan alternatif pengelolaan
Langkah keempat ini menurut seorang guru Harus mengidentifikasi berbagai penyimpangan tingkah laku siswa yang sifatnya individual mauoun kelompok.
Guru harus [pula mengidentifikasi jenis tingkah laku seperti tingkah laku yang sengaj dibuat siswa, hanya untuk menarik perhatian guru dan teman-temannya atau secara negatif seluruh siswa mereaksi negtif karna seorang temannya tidak dapat mngucapkan “R” denagn sempurnah pada waktu membaca
Begitu pula guru dituntut pula untuk mengenal berbagai pendekatan dalam manajemen kelas. Guru hendaknya berusaha ntuk menggunakan pendekatan manajemen kelas yang dianggap tepatuntuk mengatasi satu situasi atayu menggantinya dengan pendekatan yang telah dipilihnya.
Akhirnya guru juga dituntut agar supaya mempelajari pengalaman orang lain baik yang gagal atau yang berhasil sehingga dirinya memiliki alternatif yang berpariasi dalam berbagi prolem manajemen.

5. Menciptaan kontrak sosial
Lankah terkhir ini adaklah masalah nilai, masalah norma, nilai atau nora yang turunnya dari atas dan tidak timbul dari bwah. Jadi sepihak, maka akan terjadi bahwa norma itu kurang di hormati dan ditaati. Oleh sebab itu dalam rangka manajemen kelas ini, maka norma berupa kontrak sosial (daftar aturan = tata tertib) dengan sanksinya yang mengatur kehidupan dalam kelas atau dirobah yang dibicarakan akan di setujui bersama oleh guru dan siswa. Kontrak sosial ini merupakan “ standar tingkah laku” yang diharapkan dan memberikan gambaran tentang pasilitas beserta keterbatasannya untuk memenuhi tuntutan dan kebutuhan sekolah.
 Prosedur dimensi penyembuhan ( Kuratif )
1. Mengidentifikasi masalah
Dalam langkah yang pertama ini guru mulai melakukan kegiatan untuk mengenal/mengetahui masalah-masalah pengelolaan kelas yang mana saja ynag muncul di dalam kelas. Hal ini memerluakan ketajaman guru untuk mampu melihat masalah penyimpangan apa saja yang harus di tangulangi.
Jadi pada langkah identifikasi masalah ini sudah harus mengetahui jenis-jenis penyimpangan sekaligus mengetahui siswa siapa yang melakukan penyimpangan tersebut.
2. Menganalisis masalah
Kegiatan yang dilakukan dalam langkah ini adalah kegiatasn untuk mengetahui latar belakang serta sebab daripada timbulnya tindakan penyimpanan ini. Daripada timbulnya tindakan penyimpanan ini. Dari usaha ini, guru akan dapat menentukan sumber daripada penyimpangan itu. Dengan mengetahui sumber daripada penyimpangan ini maka guru dapat menentukan alternatif-alternatif penanggulangan apa saja yang dapat dipilih.
3. Menilai alternati-alternatif pemecahan
Setelah mengetahui sebab/sumber daripada penyimpangan maka guru mulai menyususn alternatif-alternatif pemecahan. Kalau tersusun sejumlah alternatif pemecahan, maka langkah berikut adalah pemilihan alternatif. Artinya alternatif mana yang paling tepat untuk menanggulangi penyimpangan tersebut di atas. Sesudah ditetapkan alternatif yang tepat, maka langkah berikutnya adalah pelaksanaan.
4. Mendapatkan balikan (feedback)
Sebenarnya sebelum langkah balikan harus didahului langkah monitoring, karena dari monitoring kita akan mendapatkan data yang merupakan balikan untuk menilaia apakah pelaksanaan dari alternatif pemecahan yang dipilih telah mencapai sasaran sesuai yang direncanakan atau ada kekurangan-kekurangan, ataukah terjadi perkrmbangan baru yang lebih baik. Semuanya ini merupakan bahan balikan yang sangat berguna bagi penilaian prorgram yang pada akhirnya akan dilakukan perbaikan program.
Demikian pula dengan kasus penanggulangan penyimpangan di kelas, dari hasil monitoring kita akan gunakan untuk menilai sampai seberapa jauh usaha tersebut telah berhasil atau kurang kena sasaran, lalu kemudian dilakukan perbaikan/penyempurnaan.

2. Rancangan Manajemen Kelas
Rancangan dapat diartikan sebagai serangkaian kegiatan yang disusun secara sistematis berdasarkan pemikiran yang rasional untuk mencapai tujuan tertentu.
Rancangan manajemen kelas dapat diartikan sebagai serangkaian kegiatan tentang langkah-langkah pengelolaan kelas yang disusun secara sistematis berdasarkan pemikiran yang rasional, untuk proses belajar mengajar.
Pengertian ini diterapkan pula pada rancangan prosedur mananajemen kelas dimensi pencegahan, maupun rancangan prosedur pengelolaan kelas dimensi kuratif.
Jadi kalau diambil manajemen kelas sebagai pangkalnya, maka secara berturut-turut akan kita temukan secara horisontal adalah pengelolaan kelas preventif dan kuratif, prosedur pengelolaan kelas preventif dan kuratif dan yang terakhir adalah rancangan prosedur pengelolaan kelas preventif dan kuratif.











Diagram I
DIMENSI PREVENTIF DAN KURATIF DARI PADA
PENGELOLAAN KELAS

















Gambar 1 : Bagan alur dimensi preventif dan kuratif manajemen kelas
Dari pembahasan dari penggalan satu hingga sekarang ini, kita telah memiliki beberapa pengertian pokok seperti penge;lolaan kelas, pengelolaaan kelas preventif dan kuratif, pendekatan pengelolaan kelas, prosedur pengelolaan kelas dan terakhir sekarang adalah rancangan prosedur pengelolaan kelas. Dari pengertian-pengertian dasar tersebut di atas, akan sangat bermanfaat pada tahap pembuatan rancangan prosedur maanjemen kelas, karena di samping memberikan kejelasan, juga konsep-konsep tentang pendekatan manajemen kelas akan merupakan landasan dalam rangka menyususn rancangan prosedur manajemen kelas. Penyusunan rancangan prosedur manajemen kelas tanpa dilandasi pendekatan manajemen kelas, akan mengalami banyak kelemahan, karena tanpa memahami pendekatan ini menyebabkan kita kurang memahami hakekat dari tingkah laku siswa yang menyimpang yang ingin ditanggulangi. Jadi dengan penguraian tentang pendekatan manajemen kelas, sangat membantu kita pada tahap pembuatan rancangan prosedur pengelolaan kelas.
Faktor-faktor yang sangat mempengaruhi pembuatan rancangan prosedur manajemen kelas, adalah:
1. Memahami bentuk arti tujuan dan hakekat dari pada manajemen kelas. Dengan pemahaman ini akan memberikan arah pada kita, untuk memikirkan apa, mengapa dan bagaimana kita harus berbuat/bertindak untuk memanajemeni kelas.
2. Memahami betul hakekat anak yang sedang dihadapi, yang dimaksudkan di sini adalah bahwa setiap anak, pada setiap saat dan dengan lingkungan tertentu akan memperlihatkan sikap dan tingkah laku tertentu. Dengan pemahaman yang mendalam tentang anak akan merupakan pedoman dalam manajemen kelas, karena dengan pedoman ini maka kita tahu mau dikemanakan anak yang melakukan penyimpangan di dalam kelas.
3. Memahami betul penyimpangan apa yang dilakukan siswa serta latar belakang dari pada tindakan, penyimpangan tersebut. Hal ini lebih jelas, kalau kita melakukan identifikasi tentang penyimpangan tersebut.
4. Memahami betul pendekatan-pendekatan yang digunakan sebagai dasar dalam manajemen kelas. Pemahaman tentang pendekatan ini akan menambah kemampuan kita untuk menyesuaikan pendekatan tertentu dengan maslah penyimpangan yang dilakukan siswa. Tingkah laku menyimpang dengan latar belakang tertentu akan membutuhkan pendekatan tertentu pula.
5. Memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam membuat rancangan prosedur manajemen kelas.
Hal-hal yang dikemukakan di atas, merupakan hal-hal yang patut dipertimbangkan dalam pembuatan rancangan prosedur manajemen kelas. Atas dasar faktor-faktor yang dikemukakan di atas maka dapat dikemukakan diagram sebagai berikut dalam rangka membuat rancanagn prosedur manajemen kelas.










Diagram II
LANGKAH-LANGKAH RANCANGAN PROSEDUR
PENGELOLAAN KELAS



















Dari diagram di atas tampak jelas bagaimana peranan pengetahuan tentang hakekat anak, hakekat penyimpangan yang dilakukan anak serta jenis-jenis pendekatan manajemen kelas dalam menyususn rancangan prosedur manajemen kelas untuk menciptakan serta mempertahankan kondisi optimal yang dapat menunjang proses belajar mengajar.
Dalam diagram ini terlihat pula, bahwa setelah rancanagn itu dilaksanakn, perlu dimotoring sehingga dapat diketahui sampai sejauh mana hasil itu dicapai serta perkembangan yang telah terjadi. Dengan demikian maka hasil monitoring itu menjadi balikan (feedback) untuk memperbaiki pengelolaan itu sendiri atau merancang prosedur manajemen yang baru. Begitulah seharusnya, di sini letak pentingnya masalah monitoring dan feedback.
Setelah rancangan prosedur manajemen kelas selesai disusun, maka hal penting yang harus mendapatkan perhatian, adalah proses pelaksanaan rancangan tersebut. Sekali lagi diulangi dan ditekankan betapa besarnya peranan dan pengaruh guru. Di samping kemampuan dan keterampilan guru dalam melaksanakan rancangan tersebut, sikap, tingkah laku, kepribadian serta kemampuan berinteraksi guru merupakan aspek yang tak dapat diremehkan.
Namun demikian di dalam diagram di atas sebelum nampak langkah-langkah apa yang akan dikerjakan yang dimuat di dalam rancangan tersebut. Hal ini berarti bahwa di dalam rancangan tersebut perlu dijabarkan langkah-langkah kegiatan yang telah ditetapkan yang semuanyadiarahkan pada pencapaian tujuan.
Langkah-langkah yang dimaksud di atas adalah:
1. Identifikasi dari masalah yang timbul dalam manajemen kelas
2. Analisis masalah
3. Penilaian alternatif-alternatif pemecahan, penilaian, dan pelaksanaan salah satu alternatif pemecahan.
4. Monitoring pelaksanaan.
5. Balikan hasil pelaksanaan alternatif pemecahan masalah.





















DIAGRAM III
PENJABARAN LANGKAH- LANGKAH RANCANGAN
PROSEDUR PENGELOLAAN KELAS




















BAB IV
PENGATURAN KONDISI DAN PENCIPTAAN IKLIM BELAJAR YANG MENUNJANG

Latar Belakang
Telah disadari bahwa kondisi atau suasana berpengaruh terhadap pembeljaran. Oleh kana itu, salah satu faktor penting dalam pembelajaran adalah kondisi atau suasana belajar, sistem pendidikan spartan misalnya : menyiapkan kehidupan anak-anak dengan mengirimnya kehutan dengan tujuan agar anak belajar memertahankan dirinya. Demikian juga yang dilakukan oleh Mende dan Temme dari Sierra Leone menjalankan sekolahnya di udara terbuka dihutan. Para pendidik seperti Comenius, john dewey,dan Tyler menggaris bawahi pentingnya kondisi atau lingkungan terhadap pendidikan anak. Menurut Tyler proses pembelajaran terjadi melalui pengalaman yang diperoleh siswa dari lingkungan tempat siswa berada.
Manajemen kelas tidak hanya berupa pengatura belajar, pasilitas fisik, dan rutinitas. Tugas manajemen kelas adalah menyiapkan kondisi kelas dan sekolah agar tercipta kenyamanan dan suasana belajar yang efektif. Oleh karenaa itu, sekolah dan kelas perlu dikelola secara baik pula.
Dalam menciptakan iklim belajar yang menunjang guru dihadapkan kepada bebrapa faktor yang dapat menjadi kendala atau pendukung terciptanya kondisi optimal bagi terjadinya proses belajar.sebagai bekal dalam menciptakan iklim belajar yang menunjang, guru harus memahami faktor-faktor yang dapat mempengaruhi belajar, dan prinsip-prinsip mengajar yang dapat mendukung terciptanay kondisi belajar yang optimaltersebut bagi terciptanya proses belajar. Bab ini secar berturut-turut akan membahas berbagai macam kondisi (kondisi fisik, kondisi sosio-emosional, kondisi organisasional) dan faktor-faktor (faktor intern dan faktor ekstern) yang mempengaruhi penciptaan iklim belajar yang menunjang serta cara mengajar yang efektif.

Tujuan
Setelah mempelajari bab ini, anda diharapkan dapat:
1. Menjelaskan alasan bahwa kondisi fisik tempat belajar berpengaruh terhadap hasil belajar.
2. Membuat denah, pengaturan tempat duduk siswa, serta dapat mengemukakan kekuatan dan kelemahan masing-masing formasi tempat duduk tersebut.
3. Menjelaskna alasan bahwa kondisi sosio-emosional berpengaruh paad proses belajar.
4. Mengemukakan kemungkinan tipe kepemimpinan guru dalam mewarnai suasana kondisi sosio-emosional.
5. Menunjukkan sikap dan suasana guru yang mendukung suasana belajar yang optimal.
6. Menjelaskan maksud dan alasan bahwa raport itu penting bagi terciptanya iklim belajar yang optimal.
7. Menjelaskan alasan bahwa kegiatan rutin walaupun sudah merupakan kegiatan yang sering dilaksanakan perlu di atur dan di komunikasikan kepada semua pihak.
8. Menjelaskan makna mengajar menurut Alwin W.Howard.
9. Menjelaskan faktor-faktor intern dan ekstern yang mempengaruhi belajar.
10. Menjelaskan enam prinsip mengajar yang efektif.


1. Kondisi dan Situasi Belajar-Mengajar
A. Kondisi Fisik
Iklim dan dan budaya organisasi sekolah termasuk karasteristik yang secara konsisten ditemukan berkorelasin posiif dengan prestasi belajar. Penelitian Deng (1993) menunjukkan bahwa sekolah dalam budaya organisasi (cita-cita, keyakinan, dan misi) yang kokoh cenderung dipandang lebih efektif dalam hal produktipitas, kemampuan adaptasi dan keluwesan.
Dalam sekolah efektif, perhatian khusus diberikan kepada penciptaan dan pemeliharaan iklim yang kondusif untuk belajar (Reynolds, 1990). Iklim yang kondusif ditandai dengan terciptanay lingkungan yang aman, tertib, dan nyaman sehingga proses belajar-mengajar dapat berlangsung dengan baik. Iklim dan budaya sekolah yang kondusif sangat penting agar siswa merasa tenagng, aman dan bersikap positif terhadap sekolahnya, agar guru merasakan diri dihargai, dan agar orang tua dan masyarakat merasa dirinya diterima dan dilibatkan (Townsend, 1994). Hal ini dapat terjadi melalui penciptaan norma dan kebiasaan positif, hubungan dan kerja sama yang harmonis yang disadari oleh sikap saling menghargai satu sama lain. Selain itu, iklim sekolah yang kondusif mendorong setiap personil yang terlibat dalam organisasi sekolah untuk bertindak dan melakukan yang terbaik yang mengarah pada prestasi siswa yang tinggi.
Beberapa indikator yang perlu diperhatikan dapat dalam mengembangkan iklim dan budaya sekolah yang yang kondusif diuraiakan sebagai berikut.
1. Perawatan Fasilitas Fisik Sekolah
Fasilitas-fasilitas fisik sekolah selalu bersih, rapi dan nyaman. Bahkan, pekarangan dan lingkungan sekolah ditata sedemikian rupa sehingga memberikan kesan asri, teduh, dan nyaman. Kondisi seperti ini akan dapat memperkuat rasa siswa tinggal dan belajar di sekolah.
2. Jaminan Keamanan di Lingkungan Sekolah
Sekolah memperhatikan keamanan sekitar. Sekolah hendaknya terbebas dari gangguan keamanan baik dari dalam maupun dari luar sekolah. Lingkungan sekolah yang aman akan memberikan rasa betah nyaman bagi siswa untuk berada dan belajar di sekolah. Terkadang ada anak enggan datang ke sekolah, tidak betah tinggal di sekolah, atau menolak melakukan aktifitas belajar di tempat tertentu di sekolah karena yang bersangkutan mendapatkan ancaman dari pihak tertentu. Oleh karena itu, setiap sudut yang ada di sekolah hendaknya di jamin keamanannya bagi seluruh siswa. Lokasi-lokasi yang perlu mendapatkan perhatian, antara lian:kantin sekolah, kamar WC, lorong-lorong antar gedung, pekarangan belakang, pintu keluar-masuk, dan tempat-tempat lain yang memungkinkan terjadinya tindak kenakalan dan kriminal, termasuk ruang kelas, ruang laboratorium, atau perpustakaan saat kosong.
3. Penggunaan Poster Afirmasi
Poster-poster afirmasi adalah poster yang berisi pesan-pesan positif yang digunakan dan dipanjang di berbagai tempat strategis yang mudah dan dapat selalu dilihat oleh siswa. Poster afirmasi atau sering pulang disebut papan bicara, seperti ini dapat digunakan untuk mensosialisasikan dan menanamkan pesan-pesan spiritual untuk poster afirmasi dapat berupa petikan ayat Al-Quran, hadist, pesan pujangga, atau puisi-puisi spiritual. Yang perlu diperhatikan, pengadaan dan menempatkan poster afirmasi ini jangan sampai terkesan berlebihan atau menjadi pesan sloganis belaka.
4. Ganjaran Positif Bagi Karya Terbaik Siswa
Karya-karya cemerlang siswa dipajang di kelas atau ruang kepala sekolah dan diberi ganjaran positif. Ganjaran hendaknya diberikan sesegera mungkin dan diarahkan untuk memberi rasa kebanggaan dan pertahankan motivasi siswa yang diberi ganjaran serta menstimulasi siswa lainnya untuk menghasilkan prestasi yang sama. Ganjaran juga dibutuhkan untuk mempertahankan motivasi dan gairah berprestasi di kalangan siswa. Ganjaran akan efektif jika diberikan segera mungkin dan dilakukan secara konsisten pada setiap siswa yang menunjukkan prestasi.
5. Pengembangan Rasa Memiliki Sekolah
Sekolah perlu menciptakan rasa memiliki di kalangan warga sekolah, sehingga guru dan siswa menunjukkan rasa bangga terhadap sekolahnya. Setiap warga sekolah merasa bertanggung jawab untuk menjaga kondusifitas lingkungan sekolah. Ini biasa di capai, antara lain dengan memberikan tanggung jawab pengelolaan dan perawatan wialyah tertentu kepada kelompok kelas atau ruang tertentu.
6. Penataan Ruang kelas
Kondisi kelas hendaknya ditata sedemikian rupa sehingga terciptanya suasana yang menyenangkan dan membangkitkan semangat siswa untuk belajar. Penanggulangan musik instumentalia yang lembut merupakan alternatif yang dapat ditempuh untuk lebih menciptakan suasana menyenangkan dan member efek penentraman emosi, baik pada saat siswa belajar di kelas maupun pada saat mereka melakukan berbagai aktifitas lainnya di luar kelas. Untuk menciptkan suasana spiritual, khususnya diluar kelas seperti jam-jam istirahat, dapat di gunakan musik-musik bernuangsa dan berisi pesan spiritual.
7. Jaminan atas Kemaslahatan Siswa
Kemaslahatan siswa merupakan kriteria penting yang digunakan dalam pembuatan keputusan tentang mereka. Setiap keputusan yang dibuat disekolah hendaknya memperhatikan kebutuhan, kepentingan,kondisi khusus siswa. Keputusan yang dibuat hendaknya juga dapat memenuhi prinsip keadilan dan kesetaraandikalangan siswa, termasuk keadilan dan kesetaraan gender,ras,etnis,kelas sosial,agama,kondisi fisik,ataupun varia-varia latar siswa lainnya.
8. Pengaturan Jadwal Acara dan Aktivitas Sekolah
Acara-acara penting disekolah dijadwalkan sedemikian rupa sehinggatidak mengganggu waktu belajar. Aktivitas apapun yang dilakukan disekolah,hendaknya diupayakan tidak mengganggu waktu dan waktu belajar yang ditetapkan. Oleh karena itu, perlu diidentifikasi aktivitas non-teading yang bersifat reguler dan dapat betrsifat intidental aktivitas bersifat reguler dan dilakukan setiap semester/tahun disekolah, dapat dibuatkan jadwal pelaksanaan yang disesuaikan dan tidak mengganggu jadwal-jadwal pembelajaran dan implementasi kurikulum. Aktivitas yang bersifat insidental dan tidak terjadwal dalam program semester/tahunan, sedapat mungkin dilaksanakan pada waktu-waktu yang tidak mengganggu aktivitas pembelajaran. Ada transisi/peralihan yang lancar dan cepat diantara berbagai kegiatan yang dilaksanakan disekolah maupun didalam kelas. Berbagai kegiatan, baik yang termasuk kegiatn kurikuler, kokurikuler, maupun ekstrakurikuler, hendaknya diatur sedemikian rupa sehingga tidak saling umpan tindih. Penggunaan media pertemuan antar berbagai pihak, mengkomunikasikan ide dan rencana kegiatan sehingga berbagai pihak dapat ditata sedemikian rupa supaya tidak saling mengganggu.
9. Akseptabilitas Guru terhadap Metode Pembelajaran Terbaru
Guru bersedia mengubah metode-metode mengajar, bila metode yang lebih diperkenalkan kepadanya. Berbagai metode dan strategi pembelajaran yang efektif telah ditawarkan dan sosialisasikan melalui berbagai media, seperti buku, internet dan pelatihan. Penerapan berbagai metode dan strategi pembelajaran yang efektif dan telah teruji perlu menjadi bagian yang mencoraki iklim pembelajaran disekolah. Denagn demikian, guru pperlu mengadopsi dan mencoba menerapkan berbagai metode dan strategi pembelajaran tersebut untuk klebih mengefektifkan proses pembelajarannya
10. Penggunaan Sistem Moving-dass
Moving dass, adalah sostem pengelolaan aktivitas pembelajaran diman kelas-kelas tertentu diatas khusus menjadi sentral pembelajaran bidang studi/mana pembelajaran tertentu. Penggunaan sistem moving dass(kelas berpindah) merupakan alternatif yang dapat ditempuh untuk mengefekitfkan penatan ruangan kelas sbagai sentra belajar. Dalam sistem moving dass ini, ruang-ruang kelas tertentu dapat ditata khusus untuk mendukung pembelajaran mata pelajaran tertentu. Ada kelas sains, kelas bahasa, kelas matematika, kelas kesenian, dsb. Kelas-kelas ini ditata menjadi semacam home room atau sentra belajar. Meja, kursi, peralatan, media, pajangan, dan berbagai aspek yang ada dikelas diatur sedemikan rupa. Sesuai kebutuhan dan karakteristik pembelajaran mata pelajaran tertentu.
11. Penciptaan Relasi Kekurangan dan Kebersamaan
Sekolah mencipatakan sesuatu kekeluargaan dan kebersamaan antar kepala sekolah, guru, karyawan, siswa, dan orang tua, sehingga satu sam lain saling berbagi dan memberi bantuan. Sekolah membangun budaya setara dengan dikalangan warga sekolah. iklim interaksi antar warga sekolah dibangun atas dasar prinsip “I how relationship” bukan hubungan yang bersifat “I- it relationship”. Dalam hubungan dengan ciri”I thou relationship”, setiap individu memandang dan memerlukan individu lainnya sebagai subyek, pribadi yang patut di hargai, dihormati dan memiliki kebutuhan dan kewenangan sendiri untuk menentuksan keputusan dan pilihannya sendiri. Iklim dan budaya sekolah yang bercirikan model hubungan seperti ini akan dapat membangun rasa kebersamaan dan dapat memicu berkembangnya rasa percaya diri dan kreativitas semua warga sekolah, termasuk semua siswa. Sebalinya, dalam hubungan yang dicrikan dengan”I –it relationship” , individu tertentu, katakanlah guru tertentu, memandang individu lain(katakanlah siswa) sebagai objek, perlu dituntun, tidak berhak untuk menyatakan kebutuhan dan kepentinganny, dan dapat diperlakukan sesuai kemauan dan determinasi sang guru. Ciri hubungan seperti ini akan mematikan kreatvitas dan ras apercaya diri siswa, dan cenderung mengembangkan sikap asosial, bahkan anti sosial, pada diri siswa.

PENATAAN SEKOLAH: LINGKUNGAN KELAS DAN IKLIM BELAJAR
Pada saat seorang siswa melangkah masuk dikelas, perhatian utamanya jarang sekali bertuju pada isi pelajaran. Mereka lebih tertarik pada iklim kelas atau iklim lingkungan belajar serta apa saja yang diperintahkan kepadanya untuk dikerjakan. Persepsi dan sikap siswa terhadap dirinya, sejawatnya, gurunya, dan tugasnya mempengaruhi kemampuan dan hasil belajar siswa. Misalnya, jika siswa memandang bahwa kelasnya merupakan tempat yang tidak aman dan tidak tertib maka siswa tersebut hanya akan belajar sedikit sekali. Siswa harus merasa bahwa mereka diterima oleh guru dan teman-teman sejawatnya. Jika tidak, energi mereka akan lebih diarahkan kepada upaya untuk memperoleh penerimaan daripada penguasaan isi mata pelajaran.

Lingkungan kelas:
1. Menciptakan lingkungan yang akrab dan penuh penghargaan,
2. Membangun budaya belajar,
3. Menata prosedur kelas,
4. Menata perilaku siswa,
5. Menata ruang (fisik)
\strategi pengembangan persepsi dan sikap positif (iklim belajar), apa yang harus dilakukan agar siswa:
a. Merasa diterima oleh guru dan teman sejawatnya.
1. Mencoba membangun hubungan dengan setiap siswa di kelas,
2. Memantau sikap guru sendiri,
3. Melaksanakan tata tertib kelas yang positif dan merata,
4. Menanggapi secara positif jawaban atau tugas siswa yang salah atau kurang,
5. Memberi kesempatan kepada siswa untuk belajar secara koperatif,
6. Meminta siswa mengembangkan strategi agar diterima oleh sejawatnya.
a. Merasa kelas sebagai tempat yang menyenangkan dan tertib.
1. Senantiasa menggunakan kegiatan yang melibatkan gerakan fisik,
2. Minat siswa menentukan sendiri standar rasa nyaman dan tertibnya,
3. Memperkenalkan konsep bracketing melupakan masalah dengan memikirkan hal lain,
4. Membangun dan mengkomunikasikan aturan tata tertib dan prosedur kelas,
5. Menetapakan kebijakan yang jelas tentang keselamatan fidik siswa,
6. Waspada terhadap gangguan dendam dan ancaman di dalam atau di luar kelas dan mengambil langkah-langkah untuk mencegah atau menghentikan tindak pelecehan.
Kegiatan untuk membantu siswa merasa diterima oleh guru dan teman sejawatnya:
1. Mencoba membangun hubungan dengan siswa di kelas
 Berdiskusi secara informal dengan siswa tentang topik yang menarik siswa selama dan sesudah pelajaran.
2. Memantau sikap guru sendiri
 Selama pembelajaran interaksi dengan siswa di kelas, cobalah secara sadar mengingat harapan-harapan positif.
3. Melaksanakan tata tertib kelas yang positif dan merata
 Kontak mata dengan setiap siswa di kelas sambil berbicara tataplah siswa secar bergiliran, perhatian harus tertuju ke empat sudut ruangan, berpindah ke semua bagian ruang kelas.
4. Menanggapi secara positif jawaban atau tugas siswa yang salah atau kurang
 Hargailah setiap jawaban: berikan pujian atas jawaban yang benar, identifikasi pertanyaan yang dijawab dengan salah.
5. Memberi kesempatan kepada siswa untuk belajar secara koperatif
 Menugaskan setiap anggota kelompok tanggung jawab tertentu.
6. Meminta siswa mengembangkan strategi agar diterima oleh sejawatnya
 Hindari mengingatkan siswa tentang hal negatif yang dikerjakannya atau yang terjadi pada mereka.
Kegiatan untuk membantu siswa merasa kelas sebagai tempat yang nyaman dan aman/tertib
1. Senantiasa menggunakan kegiatan ynag melibatkan gerakan fisik,
2. Minat siswa menentukan sendiri standar rasa nyaman dan tertibnya,
3. Memperkenalkan konsep bracketing melupakan masalah dengan memikirkan hal lain,
4. Membangun dan mengkomunikasikan aturan tata tertib dan prosedur kelas,
5. Menetapakan kebijakan yang jelas tentang keselamatan fidik siswa,
6. Waspada terhadap gangguan dendam dan ancaman di dalam atau di luar kelas dan mengambil langkah-langkah untuk mencegah atau menghentikan tindak pelecehan.
Bagaimana menata kelas?
Penataan ruang kelas dapat mendukung atau menghambat kegiatan pembelajaran aktif. Ruang kelas perlu ditata sedemikian rupa sehingga dapat mendukung efektifitas pembelajaran. Ada banyak model penataan kelas sesuai dengan tujuan dan kegiatan pembelajaran serta keadaan nyata di kelas. Jumla siswa, bentuk meja kursi dan perabotan yang lain akan menjadi pertimbangan dalam menata kelas.
Cara penataan kelas bisa berubah-ubah tergantung kegiatan pembelajarannya. Tata letak fisik pada umumnya bersifat sementara, luwes dan sesuai dengan kenyataan. Artinya guru dapat mengadakan perubahan setiap saat sesuai dengan kebutuhan dan kesesuain dengan materi ajarnya. Berikut ada beberapa model tata letak yang mungkin dapat dipertimbangkan dan dipilih.
Berikut ini 9 penataan kelas yang dapat dipertimbangkan untuk digunakan. Sekali lagi, tidak ada bentuk yang paling baik. Semua baik bila digunakan sesuai dengan tujuan pembelajaran dan kondisi nyata di kelas.
1. Formasi Tanda Pangkat
Susunan ruang kelas tradisional (deretan meja dan kursi) tidak kondusif bagi pelaksanaan belajar aktif. Bila satu kelas terdiri 30 orang siswa atau lebih, adakalanya perlu menata kelas dengan “gaya ruang kelas”. Formasi V atau tanda pangkat dapat mengurang jarak antar siswa, penglihatan yang lebih baik ke depan kelas. Siswa saling melihat, daripada deretan lurus.
2. Gaya Tim
Mengelompokkan meja secara melingkar di dalam ruang kelas memungkinkan anda untuk meningkatkan interaksi tim. Di samping itu, anda dapat menempatkan meja untuk membentuk formasi yang paling akrab.
3. Bentuk U
Merupakan formasi serbaguna. Siswa dapat menggunakan permukaan meja untuk membaca dan menulis, dapat melihat anda dan atau media visual anda dengan mudah.
4. Meja Konferensi
Formasi ini sangat baik bila mejanya relatif bundar atau persegi. Formasi ini meminimalkan dominasi guru dan memaksimalkan peran siswa. Meja nernetuk persegi panjang bisa menciptakan kesan formal jika guru berada di ujung meja.
5. Lingkaran
Interaksi tatap muka akan lebih baik dengan hanya menempatkan siswa dalam formasi lingkaran tanpa meja. Formasi ini sangat ideal untuk diskusi kelompok besar. Bila ada ruang lingkaran yang memadai, anda dapat meminta siswa untuk menata kursi.
6. Ruang Kerja
Formasi ini cocok untuk lingkaran aktif khas laboratorium di mana siswa duduk di ruang kerja untuk mengerjakan soal atau tugas (misal: hitung-menghitung, mengoperasikan mesin, melakukan kerja laboratorium) segera setelah ditunjukkan caranya. Cara yang baik untuk mendorong kemitraan dalam belajar adalah dengan menempatkan dua siswa pada tempat kerja yang sama dan berhadapan.
7. Pengelompokkan Berpencar
Jika ruang kelas anda cukup besar atau tersedia tempat ruangan yang memungkinkan, tempatkanlah meja/kursi yang dapat digunakan oleh sub-sub kelompok untuk melakukan aktivitas belajar berbasis-tim. Usahakan berpencar agak menjauh untuk menghindari tidak saling mengganggu.
8. Ruang Kelas Tradisional
Jika memang tidak memungkinkan untuk membuat formasi lengkung, cobalah mengelompokkan kursi secara berpasangan untuk memungkinkan belajar secara berpasanagan. Aturlah deretan dalam jumlah genap dan beri ruang cukup antar deret agar pasanagn siswa dalam deret ganjil dapat memutar kursi sehingga terbentuklah “kuartet” dengan pasangan yang duduk tepat di belakangnya.
9. Auditorium
Lingkungan auditorium memang kurang kondusif untuk kegiatan belajar aktif, namun masih ada harapan untuk itu. Jika kursinya masih bisa dipindah, tempatkanlah dalam bentuk busur untuk menciptakan kedekatan dan siswa dapat melihat bagian depan dengan jelas. Jika kursinya sudah tidak dapt dipindah-pindah, maka perintahkanlah siswa untuk duduk sedekat mungkin dengan bagian tengah.
Ada beberapa prinsip yang perlu dipertimbangkan dalam penataan kelas:
a. Mobilitas
Kemudian bergerak baik bagi guru untuk berkeliling memantau proses belajar anak dan memberikan bantuan. Kemudahan bergerak bagi siswa untuk berbagai keperlua di kelas.
b. Aksesibilitas
Kemudian bagi semua pihak untuk menjangkau berbagai hal seperti alat bantu belajar dan sumber belajar yang ada di kelas.
c. Komunikasi
Kemudahan guru dan siswa untuk mengungkapkan gagasan, pikiran dan perasaan melalui berbagai kegiatan berkomunikasi baik secara berkelompok atau klasikal.
d. Interaksi
Kemudahan bagi semua siswa dan guru untuk saling berinteraksi untuk berbagai kegiatan dan kepentingan.
e. Dinamika
Suasana kelas tidak menoton dengan satu model penataan untuk berbagai kegiatan pembelajaran dari berbagai mata pelajaran. Model penataan selalu berubah dan berkembang sesuia dengan mata pelajaran, tujuan, kegiatan pembelajaran.
Kondisi dan lingkungan yang perlu menjadi perhatian dan kepedulian dalam menunjang terciptanya pembelajaran seperti berikut ini:
1. Ruangan tempat berlangsungnya pembelajaran
Ruangan tempat belajar harus memungkinkan para peserta didik dapat bergerak leluasa, tidak berdesak-desakan, sehingga tidak saling, mengganggu satu sama yang lainnya pada saat terjadi aktivitas pembelajaran. Besarnya ruangan kelas sangat tergantung pada berbagai hal diantaranya:
a. Jenis kegiatan (kegiatan pertemuan tatap muka klasikal dalam kelas atau bekerja di ruang praktikum),
b. Jumlah siswa yang melakukan kegiatan (kegiatan bersama secara klasikal atau kegiatan dalam kelompok kecil). Jika ruangan tersebut mempergunakan hiasan, pakailah hiasan yang mempunyai nilai pendidikan yang dapat memberi daya terapi bagi anak pelanggar disiplin. Ruang belajar merupakan tempat siswa dan guru melaksanakan kegiatan belajar-mengajar meliputi ruang kelas, ruang laboratorium, dan ruangan auditorium.
Ruang Kelas
Ruang kelas harus diusahakan memenuhi syarat berikut:
a. Ukuran ruang kelas 8 x 7 m
b. Dapat memberikan keleluasaan gerak, komunikasi pandangan dan pendengaran
c. Cukup cahaya dan sirkulasi udara
d. Pengaturan perabot agar memungkinkan guru dan siswa dapat bergerak leluasa
e. Daun jendela tidak mengganggu lalu lintas
Ruang Laboratorium
Sekolah dasar yang memiliki runag laboratorium, harus ditata denga syarat sebagai berikut:
a. Tata letak perabot mudah diatur sesuai dengan keperluan setiap saat.
b. Diatur sedemikian rupa sehingga mudah bergerak dan mudah dimanfaatkan.
c. Fasilitas air dan penerangan cukup tersedia.
d. Air limbah dan saluran ruang laboratorium tidak mencemari lingkungan sekitarnya.
e. Tersedia lemari penyimpanagan untuk bahan dan alat.
f. Lantai tidak licin dan dinding sebaiknya berwarna putih.
g. Bahan yang membahayakan harus disimpan pada tempat yang aman.
Runag Aula/Serba Guna
Bagi sekolah yang memiliki ruang aula, agar berfungsi sebagi tempat pembelajaran, dan berfungsi juga sebagai tempat diskusi, maka ruang tersebut harus diatur dengan baik dan dilengkapi dengan peralatan sebagai berikut:
a. Panggung pertunjukan
b. Ruang ganti pria/wanita secar terpisah
c. Kamar mandi/wc pria/wanita secara terpisah pula
d. Lantai harus datar dan tidak licin
e. Dinding ruang aula dilapisi oleh lapisan perendam suara supaya suara tidak bergema
f. Bak pasir
g. Matras
2. Pengaturan tempat duduk
Dalam mengatur tempat duduk yang penting adalah memungkinkan terjadinya tatap muka.
Beberapa kemungkinan pengaturan tempat duduk seperti berikut:
 Pola berderet atau berbaris-berjajar
Pengaturan tempat duduk seperti ini adalah pengeturan tempet duduk paling popular. Pada umumnya tempat duduk siswa diatur menurut tinggi pendeknya siswa. Siswa yang tinggi duduk di belakang, sedangkan siswa yang pendek duduk di depan.
 Pola susunan berkelompok
Pola ini mengatur tempat duduk siswa secara berkelompok ini memungkinkan siswa dapat berkomunikasi dengan mudah satu sama lainnya dan dapat berpindah dari satu kelompok kekelompok lainnya secara bebas.
 Pola formasi tapal kuda
Pola ini menempatkan posisi guru bersedia ditengah-tengah para siswanya. Pola semacam ini dapat dipakai jika pelajaran banyak memerlukan diskusi antar siswa dengan guru. Posisi guru dalam pengaturan tempat seperti terpisah dari kelompok, namun tetap kelompok dalam pengawasan guru.
 Pola lingkaran atau persegi
Pola pengaturan tempat duduk lingkaran atau persegi baik juga untuk mengajar dan disajikan dengan metode diskusi. Hakikatnya dalam pola lingkaran atau persegi biasanya tidak ada pemimpin kelompok. Bila ada yang hendak direkam atau dicatat maka bentuk ini sangat tepat.
Kemungkinan dari pola-pola penegturan tempat duduk tersebut diatas ada pola lain yang membatasi ruang gerak baik secara individual maupun secar kelompok. Dengan demikian perlu ada tempat-tempat khusus, dimana siswa dengan siapa saja, dimana saja dapat belajar dengan baik.
3. Ventilasi dan pengaturan cahaya
Suhu, ventilasi dan penerangan (kendati gurupun sulit mengaturnya karena sudah tersedia) adalah aset penting untuk terciptanya suasana belajar yang nyaman. Oleh karena itu, ventilasi cukup menjamin kesehatan siswa. Jendela harus cukup besar sehingga memungkinkan cahaya matahari masuk, udara sehat dengan ventilasi yang baik, sehingga semua siswa dalam kelas dapat menghirup udara yang segar yang cukup mengandung O2.
4. Pengaturan penyimpangan barang-barang
Barang-barang hendaknya disimpan pada tempat yang khusus yang mudah dicapai kalau segera diperlukan dan akan dipergunakan bagi kepentingan kegiatan belajar. Cara pengambilan barang dari tempat khusus, penyimpangan, dan sebagainya, hendaklah diatur sedemikian rupa sehingga barang-barang tersebut segera dipergunakan. Hal yang tidak kalah pentingnya adalah pengamanan terhadap barang yang mudah meledak atau terbakar. Alat pengaman harus tersedia, seperti alat pemadam kebakaran, P3K, dan sebagainya.
Hal lain yang perlu diperhatikan untuk menciptakan lingkungan belajar adalah kebersihan dan kerapian. Berkaitan dengan kondisi fisik, dari yang sederhana sampai kepada yang ideal yang meliputi pengaturan ruang tempat berlangsungnya pembelajaran, pengaturan tempat duduk, oleh karena itu seorang guru sebaiknya membuat peraturan yang mengatur kelompok kerja yang membersihkan ruangan, menyiapkan kapur tulis, mengganti taplak meja dan sebagainya. Guru harus membagi tanggung jawab peraturan kondisi fisik itu menjadi milik siswa di kelas tersebut, dan tidak hanya dimiliki siswa di kelas tersebut, dan tidak hanya dimiliki oleh seorang guru. Siswa harus aktif dalam membuat keputusan mengenai tata ruang, dekorasi, dan sebagainya.
Berkaitan dengan kondisi fisik, dari yang sederhana sampai kepada yang ideal yang meliputi pengaturan ruang tempat berlangsungnya pembelajaran, pengaturan tempat duduk, dan pengaturan penyimpanagn peralatan dapat diperhatikan bagan berikut.




































Gambar: tempat duduk siswa pola berderet atau berbaris
































Gambar: tempat duduk siswa pola kelompok


































Gambar: tempat duduk siswa pola tapal kuda atau pola setengah lingkaran




























Gambar: tempat pola lingkaran dan persegi





























































































































































B. Kondisi Sosio-Emosional
Kondisi sosio-emosional akan mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap proses belajar-mengajar, kegairahan siswa dan efektifitas tercapainya tujuan pengajaran. Kondisi sosio-emosional tersebut meliputi hal-hal berikut ini.
1. Tipe kepemimpinan
Peranan guru, tipe kepemimpinan guru atau administrator akan mewarnai suasana emosional di dalam kelas. Tipe kepemimpinan yang lebih berat pada otoriter akan menghasilkan sikap siswa yang submissive atau apatis. Tetapi di pihak lain juga akan menumbuhkan sikap yang agresif.
Kedua siakp siswa yaitu apatis dan agresif ini dapat merupakan sumber problema manajemen, beik yang sifatnya individual maupun kelompok kelas sebagai keseluruhan.
Dengan tipe kepemimipnan yang otoriter siswa hanya akan aktif kalau ada guru dan kalau tidak ada guru yang mengawasi maka semua aktivitas menjadi menurun. Aktivitas proses belajar-mengajar sanagt tergantung pada guru dan menuntut sangat banyak perhatian dari guru. Tipe kepemimpinan yang cenderung pada laizer-fair biasanya tidak produktif waalupun ada pemimpin. Kalau ada guru, siswa lebih banyak melakukan kegiatan yang sifatnya ingin diperhatikan. Dalam kepemimpinan tipe ini malahan biasanya aktifitas siswa lebih produktif kalau gurunya tidaka ada. Tipe ini biasanya lebih cocok bagi siswa yang “innerdirected” diaman siswa tersebut aktif, penuh kemauan berinisiatif dan tidak selalu menunggu pengarahan. Akan tetyapi, kelompok siswa semacam ini biasanya tidak cukup banyak.
Tipe kepemimpinan gru yang lebih menekankan kepada sikap demokratis lebih memungkinkan terbinya sikap persahabatan guru dan siswa dengan dasar saling memahami dan saling mempercayai. Sikap ini dapat membantu menciptakan iklim yang menguntungkan bagi terciptanya kondisi belajar-mengajar optimal. Siswa akan belajar secara produktif baik pada saat diawasi guru maupun tanpa diawasi guru. Dalam kondisi semacam ini biasanya problema manajemen kelas bisa diperkecil sesedikit mungkin.
Dalam upaya menciptakan dan memelihara kondisi belajar yang optimal, guru harus menempatkan diri sebagai:model, pengembang, perencana, pembimbing, dan facilitator (Contra, 1990).
Guru sebagai model adalah guru yang tidak menuntut banyak disiplin kalau melainkan sebagai model. Ia mengharapkan dengan pemodelan yang ditampilkan dapat memberi pengalaman dan keantusiasan belajar siswa. Ia tidak menekankan kepada daya ingat terhadap apa yang dikatakan, melainkan menginginkan siswa menemukan ide atau gagasan baru pada akhir pembelajaran.
Guru sebagai pengembang adalah guru yang ahli dalam melaksanakan tugas dengan format yang benar dan tepat. Ia tidak membiarkan dan mengijinkan siswa bolos atau malas tanpa alasan yang sah. Ia suka mengadakan penilaian terhadap segala bidang yang dikerjakan paar siswa. Ia suka mawas diri pada saat mengajar.
Guru sebagai perencana adalah guru yang ahli dalam bidangnya, yang mengatur kelas sebagai tata ruang belajar. Ia memiliki pengetahuan dan wawasan luas. Ia menganggap bahwa para siswa belajar kepadanya karena ingin mempelajari sebanyak mungkin apa yang diketahui guru.
Guru sebagai pembimbing adalah guru yang saling membelajarkan antara dirinya dengan sesama dan siswanya. Ia mengajar dalam sistem sosial yang dinamis. Ia mengharapkan ada interaksi belajar antara diri dan siswanya. Ia mengajar karena mengetahui adanya pekemmbangan pribadi masing-masing individu, yang mengembangkan suasana saling percaya dan keterbukaan.
Guru sebagai fasilitator adalah guru yang menyadari bahwa pekerjaannya merespon tujuan para siswa sekalipun kesulitan belajar. Ia bnayak mendengar dan sertanya kepada siswa. Ia menginginkan siswa dapat belajar dan mencapai tujuan sesuai harapannya.


















































































































































































2. Sikap guru
Sikap guru dalam menghadapi siswa yang melanggar peraturan sekolah hendaknya tetap sabar, dan tetap bersahabat dengan suatu keyakinan bahwa tingkah laku siswa akan dapat diperbaiki. Kalaupun guru terpaksa membenci, bencilah tingkah lakunya siswa dan bukan membenci siswanya itu sendiri. Terimalah siswa denganhangat sehingga ia insyaf akan kesalahannya. Berlakulah adil dalam bertindak. Ciptaakn satu kondisi yang menyebabkan siswa saadr akan kesalahannya sehingga ada dorongan untuk memperbaiki kesalahannya.


















































3. Suara guru
Suara guru, walaupun bukan faktor yang besar, turut mempunyai pengaruh dalam belajar. Suara yang melengking tinggi atau senantiasa tinggi atau demikian rendah sehingga tidak terdengar oleh siswa secar jelas dan jarak yang agak jauh akan mengakibatkan suasana gaduh. Keadaan seperti itu, juga akan membosankan sehingga pelajaran cenderung tidak diperhatikan. Suara yang relatife rendah tetapi cukup jelas dengan volume suara yang penuh dan kedengarannya rileks akan mendorong siswa memperhatikan pelajaran. Mereka akan lebih berani mengajukan pertanyaan, melakukan percobaan sendiri, dan sebagainya. Tekanan suara hendaknya bervariasi sehingga tidak membosankan siswa yang mendengarnya. Hal penting dan semuanya adalah proses pembelajaran akan semakin terarah.
4. Pembinaan hubungan baik
Pembinaan hubungan baik (report) antar guru dan siswa dalam masalah manajemen kelas adalah hal yang sangat penting. Dengan terciptanya hubungan baik guru-siswa, diharapkan siswa senantiasa gembira, penuh gairah dan semangat, bersikap optimistik, realistik dalam kegiatan belajar yang sedang dilakukannya serta terbuka terhadap hal-hal yang ada pada dirinya.











































































C. Kondisi Organisasional
Kegiaatn rutin yang secara organisasional dilakukan baik tingkat kelas maupun paad tingkat sekolah akan dapat mecegah masalah manajemen kelas. Dengan kegiatan rutin yang telah diatur secara jelas dan telah dikomunikasikan kepada semua siswa secara terbuka sehingga jelas pula bagi mereka, akan menyebabkan tertanamnya pada diri setiap siswa kebiasaan yang baik. Di samping itu mereka akan terbiasa bertingkah laku secra teratur penuh disiplin pada semua kegiatan yang bersifat rutin itu. Kegiatan rutinitas tersebut antara lain:
1. Pergantian pelajaran
Untuk beberapa pelajaran mungkin ada baiknya siswa tetap berada dalam suatu ruangan dan guru yang datang ke ruangan tersebut. Tetapi untuk pelajaran-pelajaran tertentu, seperti bekerja di laboratorium, olah raga, kesenian, menggambar, dan sejenisnya, siswa diharapkan pindah ruangan. Hal rutin semacam ini hendaknya diatur secara tertib. Misalnya ada tenggang waktu bagi siswa untuk berpindah ruang. Perpindahan siswa dari satu ruang ke ruang lain dipimpin oleh ketua siswa. Runagan-runagan diberi tanda dengan jelas. Siswa berkewajiban membereskan ruangan dan alat perlengkapan yang telah dipakai setelah pelajaran usai. Kegiatan ini dipimpin oleh petugas piket dengan pengawasan guru.
2. Guru berhalangan hadir
Jika suatu saat seorang guru berhalangan hadir oleh satu atau lain sebab, maka siswa harus sudah tahu cara mengatasinya. Misalnya siswa disuruh tetap berada dalam kelas untuk menunggu guru pengganti selama waktu tertentu. Bila setelah waktu yang ditentukan guru pengganti juga belum datang ketua siswa diwajibkan lapor kepada guru piket. Kemudian guru piket mengambil inisiatif untuk mengatasi kekosongan guru tersebut. Mungkin juga kepala sekolah yang bertugas mengisi kekosongan itu sebelum guru kelas tersebut hadir.
3. Masalah antar siswa
Jika terjadi masalah antar siswa yang dapat diselesaikan antar mereka, ketua siswa dapat melapor kepada wali kelas untuk bersama-sama memecahkan dan mengatasi masalah tersebut. Bila pemecahannya belum tentus diselesaikan, ketua siswa bersama wali kelas atau juga mungkin OSIS dapat menhadap pimpinan sekolah untuk mendapatkan petunjuk kebijakan untuk mengatasi masalah tersebut. Demikian pula kalau ada usul kegiatan dari siswa, misalnya kantin, kunjungan kesekolah lain, pentas seni, prosedur tersebut yang sama dapat ditempuh.
4. Upacara bendera
Jadwal dan pengaturan upacar bendera harus sudah ditentukan. Pengaturan ini meliputi giliran yang bertugas baik dari pihak guru maupun dari pihak siswa. Sehingga semua sivitas tahu persis jadwal upacara, pakaian yang harus dikenakan, atur acara upacara pengumuman sekolah, dan siapa yang harus menjadi pembina upacara yang sekaligus memberi nasehat atau pengarahan pada upacar tersebut.
5. Kegiatan lain
Kegiatan lain yang merupakan kegiatan rutin kelas atau sekolah antara lain adalah:
a. Menanyakan kesehatan dan kehadiran siswa,
b. Prosedur penyampaian informasi dari sekolah kepada guru dan siswa,
c. Penyampaian peraturan sekolah yang baru,
d. Kegiatan yang bersifat rekreasi dan sosial seperti pesta sekolah, pekan seni dan olah raga, hari libur, kematian anggota sivitas, ikut menanggulangi bencana alam.
Kegiatan itu semua sudah diatur secra jelas, tidak kaku dan harus cukup fleksibel tertuang dalam jadwal kegiatan sekolah.
D. Kondisi Administrasi Teknik
Kondisi administrasi teknik akan turut mempengaruhi manajemen pembelajaran ke dalam kondisi administrasi teknik ini termasuk:
1. Daftar presensi
Daftar presensi siswa dan guru hendaknya dikelola sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu kegiatan belajar yang sedang berlangsung. Hendaknya diadakan pengecekan secara periodik terhadap daftar presensi ini.
2. Ruang bimbingan siswa
Ruang khusus, hendaknya tersedia yang dapat digunakan untuk keperluan bimbingan siswa yang dilakukan oleh guru, wali kelas atau guru pembimbing di sekolah.
3. Tempat baca
Tempat baca yang dapat dimanfaatkan oleh para siswa pada waktu istirahat atau pada waktu luang, hendaknya tersedia. Begitu juga tempat bermain dan alat bermain yang mengandung nilai edukatif akan sangat membantu mengatasi masalah manajemen kelas.
4. Tempat sampah
Tempat sampah hendaknya tersedia paad tempat khusus sehingga siswa didorong untuk membiasakan diri hidup teratur.
5. Catatan pribadi siswa
Catatan pribadi siswa mempunyai peranan penting dalam hubngannya dengan manajemen kelas, baik dalam rangka pencegahan maupun dalam rangka mengatasi tingkah laku yang sudah terlanjur. Dengan catatan pribadi siswa, guru akan mengenal siswa secara lebih lengkap termasuk latar belakang kehidupannya. Selain itu catatan pribadi dapat berfungsi:
a. Secara umum sebagai alat coking terhadap efektifitas program sekolah baik bagi siswa secar individual maupun bagi siswa secara keseluruhan;
b. Sebagai suatu sarana untuk memahami siswa dengan latar belakang kehidupannya secra lebih baik;
c. Sebagi alat bantu bagi orang tua mengenal putra-putrinya secara lebih baik;
d. Sebagai alat bantu bagi siswa itu sendiri dalam memahami dirinya sendiri.
Isi catatan pribadi siswa daapt meliputi kehadiran, catatan akademik seperti hasil tes bakat, kecepatan membaca, kesehatan fisik, sikap sosial, catatan anekdotal dan sebagainya. Bentuk catatan pribadi siswa hendaknya baik, menarik, bersih, dan menggunakan tinta hitam. Untuk mngisi catatan pribadi siswa, guru dapat mempergunakan sumber dengan observasi langsung dari anak, sertanya kepada orang tua teman-temannya, dan sebagainya. Contoh format catatan pribadi siswa dapat disimak pada lampiran. Selain itu di sekolah, hendaknya juga tersedia petunjuk-petunjuk tentang penggunaan perpustakaan, WC sekolah, dan alat-alat pengaman yang tersedia.
B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Belajar
Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar banyak jenisnya, tetapi dapat dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern adalah faktor yang ada daalm diri individu yang sedang belajar, sedangkan faktor ekstern adalah faktor yang ada di luar individu.
a. Faktor Intern
Faktor ini meliputi faktor jasmaniah, faktor psikologis, dan faktor kelelahan.
1. Faktor jasmaniah
Proses belajar seorang siswa akan terganggu jika kesehatan siswa tersebut terganggu. Selain itu juga ia akan cepat lelah, kurang bersemangat, mudah puling, dan ngantuk jika badannya lemah, kurang darah ataupun ada gangguan/kelainan fungsi alat inderanya serta tubuhnya.
Demikian juga apabila siswa catat tubuh, hal itu akan mempengaruhi belajar. Ssiwa yang cacat, belajarnya akan terganggu. Jika hal ini terjadi hendaknya siswa tersebut belajar pada lembaga pendidikan khusus atau diusahakan dengan memberi alat bantu agar dia dapat menghindari atau mengurangi kecacatannya.
2. Faktor psikologis
Sekurang-kurangnya ada tujuh faktor yang tergolong ke dalam faktor psikologis yang mempengaruhi belajar. Faktor-faktor itu adalah:
a. Intelegensi
Intelegensi besar pengaruhnya terhadap kemajuan belajar. Dalam situasi yang lama, siswa yang mempunyai tingkat intelegensi yang tinggi akan lebih berhasil dari pada siswa yang mempunyai tingkat intelegensi yang rendah. Kendatipun begitu, siswa yang mempunyai tingkat intelegensi yang tinggi belum tentu berhasil yang kompleks dengan banyak faktor yang mempengaruhinya. Siswa yang memiliki tingkat intelegensi normal dapat berhasil denagn baik dalam belajarnya jika kondisi yang diciptakan mendukung tejadinya pembelajaran yang efisien dan efektif.
b. Perhatian
Untuk menjamin hasil belajar yang baik siswa harus mempunyai perhatian yang penuh terhadap bahan yang dipelajarinya. Agar tumbuh perhatian sehingga siswa dapat belajar dengan baik, bahan pelajaran harus diusahakan selalu menarik perhatian. Caranya antara lain adalah dengan mengusahakan pelajaran itu sesuai dengan hobi atau bakatnya, berkualitas, aktual dan mengkaitkan bahan tersebut dengan pelajaran yang lalu, mengemukakan manfaat bagi anak baik dengan pelajaran yang sedang dibicarakan maupun dengan bahan yang akan datang, dan manfaat kelak dimasyarakat.
c. Minat
Minat besar pengaruhnya terhadap belajar anak. Bila bahan pelajaran yang dipelajari tidak sesuai dengan minat siswa, siswa tidak dapat belaajr dengan sebaik-baiknya. Jika ada siswa kurang atau tidak berminat terhadap belajar perlu diusahakan cara membangkitkan minat tersebut. Minat dapat ditumbuhkan dengan berbagai cara. Cara tersebut antara lain adalah dengan menvariasikan media pembelajaran, mengembangkan metode pembelajaran, menjelaskan hal-hal yang menarik dan berguna bagi kehidupan siswa, dan mengkaitkan denagn hal-hal yang berhubungan dengan cita-cita siswa.
Ingat: untuk menumbuhkan perhatian dan minat para siswa pembelajaran dapat juga dikembangkan melalui pendekatan pembelajaran terpadu. Pembelajaran terpadu adalah ciri khas dari kurikulum program DII PGSD.
d. Bakat
Peserta didik bagaikan sebuah golok, ada bagian yang runcing dan ada bagian yang tumpul (bagian punggung golok). Siswa yang memiliki bakat ibarat bagian golok yang runcing. Jika bahan pembelajaran yang dipelajari oleh siswa yang berbakat maka pelajaran itu akan cepat dikuasai, sehingga hasil belajarnya pun akan lebih baik. Daalm hal ini guru tidak bersusah payah menjelaskan berkali-kali. Lain halnya terhadap siswa yang kurang berbakat. Guru harus bnersabar dan telaten melayani mereka, yaitu dengan sering dan berulang kali menjelaskan bahan tersebut. Dengan seringnya menjelaskan bahan akhirnya siswa tadi diharapkan dapat menguasai bahan yang diajarkan.
e. Motif
Dalam proses belajar mengajar harus memperhatikan motif belajar siswa atau faktor-faktor yang mendorong belajar siswa. Dengan mengetahui latar belakang atau motif siswa belajar, maka guru dapat mengajak para siswa untuk berpikir dan memusatkan perhatian, merencanakan dan melaksanakan kegiatan yang berhubungan serta menunjang belajar.
f. Kematangan
Kematangan merupakan tingkat ata fase dalam pertumbuhan seseorang. Hal ini antara lain ditunjukkan oleh anggota-anggota tubuhnya sudah siap untuk melaksanakan kecakapan baru. Kematangan belum berarti siswa dapat melaksanakan kegiatan secara terus menerus. Agar kematangan yang ada pada diri siswa dapat dikembangkan perlu diciptakan suatu kondisi yang memungkinkan kematangan tersebut dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya. Kondisi atau cara itu antar lain adalh dengan pemberian latihan yang terus menerus dan konsisten, pemberian tugas yang bertingkat dan berkesinambungan dari sederhana ke kompleks.
g. Kesiapan
Kesiapan erat kaitannya dengan kematangan. Siswa sudah dikatakan sudah memiliki kearsipan apabila pada dirinya ada kesediaan untuk memberi respon atau bereaksi. Kesiapan ini perlu diperhatikan oleh guru daalm proses belajar. Pembelajaran yang diikuti oleh para peserta didik yang memiliki kesiapan tinggi akan terjadi proses pembelajaran yang optimal dan hasil belajarnya pun akan lebih baik.
3. Faktor kelelahan
Kelelahan baik jasmani ataupun rohani dapat mempengaruhi keberhasilan dalam belajar. Oleh karena itu, guru harus memberikan pengertian kepada para siswa untuk berusaha menghindari terjadinya kelelahan dalam belajarnya. Misanya, para siswa diberi penjelasan agar mereka mengusahakan tidur dan istirahat yang cukup dan teratur, mengusahakan variasi dalam belajar, olah raga secar teratur agar kondisi badan tetap segar.
b. Faktor Ekstern
Faktor ekstern yang berpengaruh terhadap belajar dapat dikelompokkan ke dalam faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat.
1. Faktor keluarga
Para siswa yang sedang belajar akan menerima pengaruh dari keluarga berupa:
a) Cara orang tua mendidik,
b) Relasi/hubungan antara anggota keluarga,
c) Suasana rumah,
d) Keadaan ekonomi keluarga,
e) Sikap dan perhatian orang tua,
f) Latar belakang kebudayaan orang tua.
2. Faktor sekolah
Faktor sekolah mempengaruhi belajar meliputi hal-hal yang berkaitan dengan:
a) Metode mengajar,
b) Kurikulum,
c) Hubungan guru dengan para siswa ,
d) Hubungan siswa dengan siswa,
e) Disiplin sekoalh,
f) Peralatan/ media pelajaran,
g) Waktu sekolah,
h) Sarana dan prasarana sekolah,
i) Metode belajar siswa,
j) Tugas sekolah.
3. Faktor masyarakat
Masyarakat merupakan faktor ekstern yang juga berpengaruh terhadap perkembangan pribadi siswa, yang pada akhirnya akan mempengaruhi terhadap keberhasilan siswa dalam belajar. Pengaruh tersebut terjadi karena keberadaab siswa dalam masyarakat. Faktor masyarakat ini banyak berkaitan dengan:
a. Kegiatan siswa dalam masyarakat
b. Mass media yang beredar/ada dalam masyarakat
c. Pengaruh teman bergaul
d. Pola hidup masyarakat.
C. Mengajar yang Efektif
Mengajar adalah membimbing siswa agar mereka mengalami proses belajar. Dalam belajar paar siswa menghendaki hasil belajar yang efektif demi tuntutan tersebut guru harus membantu denagn cara mengajar yang efektif pula.
Mengajat efektif adalah mengajar yang dapat membawa belaajr yang efektif. Untuk dapat mengajar secara efektif guru harus mampu menciptakan iklim belajar yang menunjang terciptanya kondidi yang optimal dan terjadinya proses belajar. Kondisi yang dimaksud hanay dapat terjadi apabila guru mengaajar menggunakanan prinsip-prinsip mengajar.
Mursel daalm hal ini menegmukaakn enam prinsip mengajar, yang apabila ke enam prinsip mengaajar itu digunakan/ di tempatkan dengan sebaik-baiknya maka iklim belajar yang menunjang terciptanya kondisi bagi terjadinya proses belajar akan dicapai. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut:
a. Konteks
Belajar, sebagian besar tergantung pada konteks belajar itu sendiri. Situasi problematik yang mencakup tugas untuk belajar hendaknya dinyatakan dalam kerangka konteks yang dianggap penting plan memaksa bagi pelajar dan melibatkan siswa menjadi peserta yang aktif, justru karena tujuan itu sendiri. Hendaknya tugas itu dinyatakan dalam kerangka suatu konteks yang sifatnya konkret, dapat ditiru dan dapat dialksanakan dengan teratur. Selain itu, tugas tersebut harus dapat memberikan dorongan selaus-luasnya untuk bereksperimentasi, bereksplorasi, dan daya penentu. Tugas tersebut dapat juga mengarah kepada pengawasan melalui pengertian dan pemahaman serta yang memungkinkan transfer dari dan kepihak lain. Ciri-ciri konteks yang baik adalah:
1) Dapat membuat pelajar menjadi lawan berinteraksi secra dinamis dan kuat,
2) Terdiri dari pengalaman yang aktual dan konkret,
3) Pengalaman konkret yang dinamis merupak alat untuk menyusun pengertian dan bersifat sederhana dan pengalaman itu dapat ditiru untuk diulangi.
b. Fokus
Proses pembelajaran perlu diorganisasikan dengan bahan belajar. Disamping itu pembelajaran yang penuh makna dan efektif harus diorganisasikan disekitar satu fokus. Pengajaran akan berhasil dengan menggunakan vokalisasi, sehingga mutu pembelajaran lebih meningkat. Untuk mencapai pembelajaran yang efektif, harus dipilih fokus yang memiliki ciri-ciri yang baik, seperti uraian berikut ini:
1) Memobilisasi tujuan
Untuk mendapatkan hasil yang optimal, pengajaran harus dapat membangkitkan keinginan untuk belajar. Konteks bermaksud membengkitkan tujuan, sedangkan fokus merumuskan dan mengarahkan tujuan. Jadi fokus belajar mengajar yang baik harus mampu memobilisasi keinginan belajar.
2) Memberi bentuk dan uniformitas pada belajar
Belajar yang efektif mempunyai ciri antara lain uniformitas (keseragaman). Keseragaman artinya terdapat koordinasi intern dari relasi-relasi yang terdapat dalam unit pelajaran itu, atau terdapat strukturalisasi sehingga dapat menimbulkan fokus yna wajar.
3) Mengorganisasi belajar
Mengorganisasi belajar sebagai suatu proses eksplorasi dan penemuan pokus yang baik harus menimbulkan suatu pertanyaan yang perlu dijawab, suatu soal yang perlu di pecahkan, suatu pengertian yang harus dipahami dan digunakan. Dengan demikian, akan timbul orgsnisasi belajar yang tepat, yng memungkinkan terjadinya proses penangkapan pengertian, melihat eksplorasi dan penemuan. Seorang guru yang baik akan selalu berusaha mengajak siswa belajar melaluio penemuan dan pemecahan soal atau masalah.
c. Sosialisasi
Dalam proses belajar siswa melati bekerja sama dalam kerja kelompok, diskusi dan sebagainya. Mereka bertanggung jawab bersama dalam proses pemecahan masalah timbulnya pertanyaan,saran, dan komentar mendorong siswa untuk brfikir lebi lanjut dan berusaha memperbaiki kekurangannya. Mutu makna dan efektivitas blajar sebagian besar tergantung pada kerangka sosial tempat belajar itu sangatlah berlaku. Disini berlaku rinsipo pengajaran sosialisasi. Kondisi sosial pada suatu kelas banyak sekali pengaruhnya terhadap proses belajar yang sedang berlangsung dikelas itu.
d. Individualisasi
Dalam mengorganisai belajar mengajar guru memperhayikan tarafm kesanggupan siswa dan merangsangnya untuk menentukan bagi dirinya sendiri apa yang dilakukan sebaik-baiknya. Belajar dengan penuh makna harus dilaksanan sesusai dengan bakat dan kesanggupan serta dengan tujuan siswa sendiri, dan dengan prosedur esperimental yang berlaku. Individu yang satu berbeda dengan individu yang lain. Belajar memang harus merupakan persoalan individual, tetapi sejauh mana perbedaan cara belajar itu dari yang dilakukan oleh individu lain, hal ini perlu diketahui.
e. Urutan
Belajar sebagai gejala tersendiri dan pada mengorganisasikannya dengan tetap berdasarkan prinsip konteks, vokalisasi, sosialisasi, dan individualisme.namun demikian, guru juga harus mempertimbangkan efektivitas dari serangkaian pelajaran yang disusun secara tepat menurut waktu atau urutannya. Untuk mencari garis yang memisahkan belajar yang tersendiri dari rangkaian proses belajar adalah merupakan suatu abstaksi. Tidak mungkin unit pelajaran yang satu terpisah dengan unit-unit lain. Atasub beberapa unit terpisah dari keseluruhan pelajaran. Bila hendak mncapai beljar yang autentik, organisasi rangkaian ataun urutan dari belajar dengan penuh makna harus dengan sendirinya bermakna pula.
f. Evaluasi
Evaluasi dilaksansakn untuk meneliti hasil dan proses belajar siswa, untuk mengetahui kesulitan-kesulitan yang kmelekat pada proses belajar itu evaluasi tidak mungkin dipisahkan dari belajar maka evaluasi harus diberikan secara wajar agar tidak merugikan. Usaha belajar efektif dan rusel ditambaqh oleh evaluasi yang bermutu dan diskrimionatif akan mengenai pada semua aspek belajar. Evaluasi merupakan bagian mutlak dari pengajarn sebagai unsur integral didalam organisasi belajar yang wajar.
Evaluasi sebagai suatu alat untuk mendapatkan cara-cara melaporkan hasil-hasil pelajaran yang dicapai dan dapat memberi laporan tentang siswa kepada sisa itu sendiri serta kepada orangtuanya. Eveluasi dapat pula digunakan untuk menilai metode bmengajar yang digunakan dan un utnka mendapoatkan gambaran komperheensip tentang siswa sebagai perseorangan, dapat juga membawa siswa pada taraf belajar lebih baik.
Pembelajaran yang efektif tergantung pada pronsip-prinsip yang telah dissebutkan didepan. Pemblajaran efektif tergantung pada corak kemaknaan yang penuh dari belajar itu. Prinsip-prinsip yang praktis tersebut saling berkaitan dan tidak dapat salah satunya diabaikan hal ini dimaksudkan agar dapat mengorganisasikan proses belajar untuk mencapai tarasf maksimal mengenai kemaknaan penuh, juga untuk mencapai efektifitas maksimal, serta mendapatkan hasil terbaik hdan autentik
Pembelajaran adalh suatu proses. Karna pembelajaran adalah suatu proses maka iya akan mencakip rangkian empat tahap yaitu orientasi, latihan, umpan balik,dan lanjutan :
1. Orientasi adalah kegiatan memberi penjelasan tentang materi/ilmu
2. Latihan adalah memberi kesempatan berlatih menerapkan materi atayu bahan
3. Umpan balik adalah kegiatan memberi penertian tentang hasil belajar yang te;ah dicapai dalam proses pembelajaran
4. Lanjutan adalah kegiatan memberi kesempatan untuk melanjutkan kajian bahan brikutnya atau kajian bahan sebelimnya apabila berdasar umpan balik matei sebelumnya belum dikuasai.













BAB V
PRINSIP-PRINSIP DISIPLIN KELAS
Latar Belakang
Disiplin bagi peserta didik adalah hal yang rumit dipelajari sebab disiplin merupakan hal yang kompleks dan banyak kaitannya yaitu berkait antara pengetahuan, sikap dan perilaku, kebenaran, kejujuran, tanggung jawab, kebebasan, rasa kasih sayang, tolong menolong dan sebagainya adalah beberapa aturan disiplin kemasyarakatan yang harus dipelajari/diketahui, disikapi dan ditegakkan oleh para siswa.
Peserta didik belajar beberapa hal dengan cara mendengarkan misalnya, tetapi mereka lebih suka mengingat dan bertindak dengan kata-kata dan gagasan mereka sendiri. Dan disini peserta didik akan belajar lebih cepat apabila mereka terlibat dalam menyusun tata tertib mereka itu. Walaupun demikian, guru harus mengarahkan dan menentukan tindakan-tindakan apa yang akan diambil bila tata tertib dilanggar, sehingga disiplin tetap dapat ditegakkan.
Terpeliharanya disiplin tidak lepas dari terpenuhinya kepentingan atau kebutuhan para pihak. Peserta didik memiliki banyak kepentingan, guru memiliki banyak kepentingan, demikian juga sekolah. Permasalahannya adalah bagaimana kepentingan-kepentingan dari masing-masing pihak dapat terpenuhi dan dapat diselaraskan agar tidak terjadi bentrokan.
Tidak terpenuhi kepentingan/kebutuhan oleh para pihak akan timbul gangguan yang mengganggu tatanan hidup dalam berinteraksi atau dalam berproses misalnya, dalam proses pembelajaran. Disamping itu para guru/sekolah perlu mencermati kepentingan/kebutuhan dalam memahami sumber-sumber pelanggaran disiplin. Dengan diketahuinya sumber gangguan disiplin maka akan diketahui pula secara teoritis cara penanggulangannya.

Disiplin yang baik adalah terjelmanya aktivitas yang mampu mengatur diri kepada terciptanya pribadi dan potensi sosial berdasar pengalaman-pengalamannya sendiri. Pemeliharaan disiplin dewasa ini pada dasarnya adalah bagaimana membantu anak mengembangkan disiplin dan menerima pusat pengendalian disiplin.
Bab yang membicarakan prinsip-prinsip disiplin kelas ini, akan mengulas pengertian disiplin; hak, kebutuhan para siswa dan tampilan guru hubungannya dengan disiplin; disiplin pada level sekolah dan kelas; membina hubungan sekolah dengan masyarakat; sumber pelanggaran disiplin sekolah; serta peraturan dan tata tertib kelas.
Dalam kaitan ini perlu diingat bahwa (1) disiplin dipertimbangkan sebagai kecenderungan dari para peserta didik menyetujui harapan para guru, (2) disiplin merupakan alat bantu menumbuhkan gagasan mutakhir dan seleksi praktik-praktik baru, dan (3) pelayanan yang layak cenderung menumbuhkan kualitas disiplin.

Tujuan
Setelah mempelajari bab ini anda diharapkan dapat:
1. Menjelaskan dengan kata-kata sendiri pengertian disiplin kelas,
2. Mengemukakan alasan mengapa basis kemanusiaan dan prinsip demokrasi merupakan petunjuk dan pengecek mengambil kebijakan dalam menegakkan disiplin,
3. Mengemukakan syarat-syarat pendekatan yang harus diperhatikan guru dalam menegakkan disiplin,
4. Menyimpilkan keuntungan-keuntungan terpeliharanya disiplin bagi para peserta didik,
5. Menarik kesimpulan bahwa menegakkan disiplin bukan atau tidak berarti mengurangi kebebasan berprestasi atau berkreasi para peserta didik,
6. Menjelaskan beberapa hak para siswa dalam kaitannya dengan dunia pendidikan,
7. Menggambarkan hierarcchi kebutuhan manusia menurut Maslow,
8. Mengkaitkan terpenuhinya kebutuhan manusia dengan terpeliharanya disiplin,
9. Menjelaskan manajemen kurikuler penting dalam menegakkan disiplin,
10. Menggambarkan upaya manajerial kepala sekolah dalam memelihara disiplin sekolah,
11. Menarik kesimpulan pentingnya menjalin hubungan antara sekolah dan masyarakat,
12. Menyebutkan lingkup hubungan sekolah dan lembaga pendidikan lainnya,
13. Menyimpulkan bahwa memberi atau meminta laporan secara teratur kepada aparat keamanan penting bagi langkah pemeliharaan disiplin sekolah,
14. Menyebutkan beberapa kondisi yang dapat menyebabkan disiplin sekolah terganggu,
15. Menjelaskan alasan mengapa penguatan verbal dan non verbal berpengaruh kepada terciptanya disiplin kelas,
16. Menjelaskan beberapa masalah yang ditimbulkan guru sehingga mempengaruhi tegaknya disiplin,
17. Menjelaskan beberapa masalah yang ditimbulkan peserta didik yang mengganggu terpeliharanya disiplin,
18. Menjelaskan beberapa masalah lingkungan yang mempengaruhi terciptanya disiplin,
19. Menyebutkan sebab-sebab umum yang mengganggu tegaknya disiplin,
20. Menjelaskan pentingnya tata tertib sekolah dibuat dan disebarluaskan kepada seluruh siswa,
21. Menybutkan komponen yang perlu ada dalam tata tertib sekolah.

1. Pengertian Disiplin Kelas
Kata disiplin berasal dari bahasa latin “disciplina” yang menunjuk kepada belajar dan mengajar. Kata ini berasosiasi sangat dekat dengan istilah “disiple” yang berarti mengikuti orang belajar dibawah pengawasan seorang pemimpin. Di dalam pembicaraan disiplin dikenal dua istilah yang pengertiannya hampir sama tetapi terbentuknya satu sama lain merupakan urutan. Kedua istilah itu adalah disiplin dan ketertiban, ada juga yang menggunakan istilah siasat dan ketertiban. Di antara kedua istilah tersebut terlebih dahulu terbentuk pengertian ketertiban, baru kemudian pengertian disiplin (Suharsimi, 1993: 114).
Ketertiban menunjuk kepada kepatuhan seseorang dalam mengikuti peraturan atau tata tertib karena didorong atau disebabkan oleh sesuatu yang datang dari luar. Disiplin atau siasat menunjuk kepada kepatuhan seseorang dalam mengikuti peratran atau tata tertib karena didorong oleh adanya kesadaran yang ada pada kata hatinya. Disiplin kelas adalah keadaan tertib dalam satu kelas yang didalamnya tergabung guru dan siswa taat kepada tata tertib yang telah ditetapkan.
Disiplin merupakan sesuatu yang berkenaan dengan pengendalian diri seseorang terhadap bentuk-bentuk aturan. Disiplin merupakan sikap mental. Disiplin pada hakekatnya adalah pernyataan sikap mental dari individu maupun masyarakat yang mencerminkan rasa ketaatan , kepatuhan yang didukung oleh kesadaran untuk menunaikan tugas dan kewajiban dalam rangka pencapaian tujuan.
Sikap disiplin yang dilakukan oleh seseorng sebenarnya adalah suatu tindakan untuk memenuhi tuntutan nilai tertentu. Nilai-nilai tersebut diklasifikasikan menjadi:
a. Nilai-Nilai Keagamaan atau Nilai-Nilai Kepercayaan
Nilai ini diyakini kebenarannya sehingga melahirkan tindak-tindak disiplin yang penuh ketulusan untuk berkorban. Contoh: kewajiban sholat lima waktu dan puasa selama satu bulan pada bulan ramadhan bagi ummat islam; tidak melakukan aktivitas apapun kecuali berdoa selama satu hari pada hari Raya Nyepi bagi umat Hindu dan sebagainya.

b. Nilai-Nilai Tradisional
Nilai-nilai ini melahirkan tindak-tinduk pantangan yang kebanyakan tidak masuk akal dan mengandung misteri. Contoh: pantangan makan kaki ayam kalau tulisannya ingin baik; pantangan menduduki bantal; sialnya angka 13; pantangan menanam bunga Baugenvill di depan rumah bagi yang memiliki anak gadis dan sebagainya.

c. Nilai-Nilai Kekuasaan
Nilai ini bersumber dari penguasa yang melahirkan tindak-tanduk disiplin demi terlaksananya tata kepemimpinan menurut kehendak penguasa. Nilai ini biasanya diikuti sanksi bagi yang tidak melaksanakannya. Contoh; harus membayar seperti, harus jongkok bila penguasa datang dan sebagainya.

d. Nilai-Nilai Subjektif
Pengakuan dari nilai ini berdasarkan penilaian pribadi yang melahirkan tindak-tanduk yang egosentrik. Contoh; menurut saya hal ini tidak benar karena Pak Kiai tidak megatakannya, katanya hal tersebut dilarang karena pak Lebe menyartakan hal yang seperti itu dan sebagainya.

e. Nilai-Nilai Rasional
Nilai yang memberi penjelasan dan alasan perlu tidaknya dilakukan tindak-tinduk disiplin tertentu untuk mencapai tujuan tertentu. Contoh: jika ingin berhasil dengan baik dalam sekolah maka harus rajin belajar; jika ingin selamat maka semua pengguna jalan harus menaati peraturan rambu lalu lintas, dan sebagainya.


Kaitan dengan disiplin sekolah atau kelas, maka tindak-tanuk yang diharapkan ialah tindak-tanduk yang mencerminkan kepatuhan dan berbagai nilai yang disepakati oleh semua, baik siswa, guru, dan karyawannya yang tergantung dalam tata tertib sekolah/kelas.
Disiplin kelas merupakan hal yang esensial terhadap terciptanya perilaku tidak menyimpang dari ketertiban kelas. Dalam semangat pendekatan pendidikan disiplin hendaknya memiliki basis kemanusiaan dan prinsip-prinsip demokrasi. Prinsip kemanusiaan dan demokrasi berfungsi sebagai petunjuk dan pengecek bagi para guru dala mengambil kebijakan yang berhubungan dengan disiplin. Oleh karena itu, pendekatan disiplin yang dilakukan oleh guru harus:
a. Menggambarkan prinsip-prinsip pedagogi dan hubungan kemanusiaan;
b. Mengembangkan dan membentuk profesionalisme personel dan sosial lulusan;
c. Merefleksikan tumbuhnya kepercayaan dan kontrol dari peserta didik;
d. Menumbuhkan kesungguhan berbuat dan berkreasi, baik dikalangan guru dan peserta didik tanpa ada kecurigaan dan kecemasan;
e. Menghindari perasaan beban berat an rasa terpaksa dikalangan para peserta didik.
Disiplin mencakup setiap macam pengaruh yang ditujukan untuk membantu peserta didik. Mereka dapat memahami dan menyesuaikan diri dengan tuntutan lingkungan.
Di samping itu, disiplin juga penting sebagai cara dalam menyelesaikan tuntutan yang mungkin ingin ditunjukkan peserta didik terhadap lingkungannya. Disiplin muncul dari kebutuhan untuk mengadakan keseimbangan antara apa yang ingin dilakukan oleh indivdu dengan individu yang lain. Keseimbangan tersebut dipenuhi sampai batas-batas tertentu. Pemenuhan keseimbangan itu diusahakan sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya tanpa melanggar hak-hak orang lain.
Para peserta didik, dengan disiplin diharapkan bersedia untuk tunduk dan mengikuti peraturan tertentu dan menjauhi larangan tertentu pula. Terciptanya kesefdiaan semacam ini harus dipelajari dan harus secara sadar diterima. Itu semua adalah dalam rangka memelihara kepentingan bersama atau memelihara kelancaran tugas-tugas sekolah.
Satu keuntungan lain dari adanya disiplin adalah para peserta didik belajar hidup dengan pembiasaan yang baik, positif dan bermanfaat bagi dirinya dan lingkungannnya. Lebih lanjut dengan adanya pembiasaan tersebut maka akan tumbuh jiwa tentram dalam diri dan masyarakat sekitar.
Menegakkan disiplin tidak bertujuan untuk mengurangi kebebasan dan kemerdekaan siswa. Menegakkan disiplin justru sebaiknya, ia ingin memberi kemerdekaan yang lebih besar kepada siswa dalam batas-batas kemampuannya. Akan tetapi, juga kalau kebebasan siswa terlampau dikurangi, dikekang dengan peraturan maka siswa akan berontak dan mengalami frustasi dan kecemasan. Disekolah disiplin banyak digunakan untuk mengontrol tingkah laku siswa yang dikehendaki agar tugas-tugas di sekolah dapat berjalan dengan optimal.

2. Hak Kebutuhan Siswa Dan Tampilan Guru Hubungannya dengan Disiplin
Banyak guru baru kurang menyadari bahwa peserta didik memiliki hak-hak tertentu di dalam lingkungan sekolah. Hak-hak tersebut senmuanya diatur dan diperkut oleh peraturan dan kelaziman atau tradisi yang dipelihara oleh lingkungan sekolah dan mansyarakat. Masyarakat: orang tua, wali murid, kelompok kemasyarakatan sering membawa sejumlah kasus pelanggaran terhadap hak-hak para siswa ke sekolah, ke persatuan orang tua wali, atau ke pengadilan. Beberapa hak siswa yang penting dan perlu dijamin adalah (1) hak menyelesaikan pendidikan sebaik-baiknya, (2) hak persamaan kedudukan atau kebebasan dari diskriminasi dalam kelompok, (3) hak berekspresi secara pribadi, (4) hak keleluasaan pribadi, (5) hak menyelesaikan (studi) secara cepat.
Hak-hak itu semua adalah hak-hak umum yang dimiliki para siswa. Dalam kaitan ini guru harus berusaha menerapkan dalam praktik-praktik disiplin baik pada kebijakan sekolah maupun peraturan atau hukum. Untuk hal tersebut, perlu ada garis sinkronisasi antara disiplin yang seharusnya ditegakkan dengan perimbangan peraturan yang dibuat.
Kebutuhan para siswa adalah faktor yang relevan dalam menentukan banyak sistem disiplin kelas atau sekolah. Satu contoh adalah hak dan kebuuthan tertentu dari siswa cacat dan siswa yang perlu mendapat perhatian khusus, misalnya, anak cacat tidak dapat dikeluarkan dari sekolah kecuali kalau Dewan Pertimbangan Kualifikasi Provesional menentukan lain. Penentuan itu sepeti bahwa penanganan terhadap mereka kalu diteruskan di sekolah tersebut akan merugikan kedua belah pihak.

Berkaitan dengan sejumlah besar kebutuhan para siswa, guru perlu mempertimbangkan dalam menentukan program disiplin kelas yang relevan dengan mata pelajaran yang sedang diajarkan, tingkat kemampuan umum para siswa, dan latar belakang kondisi sosio-ekonomi para siswa. Dalam beberapa kelas tingkat perhatian para siswa tidak sepenting seperti kelas lainnya, tetpi dilain kelas, terutama pada kelompok kelas yang berkemampuan rendah, guru dapat memperbaiki pola disiplin lebih baik, cermat dan seksama. Sebagai contoh siswa yang datang dari kelas berkarakter yang pola disiplinnya bertemperamen kasar, maka kondisi seperti itu akan terbawa keruang kelas. Juga banyak guru yang mengalami problem disiplin ketika para siswa gagal melihat keterkaitan pelaksanaan antara materi yang disajikan kepada kehidupan mereka.
Dalam hal khusus guru-guru memerlukan pertimbangan tentang hubungan program disiplin yang dibuat dengan motivasi individu para siswa.dalam menegakkan seperangkat ketentuan disiplin sekolah, guru perlu mengkomunikasikan bagaimana para siswa seyogyanya bertingkah laku dan apa yang akan terjadi bila siswa berkelakuan lain. Beberapa problema yang akan mengganggu disipli seyogyanya dapat diperkirakan sejak dini. Contoh dari problema tersebut adalah siswa melawan. Terhadap hal tersebut, apakah guru membiarkan perilaku siswa yang keluar dari ketentuan uang diharapkan. Tentu saja tidak, oleh karena itu, kalau terjadi hal seperti itu tindakan preventif segera dapat diterapkan.
Keberadaan gurudikelas tidak hanya bertugas menyampaikan kurikulum/materi yang direncanakan kepada para siswa, tetapi kondisi persoalan disiplin para guru itu sendiri dikelas perlu ditampilkan. Materi dan disiplin harus dikaitkan dengan pemahaman umum dari apa yang diharapkan para siswa. Program yang cukup efektif dalam memberi pemahaman disiplin misalnya, dapat dilaksanakan sekolah dengan cara melibatkan para siswa untuk mendiskusikan topik-topik yang menjadi kepedulian sekolah.
Faktor disiplin penting lain dapat berkembang pada sejumlah guru ditingkat sekolah dasar dan menengah yang mengajar secara tim. Walaupun guru tersebut tidak secara riil mengajar bersama. Mereka membuat perencanaan bersama dan menyampaikan kepada para siswa dalam bahasan yang sama pada ruang/waktu pada saat para guru mengajar. Karena para siswa diajar oleh masing-masing guru dalam kelompok tim, maka komponen penting dari disiplin harus dirumuskan. Karena kalau tidak dirumuskan akan terjadi ketidak konsistenan antara siswa satu dengan siswa lain dalam menangkap makna materi. Misalnya, seorang guru membiarkan seorang siswa menyontek, sementara yang lain tidak diijinkan. Perlakuan yang diskriminatif ini akan menimbulkan ketidak konsistenan diantara mereka. Lebih lanjut harus ada respon yang saling menguntungkan diantara mereka. Lebih lanjut harus ada respon yang saling menguntungkan diantara para profesional sekolah mengenai pelaksanaan pemeliharaan disiplin dikelas.
Guru harus memandang mereka sendiri sebagai bagian dari kelompok atau tim yang bertanggung jawab menyampaikan perencanaan pendidikan tentang disiplin. Mereka hendaknya tidak sebagai seorang akhli yang erpraktik dalam kelas yang terisolasi, melainkan perlu keterpaduan antara teori dan praktik

3. Disiplin pada Level Sekolah dan Kelas
Sekolah, dalam upaya menciptakan disiplin secara nyata sudah barang tentu akan berusaha dan melinatkan berbagai unsur atau pihak. Misalnya: dalam guru dalam memberdayakan semua kebijakan; usaha mengidentifikasi secara jelas sebab-sebab siswa berperilaku menyimpang; bekerja sama secara erat dengan orang tua, dan para pembina atau pendamping sekolah. Sekolah juga menggunakan beberapa pendekatan untuk menanggulangi perilaku menyimpang para siswa melalui manajemen pembelajaran atau kurikuler.
Beberapa kndisi yang dapat menyebabkan timbulnya problema disiplin adalah kegaduhan, corak suasana sekoah, pengaruh komunitas yang tidak diinginkan, ketidak teraturan dan ketidak ajegan dalam menerapkan peraturan atau hukum. Tipe-tipe penanggulangan problema disiplin ini biasanya didekati oleh pendekatan teknik manajerial. Misal, Kepala Sekolah dapat meminta staf sekolah, pembina, dan guru untuk mengetahui para siswa dan latar belakangnya, menyusun jadwal sebaik mungkin sehingga tidak terjadi satu kegiatan mengganggu kegiatan lain atau kegiatan berfluktuasi pada saat yang sama, menciptakan suasana seperti di rumah sendiri dengan memodifikasi sekolah secara artistik dengan tanaman hidup agar para siswa betah tinggal di sekolah. Sekolah juga dapat mengurangi problema timbulnya gangguan disiplin dengan menjalin hubungan baik dan kerja sama dengan komunitas lingkungan sekitar dan aparat keamanan lingkungan. Hubungan kerjasama tersebut seperti memberi kesempatan tersebut seperti memberi keempatan kepada masyarakat sekitar memanfaatkan sebagai fasilitas sekolahdan melibatkan mereka untuk ikut serta membangun wilayah sekitar.
Disamping itu sekolah secara teratur menyampaikan laporan dan meminta laporan kepada aparat keamanan. Memberi laporan tentang kegiatan sekolah, misal laporan kegiatan penerimaan dan pengumuman penerimaan siswa baru, pengumuman kelulusan evaluasi belajar nasonal (EBTANAS), acara pekan olah raga dan seni dan sebagainya. Meminta laporan tentang situasi keamanan pada setiap saat, dan memberi kesempatan kepada yang berwajib memberi penyuluhan tentang gerakan disiplin nasional, bahaya narkotik, tertib lalu linas dansebagainya. Banyak sekolah menghadapi bermacam-macam gangguan disiplin karena adanya watak suka merusak, perbuatan merusak fasilitas sekolah, merokok, dan penggunaan obat-obat terlarang dari para siswanya.
Uraian diatas menunjukkan bahwa manajemen kelas dalam menanggulangii gangguan disiplin adalah hal yang kompleks. Puncaknya menumbuhkan kesadaran diri bahwa guru harus merencanakan model pendekatan sendiri yang cocok dengan tampilan diri dan pembelajarnnya. Di kelas guru harus banyak bertukar pikiran dan menanyakan kepada para siswa tentang hidup dan belajar sukses. Oleh karena itu, hal-hal berikut seperti yang dikemukakan oleh McNeil dan Wiles perlu dihayati dan disimak:
a. Menunjukkan perilaku siswa yang diharapkan dimasa depan,
b. Mendengarkan, ketika para siswa menceritakan tentang kepedulian mereka,
c. Mengetahui sedapat mungkin dan seawal mungkin nama-nama para siswa,
d. Menghindari kata-kata sindiran; berlakulah positif,
e. Tersenyum, bersahabat, dan menjalin hubungan harmonis penuh respek,
f. Mengetahui karakter (sifat, watak) dan latar belakang para siswa,
g. Bila mungkin, abaikan pelanggaran-pelanggaran kecil,
h. Mencoba menghindari bentuk-bentuk hukuman secara kelompok,
i. Menciptakan disiplin kelas sebagai tujuan utama.
Disamping itu terdapat beberapa teknik yang dapat membantu pemeliharaan disiplin kelas dalam mengajar seperti berikut ini:
a. Tepat waktu dan mulailah pelajaran sesegera mungkin;
Siapkan sesuatu yang harus dikerjakan para siswa,
b. Siapkan rencana pelajaran dan informasikan kepada para siswa apa, kapan, dan dimana aktivitas itu dikerjakan,
c. Lakukan sesuatu dengan aturan dan pelaksanaan yang sama dan konsisten,
d. Bervariasi dalam aktivitas kelas,
e. Tidak mengancam dan menentang para siswa,
f. Buatlah tugas para siswa yang tepat dan cocok,
g. Jagalah dan kontrol suara guru,
h. Tegas dalam permulaan dan secara perlahan mulai dikendorkan bila hubungan sudah terjalin baik,
i. Hindari adanya siswa favorite diantara mereka,
j. Jalin hubungan kerjasama dengan orang tua.
Petunjuk tersebut kiranya dapat berguna dan sebagai penopang dalam upaya menanggulangi gangguan disiplin di kelas. Nasehat yang simpatik bagi guru-guru baru berkaitan dengan disiplin adalah “mengetahui apa yang akan dikerjakan sebelum hal itu terjadi”. Guru-guru yang berpengalaman dalam memelihara disiplin kelas ialah dengan cara mengontrol suasana kelas dan memanipulasi kelas tersebut berdasar variasi respon para siswa. Guru lain memanipulasi untuk terciptanya suasana kelas yang diharapkan adalah dengan mengembangkan penguatan verbal dan non verbal. Pengutan verbal seperti: baik, bagus, pekerjaanmu cukup rapi, dan sebagainya. Sedangkan penguatan non verbal seperti: gerakan badan, sentuhan, perubahan mimik, gerakan mendekati, memberi hadiah dan sebagainya.




















4. Membina Hubungan Sekolah Dengan Masyarakat
Sekolah secara formal adalah wadah atau tempat pembinaan dan pengembangan pengetahuan , sikap dan keterampilan yang sesuai dan dikehendaki oleh masyarakat dimana sekolah itu berada. Sebaliknya masyarakat diharapkan membantu dan bekerja sama dengan sekolah agar program sekolah dapat berjalan dengan lancar dengan lulusan yang dihasilkan memenuhi kebutuhan masyarakatdan negara. Oleh sebab itu, hubungan yang saling menguntungkan antara sekolah dan masyarakat perlu dibina dan dikembangkan secara harmonis. Hubungan sekolah dengan masyarakat meliputi hubungan sekolah dengan orang tua siswa, hubungan sekolah dengan orang tua terkait, hubungan sekolah dengan dunia sekolah dan tokoh masyarakat, dan hubungan sekolah dengan lembaga pendidikan lainnya.
a. Hubungan Sekolah dengan Orang Tua Siswa
Sekolah adalah lembaga pendidikan yang secara formal dan potensial memiliki peranan paling penting dan strategis bagi pembinaan dan pengembangan generasi muda, khususnya para siswa sekolah dasar. Sedangkan orang tua siswa adalah pendidik pertama dan utama yang sangat besar pengaruhnya dalam pembinaan dan pengembangan para siswa tersebut. Oleh karena itu, sangat diperlukan hubungan yang harmonis dan terus menerus dan berkelanjutan antara sekolah dan orang tua siswa.
Hubungan sekolah dengan orang tua dapat dijalin melalui sarana wadah perkumpulan orang tua siswa, guru atau tenaga pendidikan lainya dinamakan Badan Pembantu Penyelenggara Pendidikan. Dengan adanya hubungan antara sekolah dan orang tua tersebut maka manfaat yang diharapkan diperoleh adalah:
1) Orang tua siswa mengetahui tentang kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan sekolah,
2) Sekolah mengetahui semua kegiatan orang tua dan para siswa di rumah,
3) Orang tua siswa mau memberi perhatian yang sangat besar dalam menunjang kegiatan-kegiatan sekolah.

Agar orang tua siswa mengetahui kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan sekolah, sekolah perlu melaksanakan antara lain hal-hal berikut ini.
1) Memberikan informasi seluas-luasnya tentang program sekolah. Pemberian informasi itu dapat diakukan misalnya dalam rapat-rapat, bazar, pameran, malam kesenian, pekan olahraga, dan melalui penjelasan tertulis.
2) Melakukan kunjungan rumah oleh guru atau kepala sekolah secara teratur atau rutin.
3) Menetapkan satu bulan dalam satu tahun pelajaran sebagai BULAN INFORMASI yang kegiatannya dapat berupa:
a) Mengadakan dialog dengan orang tua/wali siswa tentang perkembangan sekolah dan pembangunan yang sedang dilaksanakan dan yang akan dihadapi sekolah,
b) Menginformasikan bahwa sekolah sebagai lingkungan pendidikan dan berkewajiban untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia,
c) Menjelaskan bahwa manusia yang berkualitas itu hanya dapat dihasilkan oleh pendidikan yang bermutu,
d) Menyadarkan pihak orang tua/wali siswa bahwa keterlibatan mereka dala usaha meningkatkan mutu pendidikan mutlak diperlukan,
e) Meningkatkan kesadaran orang tua/wali siswa tentang betapa pentingnya pendidikan bagi anak manusia agar mereka dapat menjadi warga negara yang berkualitas dan berguna,
f) Meningkatkan kesadaran orang tua/wali siswa agar mau menyekolahkan putra-putrinya sampai tamat.
Dengan diketahuinya kegiatan-kegiatan sekolah dan dengan tumbuhnya kesadaran orang tua/wali siswa diharapkan mereka merasa memiliki, mau berpartisipasi dan mau memberi bantuan dalam melaksanakan semua rencana sekolah, sehingga kualitas lulusan diharapkan sekolah dan orang tua/wali siswa tercapai partisipasi tersebut dapat berupa:
1) Motivasi putra-putrinya untuk belajar dengan baik,
2) Melengkapi semua keperluan belajar putra-putrinya,
3) Mengarahkan putra-putrinya untuk belajar secara teratur pada jam-jam tertentu dan mengatur waktu untuk kegiatan lain di rumah, misalnya nonton TV, berkunjung kepada keluarga atau tetangga dan teman dan sebagainya,
4) Menciptakan suasana yang mendukung dalam keluarga yang dapat mendorong putra-putrinya rajin belajar,
5) Mengawasi dan mengecek putra-putrinya dalam melaksanakan tugas-tugas yang diberikan sekolah,
6) Ikut membantu tegaknya disiplin sekolah,
7) Ikut mendorong putra-putrinya memenuhi tata tertib sekolah,
8) Ikut memberikan perhatian terhadap perkembangan situasi pendidikan sekolah,
9) Memenuhi undangan rapat dan undangan lainnya dari sekolag bagi kepentingan putra-putrinya,
10) Membantu tegaknya wibawa Kepala Sekolah dan para guru,
11) Memberikan saran dan kritik dalam menegakkan wibawa Kepala Sekolah dan Guru,
12) Membantu memelihar nama baik sekolah,
13) Mendorong agar putra-putrinya gemar membaca dan tidak lalai dalam mengerjakan pekerjaan rumah,
14) Mendorong putra-putrinya agar ikut ambil bagian dalam kegiatan ko dan ekstra kurikuler seperti: kesenian, olah raga, pramuka, UKS, dan kegiatan lain yang diselenggarakan sekolah,
15) Mendorong putra-putrinya untuk mengikuti upacara bendera dan upacara lainnya yang diselenggarakan sekolah,
16) Mendorong putra-putrinya memelihara keamanan, kebersihan, ketertiban, keindahan, dan kekeluargaan serta kerapihan baik di rumah maupun di sekolah.

b. Hubungan Sekolah dengan Instansi Terkait
Sekolah perlu membina hubungan baik secara timbal balik dengan instansi terkait. Instansi terkait itu seperti Lurah/Kepala Desa, Puskesmas, Camat, Polsek, Koramil, LKMD dan Posyandu. Hubngan yag dijalin dan upaya yang perlu dilaksanakan oleh sekolah, antara lain sebagai berikut:
1) Menginformasikan program sekolah,
2) Ikut serta dalam kegiatan yang diadakan pemerintah, sepanjang tidak mengganggu proses belajar mengajar,
3) Pada saat yang diperlukan, Kepala Sekolah atau Guru yang ditunjuk mengadakan kunjungan ke Instansi Pemerintah sebagai salah satu pendekatan dari pihak sekolah,
4) Sekali-kali dapat mengundang Pejabat Pemerintah di luar Depdikbud sebagai pembina dalam upacara bendera.
Sedangkan dari pihak instansi terkait diharapkan agar dapat memberikan peran sertanya dalam:
1) Membantu tegaknya disiplin sekolah,
2) Ikut membantu terpeliharanya kebersihan dan keindahan sekolah,
3) Membantu nama baik sekolah,
4) Memenuhi undangan yang disampaikan pihak sekolah,
5) Membantu keamanan sekolah pada saat sekolah melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu.

c. Hubungan Sekolah dengan Dunia Usaha dan Tokoh Masyarakat
Hubungan sekolah dengan dunia usaha dan tokoh masyarakat adalah hubungan yang tidak kala pentingnya dengan jalinan hubungan dengan pihak lainnya. Program ini dapat dilaksanakan dalam bentuk:
1) Mengunjungi industri dan perusahaan untuk menambah wawasan pengetahuan para siswa,
2) Mengundang tokoh-tokoh yang berhasil dalam bidangnya untuk memberikan ceramah di sekolah.
Sedangkan dari dunia usaha dan tokoh masyarakat yang berhasil diharapkan peran serta sebagai berikut:
1) Bersedia menjadi nara sumber dan memberikan ceramah untuk siswa sebagai usaha memotivasi siswa supaya giat belajar dan bekeja keras,
2) Memberikan saran dalam menegakkan wibawa Kepala Sekolah dan Guru,
3) Menjadi nara sumber untuk pelaksanaan program muatan lokal sekolah,
4) Membantudan menyediakan fasilitas dalam melaksanakan muatan lokal bagi para siswa.

d. Hubungan Sekolah dengan Lembaga Pendidikan Lain
Dalam usaha membina dan mengembangkan hubungan dengan lembaga pendidikan lain perlu dilaksanakan upaya-upaya berikut:
1) Mengadakan kunjungan antar sekolah untuk daling bertukar pengalaman,
2) Menjalin kerjasama dalam upaya saling mengembangkan pendidikan di sekolahnya masing-masing,
3) Memberikan informasi tentang perkiraan jumlah lulusan sekolah kepada lembaga pendidikan setingkat di atasnya,
4) Mengundang pimpinan lembaga pendidikan yang lebih tinggi tingkatnya untuk memberikan ceramah tentang perkembangan penndidikan sesuai dengan jenjangnya.

5. Sumber Pelanggaran
Adalah suatu asumsi yang menyatakan bahwa semua tngkah laku individu merupakan upaya untuk mencapai tujuan yaitu pemenuhan kebutuhan. Pengenalan terhadap kebutuhan siswa secara baik merupakan andil yang besar bagi pengendalian disiplin.
Maslow mengemukakan teori “hierarchi kebutuhan manusia” yang dapat digambarkan dalam bentuk piramida kebutuhan manusia dibawah ini:
Berdasarkan bagan piramida kebutuhan manusia itu terlihat bahwa manusia meliputi kebutuhan-kebutuhan berikut ini.
a. Kebutuhan fisik (fhysical need) manusia yang merupakan kebutuhan dasar bagi kelangsungn hidupnya. Kebutuhan tersebut seperti makan, berlindung (rumah, pakaian), seks dan sebagainya.
b. Kebutuhan akan keselamatan dan rasa aman (security and safety), yaitu kebutuhan keselamatan dan rasa aman baik fisik maupun perasaan keamanan terhadap masa depan yang dihadapinya.
c. Kebutuhan rasa emiliki dan cinta kasih (love and belonging) yaiu berupa kebutuhan mencintai orang lain dan dicintai orang lain, penerimaan, pembenaran dan cinta orang lain pada dirinya.
d. Kebutuhan akan kehormatan harga diri (respect of self esteem) yaitu kebutuhan merasa dirinya berguna bagi orang lain, mempunyai pengaruh bagi orang lain, dan sebagainya.
e. Kebutuhan akan pengetahuan dan pemahaman (knowledge and understanding) terhadap berbagai hal agar individu dapat mengambil berbagai keputusan yang bijaksana terhadap beberapa hal dalam menghadapi dunianya secara efektif.
f. Kebutuhan akan keindahan dan aktualisasi diri (beauty and self actualization) yaitu kebutuhan untuk memperoleh pengalaman mengaktualisasikan dirinya dalam dunia nyata secara langsung agar dari pengalamannya ia akan lebih kreatif, toleran dan spontan.
Secara berurutan manusia menghendaki terpenuhinya semua kebutuhan tersebut yang diperoleh dengan cara yang wajar, namun sesuai dengan tata aturanyang berlaku. Bila kebutuhan ini tidak lagi dapat dipenuhi melalui cara-cara yang sudah biasa dalam masyarakat, maka akan terjadi ketidak seimbangan pada diri individu, dan yang bersangkutan akan berusaha mencapainya dengan cara-cara lain yang sering kurang diterima masyarakat. Mengambil logika seperti itu, mungkin pula pelanggaran disiplin disekolah bersumber pada lingkungan sekolah yang tidak memberi pemenuhan terhadap semua kebutuhan peserta didik khususnya, misalnya:
a. Tipe kepemimpinan guru atau sekolah yang otoriter yang senantiasa mendiktekan kehendaknya tanpa memperhatikan kedaulatan subjek didik. Perbuatan seperti itu akan mengakibatkan peserta didik akan berpura-pura patuh, apatis atau sebaliknya. Hal ini akan menjadikan siswa agresif yaitu ingin berontak terhadap kekangan dan perilaku yang tidak manusiawi yang mereka terima.
b. Pengebirian akan hak-hak kelompok besar anggota peserta didik oleh sekolah/guru. Dengan pengibirian atau pengurangan hak-hak tersebut akan menyuramkan masa depan peserta didik , padahal disisi lain mereka seharusnya turut menentukan rencana masa depannya dibawah bimbingan guru.
c. Sekolah/guru tidak atau kurang memperlihatkan kelompk minoritas baik yang ada diatas atau dibawah merata dalam berbagai aspek yang ada hubungannya dengan kehidupan sekolah.
d. Sekolah/guru kurang melibatkan dan mengikut sertakan para peserta didik dalam keikut sertanya bertanggung jawab dalam kemajuan sekolah sesuai dengan kemampuannya.
e. Sekolah/guru kurang memperhatikan latar belakang kehidupan peserta didik dalam keluarga kedalam subsistem kehidupan sekolah.
f. Sekolah kurang mengadakan kerjasama dengan orang tua dan keduanya juga saling melepaskan tanggung jawab.
Terhadap beberapa faktor atau sumber yang dapat menyebabkan timbulnya masalah-masalah yang dapat mengganggu terpeliharanya disiplin kelas. Faktor-faktor tersebut dapat diklasifikasikan kedalam tiga kategori umum yaitu masalah-masalah yang ditimbulkan guru, siswa, dan lingkungan.
a. Masalah-Masalah yang Ditimbilkan Guru
Pribadi guru sangat mempengaruhi terciptanya suasana disiplin kelas yang efektif. Guru yang membiarkan peserta didik berbuat masalah, tidak suka kepada peserta didik, lebih mementingkan mata pelajaran daripada peserta didiknya, kurang menghargai peserta didik, kurang senang, kurang rasa humor akan mengalami banyak gangguan dalam kelas. Selain itu, hal-hal berikut ini yan dapat menimbulkan disiplin kelas terganggu:
1) Aktivitas yang kurang tepat untuk saat atau keadaan tertentu;
2) Kata-kata atau sindiran tajam yang menimbulkan rasa malu peserta didik;
3) Ketidak cocokan antara kata dan perbuatan, antara teori dan praktik;
4) Bertindak tidak sopan tanpa mempertimbangan yang matang, tanpa melihat situasi;
5) Memiliki rasa ingin terkenal, rasa ingin ditakuti, atau ingin disegani;
6) Kurang pengendalian diri , seperti suka mengunjungi peserta didik ditempat orang banyak;
7) Kegagalan menjelaskan tujuan pelajaran kepada peserta didik;
8) Menggunakan metode yang kurang variatif/ monoton, sama dari hari ke hari;
9) Gagal mendeteksi perbedaan individu peserta didik,
10) Berbicara menggumam/tidak jelas;
11) Memberi tugas yang berat dan kompleks;
12) Tidak mengontrol pekerja peserta didik, apalagi mengembalikan pekerjaan tersebut;
13) Tidak memberikan umpan balik kepada hasil pekerjaan peserta didik.






















b. Masalah yang Ditimbulkan Oleh Peserta Didik
Ketidak teraturan selama proses belajar mengajar dapat disebabkan juga oleh masalah yang ditimbulkan oleh para peserta didik. Peserta didik biasanya cepat memanfaatkan situasi yang tidak memungkinkan untuk berbuat tidak disiplin.
Banyak dari mereka tidak suka/benci terhadap sekolah.hal ini dipersepsi dari adanya sekolah yang tidak memberi kepuasan kepada semua harapan : siswa dan para lulusan. Sejumlah hal yang disebabkan oleh para peserta didik berikut ini cenderung memberi konstribusi membuat disiplin kelas terganggu seperti :
1) Anak yang suka membadut atau berbuat aneh yang semata-mata untuk menarik perhatian dikelas;
2) Anak dari keluarga yang kurang harmonis atau kurang perhatian dari orang tuanya;
3) Anak yang skait;
4) Anak yang tidak punya tempat untuk mengerjakan pekerjaan sekolah di rumah;
5) Anak yang kurang tidur (karena melek mata sepanjang malam);
6) Anak yang malas membaca atau tidak mengerjakan tugas-tugas sekolah;
7) Anak yang pasif atau potensi rendah yang datang ke sekolah sekedarnya;
8) Anak yang memiliki rasa bermusuhan atau menentang kepada semua peraturan;
9) Anak memiliki rasa pesimis atau putus asa terhadap semua keadaan;
10) Anak yang berkeinginan berbuat segalanya dikuasai secara sempurna.






































Sedangkan gangguan disiplin yang datang dari kelompok peserta didik dapat berupa ketidak puasan dengan pekerjaan kelas; hubungan interpersonal lemah; gangguan suasana kelompok; pengorganisasian kelompok lemah;emosi kelas dan perubahan mendadak (Ornstein, 1990:71).
1) Ketidak puasan dengan pekerjaan kelas
Ketidak puasan ini dapat disebabkan oleh tugas yang terlalu mudah atau terlalu sulit; beban terlalu ringan atau terlalu berat; penugasan cenderung kurang terbuka karenna mereka tidak siap; latihan pembelajaran bersifat verbal kurang menekankan dan keterampilan dan manipulasi aktivitas; penugasan kurang terjadwal, tidak sistematis atau membingunkan.
2) Hubungan interpersonal lemah
Hubungan interpersonal lemah dapt disebabkan pengelompokan didasarkan pertemuan atau klik: peran kelompok sangat lemah.
3) Gangguan suasana kelompok
Gangguan suasana kelompok disebabkan oleh suasana tercekam; kompetitif yang berlebihan sangat eksklusif (kelompok menolak individu yang tidak siap).
4) Pengorganisasian kelompok lemah
Pengorganisasian kelompok lemah ditandai oleh tekanan otokrasi yang berlebihan atau lemahnya supervisi dan pengamanan; standar perilaku yang terlalu tinggi atau rendah; kelompok diorganisir terlalu ketat (banyak aturan) atau terstruktur; pengorganisasian kurang memperlihatkan unsur perkembangan usia, latar belakang sosial, kebutuhan, atau kemampuan anggota kelompok.
5) Emosi kelompok dan perubahan mendadak
Emosi kelompok dan perubahan mendadak dapat diakibatkan karena kelompok memiliki watak temperamen kekhawatiran tinggi; kejadian depresi yang mendadak; ketakutan atau kegemparan; kelompok dihinggapi rasa bosan, kurang berminat atau emosionalnya lemah.

c. Masalah yang Ditimbulkan Lingkungan
Langsung atau tidak langsung lingkungan, situasi, atau kondisi yang mengelilingi peserta didik merupakan masalah yang potensial menimbulkan terjadinya gangguan disiplin kelas. Lingkungan, situasi atau kondisi tersebut adalah:
1) Lingkungan rumah atau keluarga, seperti: kurang perhatian, ketidak teraturan, pertengkaran, ketidak harmonisan, kecemburuan, masa bodoh, tekanan, sibuk dengan urusannya masing-masing.
2) Lingkungan atau situasi tempat tinggal, seperti: lingkungan kriminal, lingkungan bising, lingkungan minuman keras.
3) Lingkungan sekolah, seperti: hari-hari pertama dan hari-hari akhir sekolah (akan libur atau sesudah libur), pergantian pelajaran, pergantian guru, jadwal yang kaku/jadwal aktivitas sekolah yang kurang cermat, bau makan dari cafetaria, suasana gaduh dari praktik pelajaran musik/bengkel ruang sebelah.
Pada kenyataannya sebab-sebab pelanggaran disiplin kelas itu sangat unik, bersifat sangat pribadi, kompleks dan kadang-kadang mempunyai latar belakang yang mendalam lain dari pada sebab-sebab yang nampak. Walaupun demikian, memang ada juga sebab-sebabnya yang bersifat umum, misalnya:
1) Kebosanan dalam kelas merupakan sumber pelanggaran disiplin. Mereka tidak tahu lagi apa yang harus mereka kerjakan karena yang dikerjakan itu ke itu saja. Oleh karena itu, harus diusahakan agar siswa tetap sibuk dengan kegiatan yang bervariasi sesuai dengan taraf perkembangannya.
2) Perasaan kecewa dan tertekan karena siswa dituntut untuk bertingkah laku yang kurang wajar sebagai anak remaja.
3) Tidak terpenuhinya kebutuhan akan perhatian, pengalaman atau keberadaan pribadi siswa/status.













































6. Peraturan dan Tata Tertib Kelas
Disiplin merupakan hal penting yang harus ditanamkan pada anak didik di sekolah sedini mungkin. Sekolah adalah tempat utama untuk melatih dan memahami pentingnya disiplin dalam kehidupan sehari-hari. Dengan peraturan dan tata tertib kelasyang diterapkan setiap hari dan dengan kontrol yang terus menerus maka siswa akan terbiasa berdisiplin
Kelas harus mempunyai peraturan dan tata tertib. Peraturan dan tata tertib kelas ini harus dijelaskan dan dicontohkan kepada siswa serta dilaksanakan secara terus menerus. Peraturan dan tata terti merupakan sesuatu untuk mengatur perilaku yang diharapkan terjadi pada siswa.
Peraturan menunjuk pada patokan atau standar yang sifatnya umum yang harus dipenuhi oleh siswa. Misal : siswa harus mendengarkan dengan baik apa yang sedang dikatakan atau diperintahkan oleh guru; menulis jawaban pertanyaan guru jika guru telah memerintahkannya; memberi jawaban jika guru telah menunjuknya.
Tata tertib menunjuk pada patokan atau standar atau aktivitas khusus. Misal : penggunaan pakaian seragam; mengikuti upacara bendera; peminjaman buku perpustakaan.
Peraturan dan tata tertib kelas untuk sekolah dasar seperti yang tercantum dalam Petunjuk Pengelolaan Kelas di Sekolah Dasar antara lain harus memuat hal-hal sebagai berikut:

Masuk Sekolah
 Siswa harus datang ke sekolah selambat-lambatnya 10 menit sebelum pelajaran dimulai.
 Menaruh tas dan alat tulis lainnya di laci meja masing-masing kemudian keluar kelas.
 Siswa yang mendapat tugas jaga/piket harus datang lebih awal.
 Siswa yang sering terlambat harus diberi terguran.
 Siswa yang tidak masuk karena alasan tertentu harus memberi tahu sebelum atau sesudahnya secara lisan atau tulisan.
 Guru tidak boleh terlambat atau absen tanpa ijin.

Masuk Kelas
 Siswa segera berbaris di depan kelas ketika bel berbunyi.
 Ketua kelas menyiapkan barisan.
 Siswa masuk kelas satu persatu dengan tertib dan duduk di tempatnya masing-masing.
 Guru memeriksa kerapian , kebersihan dan kesehatan siswa satu persatu: kebersihan kuku, kerapian rambut, kerapian dan kebersihan baju dan sebagainya.

Di Dalam Kelas
 Berdoa bersama dipimpin oleh seorang siswa.
 Memberi salam kepada guru dan pelajaran dimulai.
 Guru menuliskan siswa yang tidak masuk di papan absen serta alasan/ keterangan mengapa tidak masuk.
 Pada saat pelajaran berlangsung siswa harus tetap tertib, tidak boleh ribut, bercanda atau melakukan kegiatan lain yang tidak ada hubungannya dengan pelajaran.
 Siswa tidak boleh meninggalkan kelas tanpa ijin atau alasan tertentu.
 Guru juga tidak diperkenangkan meninggalkan kelas ketika pelajaran berlangsung walaupun ada siswa sedang mengerjakan tugas di luar kelas.

Waktu Istirahat
 Pada saat bel istirahat berbunyi siswa keluar kelas dengan tertib.
 Guru keluar kelas setelah semua siswa keluar.
 Siswa tidak boleh berada di kelas ketika istirahat.
 Selama istirahat siswa tidak diperkenangkan meninggalkan sekolah tanpa ijin.
 Pada saat bel masuk lagi berbunyi (setelah istirahat) siswa masuk kelas dengan tertib dan duduk dengan tenang di tempat masing-masing.
 Sebaiknya guru sudah berada di kelas lebih dahulu menjelang bel masuk berbunyi.

Waktu Pulang
 Ketilka bel pulang berbunyi, pelajaran berakhir, ditutup dengan doa dan salam kepada guru.
 Guru memberikan nasehat-nasehat, mengingatkan tentang tugas-tugas, pekerjaan rumah dan sebagainya.
 Siswa keluar kelas dengan tertib.

Tujuan diterapkan peraturan-peraturan ini adalah:
 Menjelaskan manajemen kurikuler penting dalam menegakkan disiplin,
 Menggambarkan upaya manajerial kepala sekolah dalam memelihara disiplin sekolah,
 Menarik kesimpulan pentingnya menjalin hubungan antara sekolah dengan masyarakat,
 Menyebutkan lingkup hubungan sekolah dan lembaga pendidikan lainnya,
 Menyimpulakn bahwa memberi/ meminta laporan secara teratur kepada aparat keamanan penting sebagai langkah pemeliharaan disiplin sekolah,
 Menyebutkan beberapa kondisi yang dapat menyebabkan disiplin sekolah terganggu,
 Menjelaskan alasan mengapa penguatan verbal dan non verbal berpengaruh kepada terciptanya disiplin kelas,
 Menjelaskan beberapa masalah yang ditimbulkan guru sehingga mempengaruhi tegaknya disiplin,
 Menjelaskan beberapa masalah yang ditimbulkan peserta didik yang menganggu terpeliharanya disiplin,
 Menjelaskan beberapa masalah lingkungan yang mempengaruhi terciptanya disiplin,
 Menyebutkan sebab-sebab umum yang mengganggu tegaknya disiplin.
Disiplin merupakan hal penting yang harus ditanamkan pada anak didik di sekolah sedini mungkin. Sekolah adalah tempat utama untuk melatihkan dan memahami pentingnya disiplin dalam kehidupan sehari-hari. Dengan peraturan dan tata tertib kelas yang diterapkan setiap hari dan dengan kontrol yang terus-menerus maka siswa akan terbiasa berdisiplin.
Kelas harus mempunyai peraturan dan tata tertib. Peraturan dan tata tertib kelas ini harus dijelaskan dan dicontohkan kepada siswa serta dilaksanakan secara terus-menerus. Peraturan dan tata tertib merupakan sesuatu untuk mengatur perilaku yang diharapkan terjadi pada siswa.






BAB VI
TAHAP DAN PENANGGULANGAN
PELANGGARAN DISIPLIN
Latar Belakang
Terpeliharanya disiplin menunjuk kepada kepatuhan terhadap pelaksanaan peraturan sekolah dan menunjuk kepada berjalannya sistem kontrol dalam kelas. Terpeliharanya disiplin tersebut memerlukan keterlibatan serangkaian strategi. Strategi tersebut adalah strategi dalam mengubah perilaku peserta didik kearah pemilikan kesadaran melaksanakan semua peraturan yang telah dibuat. Pemilikan kesadaran melaksanakan semua peraturan yang telah dibuat. Pemilikan kesadaran tersebut, bukan karena paksaan melainkan datang dari dirinya sendiri yang memang merupakan kebutuhan dan memberikan kemanfaatan kepadanya.
Disamping itu, terpeliharanya disiplin di kelas mengisyaratkan bahwa guru dapat menanggulangi masalah-masalah yang terjadi di kelas, seraya menetralisir dengan cara menanggulangi emosi-emosi peserta didik.
Penanggulangan pelanggaran disiplin kelas perlu dilaksanakan secara penuh kehati-hatian, demokrasi dan edukatif. Cara-cara penanggulangan dilaksanakan secara bertahap dengan tetap memperhatikan jenis gangguan yang ada dan siapa pelakunya, apakah dilakukan oleh individu atau kelompok. Langkah tersebut mulai dari tahap pencegahan sampai tahap penyembuhan, dengan tetap bertumpu pada penekanan substansinya bukan pada pribadi peserta didik. Di samping itu, guru juga tetap harus menjaga perasaan kecintaan terhadap peserta didik, bukan karena rasa benci atau emosional. Namun demikian, disadari benar bahwa disiplin di kelas sangat dipengaruhi berbagai faktor, diantaranya faktor lingkungan siswa seperti lingkungan rumah. Oleh karena itu, guru juga perlu menjalin kerja sama dengan orang tua di rumah, agar kebiasaan disiplin di sekolah yang hendak dipelihara itu semakin tumbuh subur.
Bab ini adalah bab yang mengulas: tahap-tahap memelihara disiplin; jenis dan cara penanggulangan disiplin; dan kebiasaan hidup tertib. Untuk memahami tahapan, jenis, cara, penanggulangan gangguan disiplin yang edukatif, demokratis, akurat, dan dengan tetap menumbuhkan rasa cinta kepada peserta didik, diharapkan para mahasiswa menyimak bab ini dengan baik dan sungguh-sungguh. Kemudian jawab pertanyaan yang ada dan kerjakan tugas-tugas yang ditugaskan kepada anda.
Tujuan
Setelah mempelaji bab ini, anda diharapkan dapat:
 Menjelaskan tahapan-tahapan cara memelihara disiplin kelas;
 Menjelaskan langkah-langkah menumbuhkan kesan positif pada pertemuan awal di kelas;
 Menjelaskan alasan-alasan diterapkannya campur tangan (intervensi) oleh guru;
 Mengemukakan kemungkinan jenis-jenis gangguan disiplin yang muncul di kelas;
 Menjelaskan cara-cara penanggulangan disiplin kelas berdasar jenis gangguan kelas yang muncul;
 Menyebutkan berbagai alat yang dapat digunakan pada saat pengenalan siswa;
 Menjelaskan tahap-tahap pemeliharaan disiplin pada saat mengingatkan peraturan dan konsekuensinya;
 Menyimpulkan bahwa pelaksanaan konsekuensi atas pelanggaran tata tertib bukan dimaksud sebagai ukuman;
 Mengiktisarkan langkah-langkah yang harus dilakukan pada tahap penyembuhan;
 Menyimpulkan bahwa sajian yang menarik, penampilan yang menarik, ketepatan penanganan dapat mencegah gangguan disipln kelas;
 Menjelaskan prinsip-prinsip kelas yang perlu diperhatikan dalam menjatuhkan hukuman dalam menegakkan disiplin;
 Menyimpulkan bahwa dengan pembiasaan disiplin sekolah akan berpengaruh positif siswa dimasa yang akan datang;
 Menjelaskan hal-hal yang dapat menumbuh-suburkan sikap;
 Memahami bahwa sikap guru yang demokratis merupakan kondisi bagi terbinanya tertib kearah siasat atau kearah sendiri;
 Menunjukkkan bagaimana menjalin hubungan antara guru dengan orang tua di rumah agar supaya menegakkan disiplin dikelas ditunjang.

1. Tahap Pemeliharaan Disiplin
Memelihara disiplin adalah satu proses. Karena ia proses maka memelihara disiplin akan terdiri dari serangkaian tahapan yang harus diperhatikan oleh para penegak disiplin.
a. Tahap pencegahan
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam tahap ini adalah penciptaan suasana kelas, ketepatan perencanaan, dan intruksional. Mengenal identitas, misalnya (nama, sifat, kesukaan). Peserta didik adalah hal-hal yang penting dalam penciptaan suasana kelas. Disamping itu pemberian catatan yang memberi dorongan kepada pekerjaan peserta didik sangatlah membantu. Merencanakan pengajaran dan mengajar peserta didik yang penuh variatif dan dengan hal-hal yang aktual dengan topik-topik yang relevan sangatlah membantu tumbuhnya belajar aktif dan percaya diri. Akhirnya penguasaan akan disipin akademiknya akan menambah kredibilitas guru yang akan dipelukan juga dalam proses pembelajarn.

b. Pemeliharaan
Pemeliharaan perilaku pada umumnya harus sejalan dengan pedoman yang telah ditetapkan agar peserta didik tetap dapat menjalankan tugas-tugasnya. Pedoman itu harus memenuhi kepatuhan, kebermaknaan, dan kepraktisan kearah belajar aktif. Peserta didik patut menerimah perhatian secara teratur untuk mengurangi gangguan dan menghindari tumbuhnya perilaku menyimpang. Pertemuan pertama, misalnya adalah saat yang penting dalam memelihara perilaku-perilaku yang diharapkan. Tumbuhkan kesan positif pada pertemuan pertama ini dengan mengemukakan program/ perencanaan pembelajaran.
Langkah-langkah seperti:
1) Mulailah dengan saling berkenalan secara tepat;
2) Informasikan gambaran umum, latar belakang, garis besar perhatian dan aktivitas yang relevan dari bidang studi yang akan ditempuh peserta didik;
3) Informasikan harapan-harapan akademis dan kebijakan penilaian secara rasional;
4) Beri kesempatan peserta didik menyatakan harapan-harapan mereka dengan kemungkinan-kemungkinan yang saling menguntungkan.
c. Campurtangan (intervensi)
Campur tangan atau usaha guru untuk menyetop perilaku tidak pantas dari peserta didik diperlukan bila tehnik-tehnik yang diterapkan dalam fase pencegahan dan pemeliharaan tidak berhasil. Namun dalam fase campurtangan ini hendaknya dicari teknik yang efektif yang dilakukan secara hemat dan penuh pertimbangan. Campurtangan lebih dilakukan pada gejala utamanya dari pada kepada perilaku penyimpangannya. Guru melakukan tetapi situasi dari pada peraturan disiplinnya. Guru hendaknya menggunakan pendekatan ilmu dan seni pendidikan dalam fase ini. Guru memerlukan keahlian dalam langkah-langkah intervensi seperti : bertanya, menatap mata peserta didik, mendekati peserta didik, memberi isyarat, dengan tangan atau kepala agar peserta didik tidak berperilaku tidak pantas. Kalau cara ini belum berhasil, mintalah peserta didik menyebut namanya untuk diam atau memindahkan tempat duduknya, atau melakukan apa saja yang tepat untuk hasil itu. Hal itu semua harus dilakukan dengan tenang dan tidak amosional. Hindari segala jenis tindakan yang menimbulkan konfrontasi. Ingat, ini bukan “situasi kemenangan” bagi guru.

d. Pengaturan
Tujuan pengaturan perilaku adalah mengurangi kesalahan pelaksanaan pengembangan kecakapan peserta didik. Fase ini merupakan fase penting demi tercapainya tujuan peserta didik. Guru tidak dilatijh mengobati dan mereka harus menyadari kesalahan dalam menanggulangi hal-hal yang menyebabkan aneka perilaku. Namun demikian, guru harus memiliki kesabaran, potensi mempengaruhi sikap dan perilaku dengan cara yang tidak merugikan. Guru dapat membantu peserta didik menyadari bahwa perilaku memiliki konsekuensi dengan kehidupan mereka. Lebih lanjut guru dapat mempertimbangkan alternative aktivitas kearah pengembangan perilaku positif melalui cara yang efektif.

2. Jenis Gangguan Dan Cara Penanggulanagn Gangguan Disiplin
Dengan tidak mengurangi kebebasan guru menemukan cara penanggulangan gangguan disiplin kelas, terdapat beberapa petunjuk umum cara penanggulangan gangguan disiplin seperti dikemukakan Hollingsworth dan Hoower (1991 : 72-74) berikut ini:

a. Gangguan percakapan
Percakapan antar sesama peserta didik yang mengancam disiplin perlu segera ditanggulangi. Guru dapat segera menghampiri mereka dan memotivasi mereka agar kembali mengerjakan tugas-tugasnya. Atau guru dapat bertanya, atau meminta siswa mengajukan pertanyaan, menyuruh menyelesaikan tugas secara khusus kepada peserta didik yang bercakap tadi.

b. Gangguan melempar catatan
Gangguan melempar catatan muncul akibat adanya kebosanan atau ketidak tepatan kegiatan belajar mengajar. Mengambil langkah hati-hati, dalam situasi ini sangat penting tidak tepat bila guru membaca keras-keras catatan itu. Secara persuasive menyatakan bahwa perbuatan itu akan merugikan diri siswa sendiri dan akan mengganggu kelas.

c. Gangguan kebebasan yang berlebihan diantara siswa
Bebas adalah naluri manusia, tetapi kebebasan berlebihan perlu dicegah jangan sampai berkembang merusak disiplin kelas. Berdialog antara guru dan peserta didik tentang hak dan kewajiban peserta didik perlu dilaksanakan. Katakan kepada para siswa bahwa disamping hak, ada kewajiban untuk tidak mengganggu orang lain.

d. Gangguan permusuhan antara peserta didik tau kelompok
Bicaralah dengan masing-masing pihak secara individual atau kelompok . berusaha mencari penyebab permusuhan ini dan cobalah adakan perubahan-perubahan baru.
Katakan bahwa permusuhan adalah perbuatan tidak baik dan permusuhan akan mengakibatkan hilangnya teman bergaul.

e. Gangguan menyontek
Menyontek terjadi akibat dari ketidak siapan peserta didik atau materi yang melebihi batas. Berilah motivasi dan keempatan yang bijak dan tugas yang sesuai dengan kemampuan peserta didik. Katakan pada mereka bahwa menyontek akibat dari tidak belajar. Menyontek, selain konsentrasi buyar juga tidak akan dapat menyelesaikan pekerjaan dengan baik. Oleh karena itu, belajarlah dengan rajin dan tekun.

f. Gangguan pengaduan
Disiplin kelas kadang-kadang terganggu oleh adanya pengaduan disamping adanya laporan dari peserta didik. Gangguan harus dapat membedakan pengaduan dan laporan tentang sesuatu. Namun guru perlu berlaku bijaksana dan konsisten dalam menjelaskan ke dua hal tersebut.

g. Gangguan tabiat marah
Guru segera menghampiri atau memindahkan peserta didik yang bertabiat marah dan menjauhkan peserta didik lain.

Sebagai pendengar, guru kemudian mencari sebab dan membantu menyelesaikan persoalannya.

h. Gangguan penolakan permohonan guru
Berdialog secara terus menerus dan mencari alternatif lain adalah salah satu cara yang dapaot ditempuh oleh guru terhadap gangguan ini. Permohonan yang rasional untuk seorang siswa belum tentu sesuai dengan siswa lain. Penciptaan suasana sejuk dan objektif akan menghilangkan gangguan semacam ini.

i. Gangguan perpindahan situasi
Perpindahan situasi merupakan jenis lain dari gangguan disiplin kelas (ganti pelajaran pindaj kelas, perubahan jadwal). Oleh karena itu, perpindahan situasi harus diiringi oleh kesiapan akan alternatif dan inisiatif lain, serta pengawasan.

Di samping itu, terdapat berbagai cara lain yang dapat ditempuh guru dalam menanggulangi pelanggaran disiplin. Cara tersebut antara lain:

a. Pengetahuan siswa
Makin baik guru mengenal siswa makin besar kemungkinan guru mencegah pelanggaran disiplin. Sebaliknya anak yang frustasi karena merasa tidak mendapat perhatian guru dengan semestinya sangat mungkin terjadinya siswa tersebut melanggar disiplin sekolah. Setiap siswa pada dasarnya mempunyai daya atau tenaga untuk mengontrol dirinya. Siswa yang tidak diperhatikan orang tua dan gurunya kurang dapat mengontrol dirinya sendiri biasanya kurang menghargai otoritas dan mereka tidak menyukai dan membencinya.
Pengenalan terhadap mereka dan latar belakangnya merupakan usaha penanggulangan pelanggaran disiplin. Berbagai alat dapat digunakan, misalnya:

1) “interest-inventory” merupakan cara sederhana yang dilakukan guru. Alat ini berupa sejumlah pertanyaan misalnya tentang buku yang disenangi, hoby, favorit, aktivitas yang dikerjakan siswa, acara yang disenangi dari siaran televisi, guru yang paling disenangi, dan sebagainya.

2) “sosiogram” yang dibuat dengan maksud untuk melihat bagaimana persepsi para siswa dalam rangka hubungan sosio-psikologis dengan teman-temannya.
3) “feedback letter” dimana siswa diminta untuk membuat satu karangan atau satu surat tentang perasaan mereka terhadap sekolahnya; apa yang disukai pada saat pertama kali masuk sekolah, pada saat pelajaran berlangsung, pada saat istirahat, keadaan lingkungan sekolah, pada saat pulang sekolah dan sebagainya






































b. Melakukan tindakan korektif
Dalam kegiatan melakukan tindakan disiplin kelas, tindakan tepat dan segera dapat diperlukan. Dimensi tindakan merupakan kegiatan yang seharusnya dilakukan guru bila terjadi masalah pelanggaran disiplin. Guru yang bersangkutan dituntut untuk berbuat sesuatu dalam menghentikan perbuatan sesuai setepat mungkin. Guru harus segera mengingatkan siswa terhasdap peraturan dan tata tertib (yang dibuat dan diterapkan bersama) dan konsekuensinya, kemudian melaksanakan sanksi yang seharusnya berlaku. Kegiatan ini juga bertujuan untuk memonitor efektivitas aturan tata tertib. Setelah jangka waktu tertentu guru bersama murid dapat meninjau kembali aturan sekolah tersebut untuk memodifikasi dan diperbaiki. Bagaimana cara melakukan dimensi tindakan ini, beberapa hal dibawah ini dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi guru.

1) Lakukan tindakan dan bukan ceramah
Bila ada seorang siswa melakukan tindakan yang dapat mengganggu kelas lakukan kegiatan menghentikan kegiatan tersebut secara tepat dan segera. Cara bertindak atau memberikan ceramah tentang kesalahan yang dibuat siswa pada saat itu akan membuat siswa malah menjadi bingung. Pesan-pesan non-verbal atau body languange, baik berupa isyarat tangan, bahu, kepala, alis, dan sebagainya dapat membantu dalam penegakkan disiplin kelas.

2) Jangan tawar menawar (do not bargain)
Bila terjadi pelanggaran yang dilakukan seorang siswa dan melibatkan atau menyalahkan siswa lainnya guru harus segera melakukan tindakan untuk menghentikan gangguan tersebut. Tidak ada untungnya kalau pada saat itu guru membuka forum diskusi untuk membicarakan tentang peraturan dan mencari siapa yang bersalah. Sekali lagi segera hentikan penyimpangan tingkah laku siswa dengan tindakan.

3) Gunakan “kontrol” kerja
Mungkin sekali banyak hal yang belum tercangkup dalam tata tertib terjadi dalam kelas. Kewajiban guru adalah mencoba menghindarkan hal tersebut dengan melakukan kontrol sosial. Misalnya dengan membuat ruangan tapal kuda sehingga guru dapat langsung berhadapan muka dengan para siswa, dan sekaligus dapat mengontrol tingkah laku mereka. Pendekatan dengan siswa sangat diperlukan karena kalau mereka merasa dekat dengan guru akan memperkecil kesempatan mereka untuk berbuat “nakal” dan melanggar tata tertib sekolah.

4) Nyatakan peraturan dan konsekuensinya
Bila ada siswa yang melanggar peraturan tata tertib sekolah, komunikasikan kembali apa aturan yang dilanggarnya secara jelas dan kemukakan akibatnya bila peraturan yang telah dibuat dan disepakati bersama itu dilanggar. Konsekuensi itu dilakukan secara bertahap dimulai dari peringatan, teguran, memberi tanda cek, di suruh menghadap kepala sekolah dan atau dilaporkan kepada orang tuanya tentang pelanggaran yang dilakukannya di sekolah. Bila ada tindakan siswa yang mengganggu suasana proses belajar mengajar, segera hentikan gangguan tersebut, kemudian usahakan memahami alasan mengapa siswa tersebut bertindak demikian. Kemudian kepadanya harapan kita sebagai guru dan teman-teman lain yang akan terganggu konsentrasinya dan nyatakan tingkah laku bagaimana yang diharapkan dari siswa yang bersangkutan. Tindakan guru hendaknya cukup tegas dan berwibawa dan hendaknya hindarkan hal-hal tindakan yang menyebabkan siswa yang menyebebkan siswa mendapat malu di depan teman-temannya.

Beberapa petunjuk dibawah ini dapat diperhatikan:
a) Pilihlah dan pakailah konsekuensi yang paling ringan dalam alternatif penanggulangan seperti teguran, peringatan, memberi tugas tambahan dan sebagainya. Hindarkan konsekuensi yang berat dan memberi hukuman.
b) Jika ternyata satu konsekuansi yang dipilih tidak fektif, berhentilah dan pindahkan kepada alternatif lain yang diperkirakan akan memberikan hasil yang lebih baik.
c) Tidak menutup kemungkinan untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk memilih salah satu alternatif konsekuensi dari pelanggaran yang sudah dibuatnya.
d) Ingat bahwa pelaksanaan konsekuensi atas pelanggaran terhadap tata tertib, tidak dimaksudkan untuk menghukum.
e) Konsekuensi dibuat ubtuk mengelola tindakan yang melanggar aturan pada saat tertentu. Besok adalah hari lain dan konsekuensi hanya berlaku pada hari itu dan saat itu.

Dalam kegiatan menegakkan disiplin dibutuhkan satu kegiatan monitoring. Kegiatan ini dimaksudkan untuk menemukan peraturan mana dan alternatif mana secara empirik merupakan alat yang efektif dalam mengatasi problema disiplin. Kegiatan inipun bertujuan untuk mengidentifikasi siswa yang sukar mengikuti peraturan sekolah. Dari hasil pengalaman beberapa waktu dan baiknya kalau guru menampung pendapat para siswa tentang peraturan mana yang dianggap tidak perlu dan dibuang.

c. Melakukan tindakan penyembuhan.
Pelanggaran yang sudah terlanjur dilakukan siswa atau sejumlah siswa perlu ditanggulangi dengan tindakan penyembuhan baik secara individual maupun secara kelompok. Situasi pelanggaran ini dapat terbentuk:
1) Siswa melanggar sejumlah peraturan sekolah yang telah disepakati bersama.
2) Siswa tidak mau menerima atau menolak konsekuensi seperti yang telah tercantum dalam peraturan sekolah sebagai akibat dari perbuatannya.
3) Seorang siswa menolak sama sekali aturan khusus yang telah tercantum dalam tata tertib sekolah.

Langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam tindakan penyembuhan ini ialah:
1) Mengidentifikasi para siswa yang mendapat kesulitan untuk menerima dan mengikuti tata tertib atau menerima konsekuensi dari pelanggaran yang dibuatnya;
2) Membuat rencana yang diperkirakan paling tepat tentang langkah-langkah yang akan ditempuh dalam mengadakan kontrak dengan siswa yang semacam ini;
3) Menetapkan waktu pertemuan dengan siswa tersebut yang disetujui bersama oleh guru dan siswa yang bersangkutan;
4) Bila saatnya bertemu dengan siswa tiba, jelaskanlah maksud pertemuan tersebut dan jelaskan pula manfaat yang diperoleh baik oleh siswa maupun oleh sekolah;
5) Tunjukkan kepada siswa bahwa guru pun bukan orang yang sempurna dan tidak bebas dari kekurangan dan kelemahan dalam berbagai hal, akan tetapi yang terpenting antara guru dan siswa harus tumbuh kesadaran untuk bersama-sama belajar, untuk saling memperbaiki diri, saling mengingatkan bagi kepentingan bersama;
6) Guru berusaha untuk membawa murid kepada masalahnya yaitu memahami tata tertib dan menjauhi pelanggaran terhadap peraturan yang berlaku di sekolah;
7) Bila ada pertemuan yang diadakan dan ternyata siswa tidak responsif maka guru dapat mengajak siswa untuk melaksanakan diskusi pada saat lain tentang masalah yang dihadapinya;
8) Pertemuan guru dengan siswa harus sampai pada pemecahan masalah dan sampai kepada “kontrak individual” yang diterima siswa dalam rangka memperbaiki tingkah laku siswa tentang pelanggaran yang dibuatnya;
9) Melakukan kegiatan tindak lanjut.






























Konsep lain dalam mencegah gangguan disiplin kelas dapat dilakukan dengan hal-hal berikut:
a. Sajian yang menarik
Masalah disipin kelas terganggu karena penyajian meteri yang kurang menarik. Oleh karena itu, prosedur mengajar (orientasi, latihan/praktik, umpan balik, lanjutan) harus dilaksanakan dnegan cara yang menarik.

b. Penampilan yang menarik
Sajian yang menarik hendaknya diikuti oleh penampilan yang menarik. Guru adalah model dan panutan peserta didik. Oleh karena itu, dalam berbicara, berpakaian, bertingkah laku misalnya, hendaknya dijaga agar tetap menarik.

c. Ketepatan menangani masalah
Pengambilan tindakan penanggulangan masalah disiplin akan menyenangkan satu pihak tetapi mungkin merugikan pihak lain. Oleh karena itu, ketepatan penanganan masalah sangatlah perlu.

d. Belajar dari kesalahan
Boleh jadi banyak pengalaman yang berkesan disamping yang tidak menyenangkan dalam mengajar. Setelah kita mengajar 4-5 tahun lamanya. Akhirnya disadari banyak hal positif, efektif, namun ada juga yang kurang efektif untuk dilaksanakan dalam menanggulangi masalah disiplin. Kesiapan guru dalam mengajar akan mempengaruhi masalah disiplin, sebaliknya guru yang tidak siap gangguan disiplin akan timbul. Akhirnya belajar dari pengalaman, guru dapat memetik manfaatnya.

e. Penggunaan hukuman
Para pendidik tidak setuju mengenai sesuatu yang mengakibatkan berkembangnya perilaku menyimpang dibiarkan ada.tindakan yang berupaya menegakkan disiplin memang perlu. Hukuman kendatipun kadang-kadang kurang efektif dari ganjaran yang perlu diambil. Terdapat prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan dalam memberi hukuman kepada peserta didik. Prinsip-prinsip berikut merupakan gagasan agar pemberian hukuman fleksibel dan mengkait dengan situasi dan kekhususan para siswa. Prinsip-prinsip tersebut seperti dikemukakan oleh Ornstien (1990), Eggen (1994) adalah:
1) Hukuman diberikan secara hormat dan penuh pertimbangan;
2) Berikan kejelasan/alasan mengapa hukuman diberikan;
3) Hindarkan pemberian hukuman pada saat marah atau emosional;
4) Hukuman diberikan pada saat awal kejadian dari pada akhir kejadian;
5) Hindari hukuman yang bersifat badaniah/fisk;
6) Jangan menghukum kelompok/kelas apabila kesalahan dilakukan oleh seseorang;
7) Jangan memberi tugas tambahan sebagai hukuman;
8) Yakini bahwa hukuman sesuai dengan kesalahan;
9) Pelajari tipe hukuman yang diijinkan sekolah;
10) Jangan menggunakan standar hukuman ganda;
11) Jangan mendendam;
12) Konsisten dengan pemberian hukuman;
13) Jangan mengancam dengan ketidak mungkinan;
14) Jangan memberi hukuman berdasar selera.

Jenis-jenis hukuman
1. Pengurangan skor atau penurunan peringkat
2. Pengurangan hak
3. Hukuman berupa denda
4. Pemberian celaan
5. Penahanan sesudah sekolah
6. Penyekoresan
7. Pengiriman kepada orang lain

Secara ringkas langkah-langkah pencegahan gangguan disiplin dapat dikemukakan sebagai berikut:
a. Umum
1) Peduli
2) Tandai gangguan
3) Amati dengan seksama
4) Tingkatkan kepentingan semua pihak
5) Humor
6) Penyusunan kembali program
7) Rutinitas
8) Permohonan langsung
9) Hindarkan barang-barang yang mengganggu
10) Pengendalian fisik

b. Moderat
1) Susun aktivitas kelas
2) Tentukan prosedur dan ketentuan dalam pembelajaran
3) Susun aktivitas dan tugas-tugas akademik
4) Susun kegiatan-kegiatan yang sudah rutin
5) Tekankan tujuan dampak sampingan dari belajar
6) Laksanakan kegiatan monitoring
7) Bentuk kelompok-kelompok belajar
8) Gunakan waktu secara efektif
9) Berikan petunjuk-petunjuk praktis
10) Kemukakan harapan-harapan guru

c. Kemanusiaan
1) Pengembangan kesadaran diri melalui umpan balik melalui: berikan penekanan pada tingkah laku bukan pada pribadi, berikan penekanan pada penjelasan bukan pada pendapat, berikan penekanan pada masa sekarang/akan datang bukan pada masa lampau, berikan penekanan pada proses perubahan pribadi.
2) Pengembangan dan pemeliharaan kepercayaan.
3) Efisiensi komunikasi seperti: gunakan orang pertama secara tunggal dan langsung, buatlah pesan secara lengkap/harmonis/kongkret, gunakan verbal dan non verbal secara harmonis, mintalah balikan, gambarkan perilaku tanpa penilaian.

3. Kebiasaan Hidup Tertib
Pembiasaan dengan disiplin di sekolah akan mempunyai pengaruh yang positif bagi kehidupan siswa di masa yang akan datang. Pada mulanya memang disiplin dirasakan sebagai suatu aturan yang mengekang kebebasan siswa. Akan tetapi bila aturan ini dirasakan sebagai sesuatu yang memang seharusnya dipatuhi secara sadar untuk kebaikan sendiri dan kebaikan bersama. Maka lama-kelamaan akan menjadi kebiasaan yang baik menuju kearah disiplin diri sendiri (self discipline). Disiplin tidak lagi merupakan aturan yang datang dari luar yang memberikan keterbatasan tertentu. Akan tetapi disipli telah merupakan aturan yang datang dari dalam dirinya sendiri suatu hal yang wajar dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.

Pengalaman dasar dalam disiplin akan memberikan kerangka dalam keteraturan hidup selanjutnya. Disiplin diri sendiri hanya akan tumbuh dalam suatu suasana dimana antara guru dan para siswa terjalin sikap persahabatan yang berakar pada dasar saling hormat menghormati dan saling percaya mempercayai.

Hal ini akan tumbuh subur bila:
a. Guru bersikap hangat dalam membina sikap persahabatan dengan semua siswa. Menghargai mereka dan menerima mereka dengan berbagai keterbatasan.
b. Guru bersikap adil sehingga mereka merasa diperlakukan sama tanpa tumbuh rasa dianak tirikan atau disisihkan.
c. Guru bersikap objektif terhadap kesalahan siswa dengan melakukan sanksi sesuai dengan tata tertib bila siswa melanggar disiplin yang telah disetujui bersama.
d. Guru tidak menuntut para siswa untuk mengikuti aturan-aturan yang diluar kemampuan siswa.
e. Guru tidak menghukum siswa di depan teman-temannya sehingga mengakibatkan mereka merasa kehilangan muka.
f. Dapat diciptakan suasana optimis sehingga setiap siswa merasakan berhasil dalam segi-segi tertentu dan tidak senantiasa berada dalam situasi kegagalan dan kekecewaan.
g. Suasana kehidupan di sekolah tidak mendorong siswa ke arah tingkah laku yang dikehendaki.
h. Pada saat-saat tertentu disediakan penghargaan dan hadiah bagi siswa-siswa yang bertingkah laku sesuai dengan tuntutan disiplin yang berlaku sebagai suri tauladan yang baik.

Sikap guru yang demokratis merupakan kondisi bagi terbinanya kebiasaan berlaku tertib. Sikap ini akan memberi kesempatan kepada siswa untuk ikut terlibat dalam menegakkan disiplin sekolah, ikut bertanggung jawab, dan ikut mempertahankan aturan yang telah dipikirkan dan ditetapkan bersama.
Tentu saja dalam hal ini dibutuhkan kerjasama yang baik dengan orang tua dirumah agar kebiasaan disiplin yang baik disekolah ditunjang oleh kebiasaan yang baik di rumah dan sebliknya.

















BAB VII
MURID DI DALAM PROSES BELAJAR
Latar Belakang
Metodologi pengajaran yang modern menerapkan hasil-hasil penemuan terakhir dari psikologi belajar. Karena itu, seorang guru yang serius pasti akan mendalami persoalan-persoalan psikologi belajar dan implikasinya di dalam menjalankan tugas sehari-hari. Pengetahuan serupa ini sangat besar manfaatnya secara praktis. Sebab itu, di dalam bab ini akan dikemukakan beberapa persoalan ynag akan memberi pengertian lebih dalam mengenai metedologi pengajaran.
Tujuan
Seorang ahli psikologi bertugas menemukan fakta atau unsur-unsur pokok dari proses belajar, mengenai hubungannnya dengan dasar-dasar psikologik serta pola-pola yang berlaku di dalam proses itu. Seorang ahli pendidikan lebih mengutamakan metode serta kondisi yang mempertinggi efisiensi belajar. Untuk ini dia akan memperhatikan tujuan belajar. Belajar diajukan pada (1) pengumpulan pengetahuan, (2) penanaman konsep dan kecekatan, serta (3) pembentukan sikap dan perbuatan.
Ada segolongan orang yang berpendapat bahwa belajar merupakan proses pertumbuhan yang di hasilkan oleh perhubungan berkondisi antara stimulus dan respons. Bagi seorang behaviors, belajar pada dasarnya adalah menghubungkan sebuah respons tertentu pada sebuah stimulus yang tadinya tidak berhubungan. Respons tertentu kemudian itu diperkuat ikatannya melalui berjenis-jenis cara yang berkondisi. Bagi seorang penganut teori Gestalt, hakekat belajar adalah adalah penemuan hubungan unsur-unsur di dalam ikatan keseluruhan. Penemuan yang lebih maju memperluas pengertian belajar yang secara ringkas dapat dikemukakan dalam sedikitnya lima karakteristik atau sifat sebagai berikut:
A. Belajar Terjadi Dalam Situasi Yang Berarti Secara Individual
Belajar sebagai proses perubahan tingkah laku telah ditegaskan dalam ceramah yang lalu sebagai proses yang terjadi di dalam satu situasi, bukan di dalam satu ruang hampa. Situasi belajar ini ditandai dengan adanya motif-motif yang ditetapkan dan atau diterima oleh murid. Kadang-kadang satu proses belajar tidak dapat mencapai hasil maksimal disebabkan oleh karena ketiadaan kekuatan yang mendorong ini (motivasi). Dalam hal inilah perlunya guru memasukkan motivasi di dalam cara-cara mengajarnya.

B. Motivasi Sebagai Daya Penggerak
Motivasi yang sehat perlu ditumbuhkan secara integral di dalam dunia belajar itu, yakni diambil dari dalam sistem nilai lingkungan hidup murid itu dan diyujukan pada penjelasan tugas-tugas perkembangan murid. Motivasi ynag mempunyai daya penggerak yang sanagt besar biasanya adalah motivasi ynag bersifat intrinsic. Bilamana siswa melihat dengan jelas hubungan tujuan dan atau motif perbuatan belajarnya itu dengan satu sistem nilai dan tugas-tugas perkembangannya, maka ia akan cukup ulet menghadapi kesulitan-kesulitan, rintangan-rintangan dan situasi-situasi yang kurang menyenangkan. Motivasi dapat diaksentuasi dari sudut kebutuhan murid.

C. Hasil Pelajaran Adalah Kebulatan Pola Tingkah Laku
Apabila usaha murid telah menghasilkan pola tingkah laku yang dituju semula, proses belajar dapat dikatakan mencapai titik akhir smentara. Pola tingkah laku tersebut terlihat pada perbuatan reaksi dan sikap murid secara fisik maupun mental. Bersamaan dengan hasil utama itu terjadi bermacam-macam proses mengiring yang juga menghasilkan “tambahan” perubahan tingkah laku, sehingga akhirnya terdapat satu kesatuan yang menyeluruh. Hal ini menjelaskan bahwa hasil belajar itu tidak pernah terpisah-pisah. Hasil yang dicapai lebih kemudian akan mendapatkan tempat di dalam perbendaharaan pengetahuan murid, dan setiap penambahan akan mempengaruhi struktur pembendaharaan itu secara menyeluruhn lagi.

D. Murid Menghadapi Situasi Secara Pribadi
Tiap situasi belajar akan dihadapi secara utuh oleh orang yang belajar sebagai individu yang utuh pula. Dia tidak dapat melepaskan diri dari situasi lingkungannya dan diapun tidak mungkin dapat mengisolasi sebagian dari pribadinya. Karena itu perlu diberikan tempat yang cukup kepada pentingnya arti situasi itu bagi setiap pelajar secara pribadi. Setiap manusia mempunyai cara memandang pada setiap persoalan, dan tidak akan mungkin seluruhnya sama dengan cara memandang manusia lainnya. Manusia hanya akan memperlihatkan reaksi (kesenangan, kebencian, dan lain-lain) tertentu terhadap aspek hidup yang mempunyai makna tertentu baginya. Karena sangat sulit sekiranya munhkin untuk menanamkan satu sistem persepsi hidup yang homogeny dan absolute bagi setiap manusia.

E. Belajara Adalah Mengalami
Mengalami berarti menghayati sesuatu actual penghayatan mana akan menimbulkan respons-respons tertentu dari pihak murid. Pengalaman yang berupa pelajaran akan menghasilkan perubahan (pematangan, pendewasaan) pola tingkah laku, perubahan, didalam sistem nilai, di dalam perbendaharaan konsep-konsep (pengertian), serta di dalam kekayaan informasi.

Sebab itu tugas mengajar adalah membina rangkaian pengalaman yang dapat menjadi sumber pengetahuan dan keterampilan pelajar. Pengalaman tersebut tidak selalu dapat dilalui secara riil, sehingga kadang-kadang perlu diciptakan situasi “buatan”. Pengalaman jenis pertama pada umumnya lebih baik dari pada jenis kedua, tetapi hal ini tidak mutlak kedua-duanya melengkapi satu sama lain, dan efektifitasnya dapat dipertinggi melalui berbagai jalan. Bila tidak demikian, maka pengalaman-pengalaman itu mungkin sulit disebut pengalaman edukatif, perlu diperhatikan bahwa:
1. Pengalaman edukatif tertuju pada satu hasil yang akan dicapai oleh murid,
2. Pengalaman edukatif bersifat kontinu dan bersifat interaktif antara individu dengan lingkungan pengalaman itu,
3. Pengalaman edukatif membantu pendewasaan yang wajar pada pihak murid.

Beberapa Implikasi
Sudah jelas bahwa proses belajar tidak dapat semata-mata disamakan dengan menghafal, dan karenanya hasil pelajaran tidak dapat dievaluasi semata-mata atas dasar kemampuan reproduktif murid.
Lagi pula proses belajar tidak dapat dipisah-pisah peristiwanya. Fakta tidak dapat diajarkan tersendiri, keterampilan pun tidak dapat diajarkan bila dihubungkan dengan arti keterampilan itu dalam rangka yang lebih luas. Bila tidak, maka pelajar akan dihadapkan dengan sistem mengajar verbalistik. Bila telah disadari trujuan yang akan dicapai sangatlah penting bahwa guru dan (pelajar) melalui cara-cara mengajar dan (belajar) yang paling wajar untuk mencapai tujuan itu. Untuk setiap jenis tujuan, di dalam setiap situasi edukatif, terhadap setiap pelajar, dibutuhkan pemikiran yang matang mengenai metode yang akan dipakai oleh setiap guru.
Penilaian hasil usaha guru itu perlu mengingat kenyataan bahwa hasil setiap peristiwa belajar itu adalah menyeluruh, bersegi banyak dan kompleks.
Karena itu perlu diperhatikan untuk tidak mencampurkan baurkan peristiwa belajar dengan hasil belajar.
Untuk memperoleh pengertian mengenai kompleksnya proses belajar dan implikasinya bagi seorang guru, cukup kita melihat satu aspek saja ialah kenyataan adanya unsur emosi pada setiap manusia yang tidak mungkin ditiadakan sepanjang hayat manusia, termasuk apabila ia sedang dalam proses belajar.

Metodologik Adanya Unsur Emosi Dalam Proses Belajar
Dalam pendidikan, khususnya di bidang pengajaran, selalu terdapat soal-soal terhadap mana timbul perbedaan-perbedaan pendapat yang bertentangan. Salah satu dari soal yang merupakan dilema selama sekian lama ialah apakah pengajaran itu perlu memasukkan unsur emosi sebagai unsur pokok, ataukah perlu menyampingkannya, dengan semata-mata menekankan pada unsur rasio atau kekuatan penalaran. Hal ini sesuai denagn perbedaan pendapat yang terdapat dalam psikologi belajar, yakni apakah proses belajar itu dihambat ataukah dipercepat denagn adanya emosi.
Di satu pihak dapat dikemukakan pendirian yang pada umumnya tidak melihat faedahnya unsur emosi dalam proses belajar mengajar, karena menurut pendapat ini, proses kemampuan intelektual perlu dibedakan dan dipisahkan dari proses emosional. Bukan saja adanya unsur emosi tidak dibenarkan, tetapi juga ada kecenderungan kearah menekan unsur emosi itu. Sejak dalam abad pertengahan di Eropa nampak pengajaran-pengajaran formal dilakukan ditempat-tempat yang bersuasana tak beremosi, karena pengertian proses belajar adalah identik dengan kegiatan intelek, atau penggunaan daya kognitif.
Tradisi pengajaran di Indonesia tidak banyak bedanya dengan praktek abad-abad pertengahan itu. Memang golongan ini dapat menunjukkan bahwa kegagalan di sekolah, gangguan-gangguan yang tergolong abnormalitas dalam kategori psikologi perkembangan, tetapi juga golongan dalam bentuk frustasi, kemarahan, tekanan persaingan dan ketegangan-ketegangan dalam masa kritik, semuanya ini merupakan faktor pengganggu terhadap hasil akademik atau prestasi skolastik. Ditingkatan yang lebih lanjut, misalnya di Universitas ternyata bahwa ketegangan emosional ialah faktor yang menentukan prestasi skolastik para mahasiswa.
Di lain pihak, ada golongan yang berpendapat bahawa kegagalan guru-guru menjalankan tugas adalah karena mereka tak mampu menyadari dan mewujudkan prinsip bahwa prose belajar secara fundamental adalah proses kejiwaan yang sangat penuh dengan larutan emosi. Bagi golongan ini, belajar adalah satu kegiatan yang memerlukan segenap kehidupan seseorang, jadi bukan saja terbatas pada segi kognitif, tetapi juga segi afektif atau segi emosi. Proses belajar yang paling bersahaja sekalipun mengandung segala langkah yang berporos emosi, dimulai dari sejenis rasa tegang kegembiraan menghadapi kemungkinan sesuatu hasil (atau rasa tegang kecemasan menghadapi kemungkinan kegagalan), kesituasi kritik dalam menjatuhkan pilihan. Sampai pada waktu keredaan yang disertai dengan lega. Walupun mungkin pertentangan pendapat ini tidak terlalu menampak dalam praktek, dan lebih kurang terasa atau kurang nampak di Indonesia karena belum cukupnya cara-cara tertentu untuk mendalami soal ini serta membawanya ke dalam forum yang luas, tidaklah berarti bahwa soal ini tidak terdapat di dalam praktek. Dalam kesempatan ini kami akan mengemukakan beberapa penemuan dari bidang psikologi, dan mencoba menarik pelajaran yang berguna untuk menyempurnakan asas-asas didaktik, khususnya di bidang metedologi pengajaran.
Pada permulaan pergantian abad 20 ini, beberapa ahli sudah mulai menpercakapkan faktor emosi dalam proses belajar, yang umumnya mnyimpulkan pentingnya faktor tersebut. Malahan secar eksperimental telah dilakukan penyelidikan di bidang ini. Dikemukakan bahwa adanya unsur emosi yang berbentuk negatife pun (dalam hal ini hukuman) dapat mempertinggi prestasi belajar. Beberapa penyelidikan kemudian memperkuat dan memperhalus pendapat yang terdahulu dengan mengatakan bahwa bila kadar emosi melewati garis kritik, maka pengaruhnya akan berbalik menghambat proses belajar. Kemudian timbul bermacam-macam teori mengenai emosi, antara lain yang dikenal sebagai “activation theory” yang menunjukkan bahwa kehadiran emosi dalam kegiatan-kegiatan manusia adalah satu hal tak terelakan, justru karena emosi merupakan ukuran kegiatan suasana urat saraf terutama dari cerebal cortex. Juga hasil-hasil penyelidikan yang bersangkut paut dengan metodologi belajar mengajar akan kami perkatakan disini.
Pengamatan beberapa penyelidik pada cara anak kecil, hewan sera suku-suku primitive mneghadapi soal yang baru atau barang yang aneh, memberikan petunjuk akan adanya kenaikan dalam ketegangan emosional,terutama bila soal yang baru atau barang yang aneh itu tiba-tiba berubah di luar dugaan. Dalam saat-saat seperti ini dapat terjadi bahwa subyek malahan memperlihatkan reaksi impulsive yang tak terelakan, sehingga mengganggu usaha-usaha belajar yang positif. Karena pendapat-pendapat serupa ini, timbul persoalan sampai dimana emosi itu berdaya guna bagi proses belajar. Di satu pihak ada orang yang berpendapat bahwa ketegangan emosional itu berpengaruh negative bagi hasil pelajaran, misalnya menghambat kemampuan berfikir silogistik. Pendapat serupa ini banyak berkembang selama tahun-tahun 50-an. Begitu juga dalam 10 tahun terakhir ini. Dilain pihak, dalam waktu yang hampir sama, dapat pula ditemukan bukti-bukti yang membenarkan pengaruh unsur emosi pada proses belajar.
Tak perlu kiranya kami paparkan lebih lanjut soal ini, cukup di simpulkan bahwa pada umumnya, hasil-hasil penyelidikan menunjukkan adanya pengaruh detrimental atau yang melumpuhkan dengan adanya ketegangan emosional pada proses belajar, bila ketegangan itu mencapai taraf kritik tertentu. Baiklah kita pusatkan saja perhatian pada nilai-nilai hasil penyelidikan itu bagi seorang guru.
Karena telah diketahui adanya kenyataan bahwa bila seorang murid menghadapi masalah-masalah baru yang harus di pecahkan akan timbul kadar emosi pada dirinya, yang kemudian dapat mempengaruhi hasil proses belajarnya, maka timbul pertanyaan sampai dimanakah seorang guru perlu mengisabkan unsur emosi itu di dalam metode yang dipakainnya. Teori motivasi telah menunjukkan bahwa motif-motif itu, baik instrinsik maupun ekstrinsik, perlu digunakan untuk menggerakkan seseorang. Tetapi motif-motif itu dapat dipergunakan secara positif, dapat pula secara negatife, misalnya dalam bentuk hukuman, “santic” deprivasi dan lain-lain cara pendekatan yang sejenis. Yang terakhir ini menjadi persoalan yang lebih khusus, sebab bila ini dapat dibenarkan, maka pertanyaan selanjutnya yang akan timbul adalah sampai dimanakah metode itu (baik dalam fase perumusan tujuan, dalam fase pelaksanaan, maupun dalam fase evaluasi metode itu) perlu menimbulkan ketegangan emosional atau frustasi yang bertujuan sebagai pengaruh yang memberi daya guna. Pengalaman-pengalaman kami sendiri dalam menyelidiki berbagai pendekatan yang telah dilakukan di bidang ini hanya dapat sampai pada satu anggapan yang umum, yakni bersifat “negatife”senantiasa mungkin ada di dalam proses belajar sebab dalam proses belajar itu sendiri terdapat tujuan belajar, sedangkan di dalam usaha mencap[ai tujuan itu senantiasa terdapat dua kemungkinan, yakni berhasil (positif) atau kurang/tidak berhasil (negatife). Sebab itu kami simpulkan pula secra umum bahwa bila motif yang negatife perlu dipergunakan sebagai unsur dalam metode yang dipakai, maka motif dapat secara potensial di terima dan dipahami oleh pelajar.
Secara konkret dapat dijelaskan demikian. Bila pelajar menghadapi satu soal, maka soal itu dihadapinya tidak semata-mata dari sudut “pemikiran” (dalil apa dan bagaimana mempergunakannya untuk memecahkan soal itu), tetapi juga dari sudut “perasaan” (konsep diri, ukuran kemampuan, tingkat aspirasi, harapan-harapan prestasi).
Apakah artinya bila pada pelajar kita berikan soal-soal yang berada di luar kemampuan potensialnya untuk dipecahkan?
Secara metodologik ini berarti:
1. Bahwa kita menempatkan tujuan khusus intermediary yang tidak realistic,
2. Bahwa kita mempergunakan bahan dan materi (dalam arti yang luas) yang tidak wajar.
Karena telah diketahui adanya kenyataan bahwa bila seorang murid menghadapi masalah-masalah baru yang harus dipecahkan akan timbul kadar emosi pada dirinya, yang kemudian dapat mempengaruhi hasil proses belajarnya, maka timbul pertanyaan sampai dimanakah seorang guru perlu mengisabkan unsur emosi itu di dalam metode yang dipakainya. Teori motivasi telah menunjukkan bahwa motif-motif itu, baik instrinsik maupun ekstrinsik, perlu digunakan untuk menggerakkan seseorang. Tetapi motif-motif itu dapat dipergunakan secara positif, dapat pula secara negatife, misalnya dalam bentuk hukuman, “santic” deprivasi dan lain-lain cara pendekatan yang sejenis. Yang terakhir ini menjadi persoalan yang lebih khusus, sebab bila ini dapat dibenarkan, maka pertanyaan selanjutnya yang akan timbul adalah sampai dimanakah metode itu (baik dalam fase perumusan tujuan, dalam fase pelaksanaan, maupun dalam fase evaluasi metode itu) perlu menimbulkan ketegangan emosional atau frustasi yang bertujuan sebagai pengaruh yang memberi daya guna.
Pengalaman-pengalaman kami sendiri dalam menyelidiki berbagai pendekatan yang telah dilakukan di bidang ini hanya dapat sampai pada satu anggapan yang umum, yakni bersifat “negatife”senantiasa mungkin ada di dalam proses belajar sebab dalam proses belajar itu sendiri terdapat tujuan belajar, sedangkan di dalam usaha mencap[ai tujuan itu senantiasa terdapat dua kemungkinan, yakni berhasil (positif) atau kurang/tidak berhasil (negatife). Sebab itu kami simpulkan pula secra umum bahwa bila motif yang negatife perlu dipergunakan sebagai unsur dalam metode yang dipakai, maka motif dapat secara potensial di terima dan dipahami oleh pelajar.
Metode yang dipakai di sekolah-sekolah kita umumnya adalah metode otoriter, metode yang mudah membunuh tunas-tunas pada para pelajar untuk hidup sebagai pribadi-pribadi yang gembira menghadapi pelajaran.
Secara konkret dapat dijelaskan demikian. Bila pelajar menghadapi satu soal, maka soal itu dihadapinya tidak semata-mata dari sudut “pemikiran” (dalil apa dan bagaimana mempergunakannya untuk memecahkan soal itu), tetapi juga dari sudut “perasaan” (konsep diri, ukuran kemampuan, tingkat aspirasi, harapan-harapan prestasi). Kenyataan dan kebenaran yang begitu jelas, yang masih terlalu seringkali dilupakan adalah metodoligi pengajaran faktor manusia yang bertumbuh. Kegagalan guru yang memahami manusia yang tumbuh ditinjau dari sudut kebutuhan-kebutuhannya akan menimbulkan berbagai kesulitan di dalam perkembangan dan kesehatan pribadi murid.

Peristiwa Belajar
Belajar dapat dipandang sebagai hasil, dimana guru terutama melihat bentuk terakhir dari berbagai pengalaman interaksi edukatif. Yang diperhatikan adalah nampaknya sifat dan tanda-tanda tingkah laku yang dipelajari. Dari situlah timbulnya klasifikasi hasil yang perlu dimiliki oleh seorang murid, seperti hasil dalam bentuk keterampilan, dalam bentuk konsep-konsep, dan dalam bentuk sikap.
Pada permulaan pergantian abad 20 ini, beberapa ahli sudah mulai menpercakapkan faktor emosi dalam proses belajar, yang umumnya mnyimpulkan pentingnya faktor tersebut. Malahan secar eksperimental telah dilakukan penyelidikan di bidang ini. Dikemukakan bahwa adanya unsur emosi yang berbentuk negatife pun (dalam hal ini hukuman) dapat mempertinggi prestasi belajar. Beberapa penyelidikan kemudian memperkuat dan memperhalus pendapat yang terdahulu dengan mengatakan bahwa bila kadar emosi melewati garis kritik, maka pengaruhnya akan berbalik menghambat proses belajar. Kemudian timbul bermacam-macam teori mengenai emosi, antara lain yang dikenal sebagai “activation theory” yang menunjukkan bahwa kehadiran emosi dalam kegiatan-kegiatan manusia adalah satu hal tak terelakan, justru karena emosi merupakan ukuran kegiatan suasana urat saraf terutama dari cerebal cortex. Juga hasil-hasil penyelidikan yang bersangkut paut dengan metodologi belajar mengajar akan kami perkatakan disini.
Pengamatan beberapa penyelidik pada cara anak kecil, hewan sera suku-suku primitive mneghadapi soal yang baru atau barang yang aneh, memberikan petunjuk akan adanya kenaikan dalam ketegangan emosional,terutama bila soal yang baru atau barang yang aneh itu tiba-tiba berubah di luar dugaan. Dalam saat-saat seperti ini dapat terjadi bahwa subyek malahan memperlihatkan reaksi impulsive yang tak terelakan, sehingga mengganggu usaha-usaha belajar yang positif. Karena pendapat-pendapat serupa ini, timbul persoalan sampai dimana emosi itu berdaya guna bagi proses belajar. Di satu pihak ada orang yang berpendapat bahwa ketegangan emosional itu berpengaruh negative bagi hasil pelajaran, misalnya menghambat kemampuan berfikir silogistik. Pendapat serupa ini banyak berkembang selama tahun-tahun 50-an. Begitu juga dalam 10 tahun terakhir ini. Dilain pihak, dalam waktu yang hampir sama, dapat pula ditemukan bukti-bukti yang membenarkan pengaruh unsur emosi pada proses belajar.
Tak perlu kiranya kami paparkan lebih lanjut soal ini, cukup di simpulkan bahwa pada umumnya, hasil-hasil penyelidikan menunjukkan adanya pengaruh detrimental atau yang melumpuhkan dengan adanya ketegangan emosional pada proses belajar, bila ketegangan itu mencapai taraf kritik tertentu. Baiklah kita pusatkan saja perhatian pada nilai-nilai hasil penyelidikan itu bagi seorang guru.
Pertama dilihat bahwa murid itu sendiri harus menjadi unsur dari situasi, dalam arti bahwa unsur (murid) tersebut menerima rangsangan dari lingkungannya, yang dapat menimbulkan suatu tingkat kesadaran kebutuhan. Unsur kedua adalah tujuan yang apabila akan tercapai akan menimbulkan rasa keberhasilan dari murid. Unsur ketiga adalah motif yang merupakan daya penggerak untuk berhasil, murid yang mempunyai motivasi adalah murid yang telah memiliki satu keadaan dan kesiapan mental seperlunya untuk menggerakkan dirinya ke dalam kegiatan yang bertujuan.
Dalam pendidikan, khususnya di bidang pengajaran, selalu terdapat soal-soal terhadap mana timbul perbedaan-perbedaan pendapat yang bertentangan. Salah satu dari soal yang merupakan dilema selama sekian lama ialah apakah pengajaran itu perlu memasukkan unsur emosi sebagai unsur pokok, ataukah perlu menyampingkannya, dengan semata-mata menekankan pada unsur rasio atau kekuatan penalaran. Hal ini sesuai denagn perbedaan pendapat yang terdapat dalam psikologi belajar, yakni apakah proses belajar itu dihambat ataukah dipercepat denagn adanya emosi.
Di satu pihak dapat dikemukakan pendirian yang pada umumnya tidak melihat faedahnya unsur emosi dalam proses belajar mengajar, karena menurut pendapat ini, proses kemampuan intelektual perlu dibedakan dan dipisahkan dari proses emosional. Bukan saja adanya unsur emosi tidak dibenarkan, tetapi juga ada kecenderungan kearah menekan unsur emosi itu. Sejak dalam abad pertengahan di Eropa nampak pengajaran-pengajaran formal dilakukan ditempat-tempat yang bersuasana tak beremosi, karena pengertian proses belajar adalah identik dengan kegiatan intelek, atau penggunaan daya kognitif.
Gangguan visual di sekolah-sekolah diperkirakan sekitar dua puluh lima persen dari murid-murid biasa, yang biasanya tidak mudah diketahui karna tidak nyata karna kebutaan. diantara yang perlu diperhatikan adalah buta warna, hipermetrokia (mata jauh), myopia (mata dekat), astigmatismus (kekaburan penglihatan karna keadaan lesa mata), dan strabismus (mata juling). Gangguan fisual ynag tak nampak sering kali disertai dengan gejala-gejala pusing, mual, sakit kepala, malas, danj kehilangan konsentrasi pada pelajaran.
Sering kali murid harus mencobakan beberapa respon. Dari jumlahg respon itu nanti ada yang dipakai terus dan diperkuat, ada pula yang diabaikan saja dan disisihkan seterusnya. Usaha yang tidak membawa hasil akan menimbulkkan prustasi atau kejiwaan yang bersifat dissonan (bernada sumbang), kadang untuk sementara atau jangkla panjang.

Kesulitan-Kesulitan Umum
Kesulitan-kesulotan yang ada pada umumnya dihadapi oleh orang yang belajar adalah tidak cukupnya pengetahuan mereka mengenai cara-cara belajar. Tanpa menghilangkan kemungkina kesulitan belajar yang disebabkan oleh suatu atau oleh perpaduan beberapa faktor yang telah disebut terdahulu, salah satu bidang yang ternyatas perlu diperhatikan guru agar interaksi dapat benar-benar berjalan dengan lancar adalah : menanamkan kebiasaan pada murid-murid agar mereka memilki keterampilan untuk belajar.
Cara-cara mengajar harus dapat tumbuh menjadi kebiasaan yang fungsional, dan untuk menumbuhkan sampai pada taraf itu, guru harus membingbing murid-muridnya menguasai keterampilan-keterampilan seperti membaca buku, mempergunakan kamus dan peta, teknik bertukar pikiran, membuat catatan, dan lain sebagainya.
Pertama dilihat bahwa murid itu sendiri harus menjadi unsur dari situasi, dalam arti bahwa unsur (murid) tersebut menerima rangsangan dari lingkungannya, yang dapat menimbulkan suatu tingkat kesadaran kebutuhan. Unsur kedua adalah tujuan yang apabila tercapai akan menimbulkan rasa keberhasilan dari murid. Unsur ketiga adalah motif yang merupakan daya penggerak untuk berhasil, murid yang mempunyai motivasi adalah murid yang telah memiliki satu keadaan dan kesiapan mental seperlunya untuk menggerakkan dirinya ke dalam kegiatan yang bertujuan.
Dalam pendidikan, khususnya di bidang pengajaran, selalu terdapat soal-soal terhadap mana rimbul perbedaan-perbedaan pendapat yang bertentangan. Salah satu dari soal yang merupakan dilema selama sekian lama ialah apakah pengajaran itu perlu memasukkan unsur emosi sebagai unsur pokok, ataukah perlu menyampingkannya, dengan semata-mata menekankan pada unsur rasio atau kekuatan penalaran. Cara-cara mengajar harus dapat tumbuh menjadi kebiasaan yang fungsional, dan untuk menumbuhkan sampai pada taraf itu, guru harus membimbing murid-muridnya menguasai keterampilan-keterampilan seperti membaca buku, mempergunakan kamus dan peta, teknik bertukar pikiran, membuat catatan, dan lain sebagainya. Penelitian yang banyak kami lakukan memberikan kesimpulan bahwa sedikitnya terdapat delapan bidang belajar yang menimbulkan persoalan para mahasiswa. Bidang itu adalah:
1. Bagaimana mengikuti kuliah,
2. Bagaimana menelaah buku,
3. Bagaimana membuat catatan,
4. Bagaimana belajar sendiri,
5. Bagaimana belajar dalam regu,
6. Bagaimana memakai perpustakaan,
7. Bagaimana mengarang ilmiah,
8. Bagaimana menghadapi ujian.
Bukan tidak mungkin bahwa hasil interaksi edukatif akan dilipat gandakan apabila pada murid telah terdapat alat-alat yang fungsional untuk membantu mereka mengolah dan mengkonsolidasikan pengalaman-pengalaman edukatif mereka. Baikalh disadari sekali lagi bahwa juga dalam hal ini diperhitungkan adanya perbedaan-perbedaan individual dikalangan anak didik.




















BAB VIII
SIFAT ALAT UTAMA DALAM INTERAKSI
Sebagai seorang guru seharusnya dapat melihat pelaksanaan komunikasi dan interaksi dengan muridnya, kecuali untuk hal yang snagat berkelainan, semua guru diharapkan dapat mengadakan interaksi dengan baik tanpa bantuan orang ahli (spesialis) kependidikan. Masalah komunikasi antara manusia dewasa banyak mengalami kegagalan karena semua pihak mengartikan sama apa yang dimaksudkan oleh yang lain. Soal komunikasi di sekolah lebih banyak lagi menghadapi kesulitan oleh karena masalah komunikasi ini berlangsung antara orang dewasa dengan orang yang masih harus dewasa. Perlu kita ketahui bahwa komunikasi itu bersifat khusus yaitu bersifat edukatif. Persoalannya bukan hanya menyampaikan pikiran-pikiran secara cekatan, tetapi menyampaikan pikiran-pikiran yang mendidik dengan cekatan.
Alat interaksi dapat diklasifikasikan dalam tiga golongan:
1. Pengalaman rill, yakni segenap media di dalam dunia kehidupan sehari-hari.
2. Pengalaman buatan, yakni segenap media yang sengaja diciptakan untuk mendekatkan pengertian pada pengalaman rill.
3. Pengalaman verbal, dimana bahasa adalah alat utama, baik lisan maupun tulisan.

Jenis pengalaman yang pertama, yang rill, dapat menghasilkan pengertian yang sangat teliti dan mendalam yang tidak akan dapat dicapai dengan hanya menemui pengalaman buatan ataupun dengan pengalaman verbal. Akan tetapi secara praktis tidak mungkin semua hal harus dialami secara rill; guru terikat oleh ruang dan waktu serta oleh faktor-faktor lainnya sehingga misalnya sulit untuk membawa murid secara rill mengalami kembali suasana perlawanan rakyat Aceh terhadap pemerintah penjajahan Belanda.
Oleh sebab itu, maka dipakailah pengalaman-pengalaman buatan melalui alat-alat pembantu yang khusus diciptakan untuk mendekatkan manusia (murid) pada pengalaman rill, baik dalam arti waktu, ruang, situasi maupun dalam hal-hal lainnya. Kemungkinan mempergunakan pengalaman buatan memudajkan tugas guru untuk menyusun rencana-rencana pengalaman edukatif yang dilaksanakan di sekolah. Waktu, tenaga dan ongkos dapat dihemat bila pengalaman-pengalaman buatan ini dapat mencapai taraf kenyataan yang tinggi sehingga dalam hal-hal tertentu dapat dipandang lebih baik dari pengalaman rill yang tak mudah dikontrol.
Selanjutnya alat pembantu yang utama adalah bahan rill untuk keperluan pengamatan dan demonstrasui (“realita”), yang dialami di dalam kelas, dan yang terutama menjawab pertanyaan seperti “bagaimana wujud dan fungsinya”. Kemudian kita kenal alat-alat pembantu yang khusus yang diciptakan sebagai model atau contoh dari benda-benda rill, yang sama tujuannnya di dalam pengamatan dan demonstrasi. Model-model dapat merupakan bentuk tiruan atau replika daris ebuah bangunan , dapat merupakan bahagian dari sebuah mesin (yang bergerak), dapat berupa “contoh-contoh diam”. Model kadang-kadang pula dengan sengaja dibuat menyimpang dari keadaan yang sesungguhnya, dengan meksud-maksud untuk menyederhanakan gambaran atau untuk memusatkan pengamatan murid. Untuk keperluan pelajran tertentu, telah disediakan model-model komersial, tetapi dengan bahan-bahan yang murah dan teknik yang sederhana, guru-guru dengan mudah dapat menciptakan sebahagian dari kebutuhannnya secara khusus.
Model-model sebahagian terbersar merupakan benda-benda berdimensi tiga, seringkali dipisah pula alat-alat yang berdimensi dua seperti peta, gambar-gambar grafik, bagan dan sebagainya. Di dalam menyampaikan pengalaman buatan ini seringkali kita dapat memakai alat-alat pembantu lainnya seperti televisi, proyektor, perekam suara, alat pemotret dan lain-lain. Akhirnya pengalaman buatan dapat pula diperkenalkan melalui kegiatan-kegiatan yang tidak banyak mempergunakan alat-alat pembantu, misalnya di dalam sandiwara boneka, atau sama sekali tidak membutuhkan alat-alat khusus seperti di dalam sosiodrama dan bermain peran.
Pada tingakat pengalaman verbal, kedua jenis pengalaman terdahulu dapat diintegrasikan, malahan sebenarnya pengalaman verbal ini tidak dapat dipisahkan dari dua jenis kategori yang terdahulu. Akan tetapi menyadari kenyataan dimana sebahagian terbesar dari pengalaman-pengalaman itu justru diperoleh melalui bahasa lisan dan tertulis, maka sudah sepatutnya diberikan perhatian yang khusus kepada pengalaman verbal ini.
Bahasa memiliki sifat tersendiri, dan dalam melihat bahasa itu sebagai alat utama dalam interaksi edukatif antara guru dan murid, perlu kita sadari sifat-sifat tertentu dari alat tersebut. Dalam uraian seterusnya sekaligus kami akan mengemukakan implikasi yang dihadapi oleh guru dalam mempergunakan bahasa (lisan) atau oleh penulis bahan-bahan pendidikan dalam mempergunakan bahasa tertulis.

Bahasa lisan dan tertulis sebagai alat
Setiap orang pernah mengalami membaca sebuah kalimat atau sebuah paragraf dari sebuah buku tanpa mengerti dengan jelas apa yang sebenarnya dimaksud oleh penulis buku itu. Malahan kadang-kadang kalimat atau paragraf itu tetap merupakan “buku yang penutup” baginya walaupun telah dibaca berulang-ulang. Dalam beberapa hal, masalah penanaman pengertian (yang merupakan masalah komunikasi edukatif) dapat benar-benar merupakan masalah. Bila tidak dapt terjalin komunikasi antra penulis dan pembaca secara lancar, salah satu kemungkinan sebabnya bersumber dari kesalahan pembaca, yakni misalnya karena ia mencoba membaca buku yang ditujukan pada orang-orang yang berlainan tingkat pengetahuan atau berlainan lapangan daripadanya. Dari buku-buku seperti ini, pembaca terang tidak dapat diharapkan menarik faedah yang semestinya, untuk lisan yang bersifat lanjutan itu, ada hal-hal lagi yang tidak dijelaskan oleh penulis karena dianggap sudah diketahui oleh pembaca ; atau dengan perkataan lain: penulis bertolak dari tingkat bahan apersepsi tertentu.
Dalam hal yang lain, bila komunikasi antara penulis dan pembaca atau antara pembicara dan pendengar tak dapat terjelma, ini mungkinkarena kesalahan penulis atau pembicara. Banyak penulis (pembicara) yang sebenarnya menulis buku (berbicara) untuk mereka sendiri. Kata demi kata, kalimat demi kalimat, dikemukakan dengan pengertian yang jelas baginya tetapi belum tentu dapat jelas bagi orang lain. Ia lupa untuk selalu bertanya pada diri sendiri serupa ini: “ apakah kalimat atau apakah perkataan yang saya tulis ini akan jelas artinya bagi para pembaca? Apakah pengertian yang saya meksudkan telah saya tulis secara sederhana? Cukuplah contoh-contoh yang saya berikan sehingga dapat dimengerti dlebih jelas mengenai apa yang saya maksudkan? Apakah saya perlu memberi gambar atau bagan untuk menjelaskan?” bila mana penulis gagal untuk senantiasa menempatkan diri pada situasi pembaca, dan bila mana penulis tidak memperhitungkan latar belakang pembacanya, maka besar sekali kemungkinan besar ia hanya menulis tak lain dari pada rentetan huruf-huruf dan kata-kata yang tak mewakili pengertian yang jelas bagi pembacanya. Bagaimana sebaiknya kita menciptakan komunikasi yang wajar dalam tulisan atau dalam uraian lisan kita, agaknya kan lebih mudah dimengerti bila kita perhatikan empat sifat bahasa dan kata-kata pada umumnya.

SIFAT PERKATAAN
Pertama : pengertian tidak terletak pada perkataan
Dalam usahanya mempelajari proses berfikir anak-anak, ahli psikologis dari Swiss, Piaget, memajukan pertanyaan ini pada anak-anak (laki-laki dan perempuan) dari berbagai usia: Dapatkah kiranya bulan disebut “matahari” dan matahari disebut “bulan”? tiga buah diantara jawaban-jawaban yanh khas: A (umur 7 tahun) menjawab: “ tidak, karena matahari memberi panas dan bulan memberi cahaya”. B (umur 6 tahun dan 6 bulan) menjawab: ....bulan harus menjadui bulan dan bukan matahari dan matahari harus menjadi matahari”. C (umur 9 tahun) berkata: “tidak, sebabnya adalah karena benda itu tidak lain dari matahari. Tidak dapat mempunyai nama lain”.
Begitulah biasanya jawaban anak kecil (kecenderungan ini nampak pula dalam kehidupan bangsa primitif). Mereka percaya bahwa perkataan dan benda ada,lah sama; perkataan dan arti perkataan adalah sama (identik) dan karenanya tak dapat dipisah-pisah. Tetapi orang-orang yang lebih dalam fikirannya segera akan mengakui bahwa arti dari setiap perkataan tidaklah mutlak, karena arti itu tidak hany diletakkan pada perkataan tertentu. Mereka itu dapat melihat dan menyetujui bahwa sebenarnya perkataan “bulan” dapat kita lekatkan pada pengertian benda besar dan bulat yang memberi kita panas dan cahaya pada siang hari, yakni apabila dari kita sama menerima bahwa mulai saat ini, kalau kita berkata “bulan, yang kita maksudkan adalah ‘’benda yang dulu-dulunya kita sebut matahari”.
Manusia yang berfikiran dewasa akan berbeda dengan fikiran anak-anak, akan mengakui bahwa perkataan adalah bunyi atau tanda semata-mata yang disetujui dipakai untuk menunjuk sesuatu pengertian atau benda dalam dunia ini. Setiap kata tidak lebih dari sebuah simbol daris sesuatu benda yang sebenarnya. Bangsa indonesia yang memiliki bahasa daerah yang sedemikian banyaknya tentu akan mudah sekali membenarkan kenyataan itu. Diseluruh pelosok indonesia, telh disetujui dalam pemakaian sehari-hari untuk berkata kuda apabila yang dimaksud itu adalah binatang yang sama, yang disebut oleh suku bugis anyarang, dan yang disebut oleh orang yang berbahasa inggris horse. Setiap perkataan ini dapat dipakai tanpa mengubah pengertian, selama setiap golongan sepakat untuk memakainya.
Mengapa hal ini kita anggap penting diketahui oleh guru-guru dan penulis buku-buku pendidikan?
Pertama adalah agar guru dan penulis bahan bacaan tidak akan berpendapat bahwa sesuatu perkataan yang jelas artinya bagi dia, akan dengan sendirinya jelas pula bagi pembaca. Bila penulis ini benar-benar bermaksud menciptakan komunikasi yang sebaiknya dengan golongan yang akan membaca tulisannya, ia harus mengerti jenis-jenis pengalaman dan tingkat perbendaharaan kata-kata yang mereka miliki. Tidak jarang terjadi bahwa seorang penulis , terutama penulis yang baru mulai mengadakan percobaan menulis, senang mencari dan mempergunakan perkataan yang sukar atau yang puitis kedengarannya untuk mengungkapkan buah fikiran mereka. Biasanya kegemaran untuk mempergunakan kata-kata yang seperti ini tidak besar fungsinya , kalaupun ada. Malahan sebaliknya dapat terjadi bahwa kata-kata indah dan kalimat-kalimat bersusun akan berakibat timbulnya komunikasi. Dipandang dari sudfut pembaca, hal ini dapat membahayakan oleh karena kemungkinan selalu ada bahwa pembaca akan kehilangan jalan fikiran, tak dapat mengerti maksud penulis, ataupun menjadi bingung. Tujuan bahan-bahan bacaan pelajaran sama sekali jauh dari permainan kata-kata belaka. Tujuannya tidak lain daripada menolong menanamkan pengertian-pengertian dengan mudah dan sempurna, tanpa liku-liku yang mudah menyesatkan. Karena itulah maka pada umumnya kata-kata yang sederhana dan kalimat yang sederhana merupakan alat komunikasi yang sangat baik. Untuk mendekati tujuan seorang pembicara di dalam suatu ceramah, ia harus memperoleh gambaran mengenai tingkat kecerdasan pendengarnya; begitu pula seorang penulis, harus mengetahui tingkat kecerdasan pembacanya. Hanya dengan demikian ia dapat memilih kata-kata dan bentuk-bentuk ungkapan lainnya yang serasi.

Kedua: kata-kata untuk melukiskan pengertian yang telah ada, dapat dikombinasikan untuk melukiskan pengertian-pengertian baru.
Dalam beberapa buki didaktik dan juga pada golongan guru-guru terdapat perumusan pembaca sebagai “memperoleh pengertian dari halaman yang tercetak”. Tetapi sesuai dengan apa yang telah dibicarakan di atas, perumusan ini tidak seluruhnya benar sebab perumusan ini menggambarkan kenyataan bahwa, bagi pembaca, yang lebih fundamental adalah “ memberi pengertian pada halaman yang tercetak ”. bila kita melihat perkstssn horse, tidak adalah artinya bagi kita bangsa indonesia apabila sebelum itu tidak pernah kita belajar menghubungkan perkataan itu dengan sejenis binatang tertentu yang dikenal dengan pengalaman. Tetapi apa yang sebaiknya diperbuat oleh seorang penulis apabila ia tidak dapat mengetahui dengan pasti apakah pembacanya sudah mengetahui perkataan itu? Cara seorang penulis dapat memperkenalkan dan mengejarkan perkatannya yaitu dapat ditempuh dengan dua jalan :
1. Dia kadang-kadang dapat menyediakan gambar-gambar yang dapat menjelaskan maksudnya.
2. Penulis dapat mengkaitkan perkataan-perkataan yang sudah “lama”, yakni perkataan yang sudah dikenal lebih dahulu oleh pembaca, untuk membentuk pola perkataan baru yang menimbulkan juga pengertian yang baru di dalam diri pembacanya.
Untuk menjelaskan hal itu, kita dapat membandingkan perkataan gandum dengan padi. Melalui perbandingan ini, kita dapat memperlihatkan persamaan dan perbedaan gandum dengan padi. Gandum adalah hasil yang banyak persamaannnya dengan padi, biji padi seperti juga biji padi atau beras, terdapat di ujung-ujung batang gandum yang bermula-mula berwarna hijau kemudian lama kelamaan berwarna kuning, apabila sudah sampai waktunya untuk dipotong. Beras diperoleh dengan jalan mula-mula memotong tangkai padi dari batangnya lalu kulitnya dikupas dengan jalan menggiling atau menumbuknya.
Keterangan yang semacam ini diharapkan akan membawa pengertian yang cukup baik kepada pembacanya, sebab itu adalah sebuah cara yang berguna sekali bagi penulis untuk menyampaikan konsep-konsep baru kepada pembaca ialah melalui contoh dan perbandingan-perbandingan antara benda atau proses yang lama. Perkataan-perkataan yang lama selalu dapat dirangkaikan sedemikian rupa sehingga tertanamlah sebuah perkataan baru dengan arti yang jelas.
Ketiga : perkataan adalah alat penolong yang sangat berguna untuk mengabstraksikan sesuatu aspek pengalaman.
Sebagaimana telah dije;laskan di atas bahwa pembicaraan dipusatkan pada perkataan sebagai alat yang tegas dipakai dalam menyampaikan gambaran atau pengalaman yang kongkrit. Misalnya menyampaikan gambaran rumah chalet di pegunungan Swiss, engsel-mati dan gandum. Kiranya pada tempatnya sekarang kita memalingkan perhatan pada pemakaian perkataan dalam bentuk lain: sebagai simbol sesuatu kualitas tertentu yang diketemukan dari berbagai pengalaman.
Misalnya bila kit berkata: “kemarin saya lihat motor vespa amir, model tahun 1979 berwarna abu-abu”, kita menggunakan perkataan untuk menyampaikan gambaran yang cukup kongkrit. Tetapi apabila saya berkata : “milik finansial si amir”, maka kita mengabstrakkan atau menyimpilkan sesuatu kualitas tertentu mengenai segala hak miliknya yang dapat diuangkan.
Kita masih dapat mendaki kearah abstraksi yang lebih tinggi atau pada tingkat dimana kita mengabstraksi sebuah kualitas dari berjuta-juta benda, misalnya kita berkata tentang : “alat pengangkut di Indonesia”. Di sini kita menarik sifat atau kualitas “menggerakkan barang atau orang dari sekian banyak benda seperti kereta api, becak, truk, bis, sedan, perahu, kuda, kapal terbang, gerobak dan sebagainya.
Dari sebuah kepandaian manusia,yang istimewa ialah menetapkan simbol terhadap kualitas-kualitas yang abstrak dengan jalan menciptakan perkataan yang digunakan untuk maksud tersebut. Ini merupakan sebab utama mengapa kita dapat mencapai tingkay hidup dan berfikir yang sedemikian kompleks dan mengherankan itu, sebaliknya juga, sifat kehidupan kita yang lebih kompleks dewasa ini meminta perdamaian setiap orang untuk mempergunakan perkataan-perkataan abstrak dengan tepat dan teliti. Banyak hal yang diperoleh dari pendidikan di sekolah yang terdiri dari pelajaran tentang pengertian-pengertian yang abstrak; semua itu dipergunakan dengan maksud mempermudah kita berhubungan dan saling mengerti dengan orang lain.
Pada perkataan-perkataan yang lebih kongkrit, seorang penulis dapat mempergunakan gambar-gambar atau penjelasan verbal dimana dipakai perkataan-perkataan yang kiranya sudah dikenal oleh pembaca. Tetapi berbeda dengan pengertian-pengertian yang lebih abstrak seperti kebebasan politik, daya penarik, hak asasi manusia, kebahagiaan rumah tangga, biasanya perlu memperoleh penjelasan yang lebih terurai karena pengertian-pengertian itu sebenarnya cukup kompleks. Dengan istilah-istilah yang sangat abstrak, seperti juga dengan istilah-istilah yang jauh lebih sederhana, penulis akan lebih berhasil menyampaikan maksudnya dengan jelas kepada pembaca apabila ia senantiasa memperlihatkan contoh-contoh dengan mempergunakan pengalaman, tempat, benda, dan lain-lain yang diketahuinya cukup dikenal oleh pembaca.
Dalam kehidupan sehari-hari kita dapat dengan mudah menjumpai penulis yang memakai pendekatan-pendekatan yang hampir-hampir abstrak melulu, misalnya kesadaran nasional atau identitas sosial, tanpa penjelasan yang lebih lanjut karena bagi penulis itu sendiri tidak jelas apa yang dimaksud untul dikomunikasikan dengan perkataan-perkataan itu tetap tidak pernah dijelaskan, dan pembaca terpaksa meraba-raba dalam kegelapan. Bila seorang berbicara tentang kesadaran nasional, ia bertanggung jawab untuk memberi pembacanya penjelasan atau contoh-contoh orang atau golongan yang dalam tingkah laku atau sifat yang tidak mengandung sifat-sifat kesadaran nasional. Dengan contoh yang kontras ini, penulis akan lebih mudah menjelaskan pengertian yang abstrak tersebut.
Adapun tambahan untuk contoh-contoh yang realistik dan bercermin pada pengalaman bukan saja penjelasan pengertian istilah, tetapi juga menarik perhatian pembaca pada tingkat yang tinggi serta menolong pembaca mengingatnya lebih lama. Sebab itu bila penulis memperkenalkan sebuah perkataan atau istilah yang abstrak, kemungkinan yang besar untuk memperkenalkan pengertian istilah itu sejelas-jelasnya, adalah bila ia dengan teliti menjelaskan cara-cara pemakaian istilah-istilah pokok itu. Beberapa kata yang dapat mengarahkan dan memusatkan perhatian pembaca adalah “misalnya”, “andai kata”, “bandingkan”, “ialah”. Bila kata-kata ini kita pakai dengan bijaksana, maka kekuatan tulisan kita akan memberi keuntungan dari pembacanya.

Keempat :arti kiasan dalam bahasa dapat menghidupkan pengertian, tetapi dapat juga hanya membingungkan.
Salah satu sifat bahasa yang juga perlu menjadi perhatian kita, ialah penggunaan bahasa dalam arti sebenarnya maupun dalam arti kiasan. Penggunaan bahasa dalam arti kiasan meliputi antara lain perbandingan beberapa sifat; sifat kepahlawanan banteng dengan sifat kelincahan harimau. Memang bahasa kiasan ini dapat memberi gambaran mental kepada pembacanya dengan jelas dan menarik. Dengan pilihan kiasan yang tepat, apa yang dimaksud oleh penulis dapat diterima oleh pembaca sebagai pandangan yang segar dan tajam. Akan tetapi tentu saja selalu ada bahaya bahwa pembacanya, terutama murid-murid yang belum cukup matang dalam pemikiran yang membaca penjelasan seperti itu. Mungkin tidak menyadari bahwa bahasa yang dihadapi adalah semata-mata bahasa kiasan. Oleh karena itu ada baiknya agar para penulis akan berhati-hati dalam menulis sejarah. Kesusastraan dan lain-lain bahan penuturan pembaca-pembaca yang masih muda itu. Dari pada terus berkata : “rini memang sangat cantik dan halus bila dibandingkan dengan gadis-gadis yang ada di kampung itu, sehingga timbullah kesan yang seolah-olah dia merupakan sekuntum bunga mawar yang indah dan harum ditengah-tengah gadis lain di kampung itu.
Kita dapat juga berkata bahwa “pedagang-pedagang sekarang mencekik leher”, baiklah lebih dahulu dikatakan “sekarang ini pedagang-pedagang menaikkan harga sedemikian mahal sehingga hampir-hampir tidak terbeli”, barulah diteruskan dengan “ bagi pegawai yang tidak besar gajinya, hal itu dirasa sangat mencekik leher mereka, sangat menyusahkan”. Jadi bila kita menulis bahan-bahan pendidikan, baik yang bersifat cerita maupun yang bukan, penting untuk bertanya pada diri sendiri sebagai berikut: apakah arti kiasan dan perumpamaan yang saya pakai akan benar-benar dimengerti oleh pembacanya? Apakah tak ada kemungkinan arti kiasan itu akan ditafsirkan sebagai arti sesungguhnya? Perlukah kiranya saya beri penjelasan atau tambahan untuk memudahkan pembaca mengertinya, ataukah apakah sebaiknya bahasa kiasan itu tidak saya pakai saja disini?








BAGIAN DUA
METODA-METODA INTERAKSI EDUKATIF

Metoda adalah cara, yang di dalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai suatu tujuan. Makin baik metode itu, makin efektif pula pencapaian tujuan. Untuk menetapkan terlebih dahulu apakah sebuah metode dapat disebut baik, diperlukan patokan yang bersumber dari beberapa faktor. Faktor utama yang menentukan adalah tujuan yang akan dicapai.

khusus mengenai metode mengajar di dalam kelas ataupun di dalam penataran-penataran, selain dari faktor tujuan, juga faktor murid. Faktor situasi jugadan fakto r guru ikut menentukan efektif tidaknya sebuah metoda. Dengan dimiliki pengertian secara umum mengenai sifat berbagai metoda, baik mengenai kebaikan-kebaiknnya maupun mengenai kelemahan-kelemahannya, seorang guru akan lebih mudah menetapkan metode manakah yang paling serasi untuk situasi dan kondisi pengajaran yang khusus.








DAFTAR PUSTAKA

Achdiat, Maman, dkk.1980.Teori Belajar Mengajar dan Aplikasinya dalam Program Belajar-Mengajar.Jakarta: P3G-Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Anderson, Lorin W.1989.The Effective Teacher.Study Guide and Reading.New York:Mcgraw-Hill Book Company.
Baker, Robert I, Schutz, Richard E.1971.Instrucsional Product Development.New York: Van Hostrand Reinhold.
Canter, L, dan M.Center.1992.Assertive Discipline.California: Lee Canter and Associates.
Chagey, William T.1981.Motivating Classroom Discipline.New York: Macmillan.
Cohen, L.Manion.1991.A.Guide A Teaching Practice.London: Routledge
Cood, Thomas L. Brophy, Jere E.1978.Looking in Classroom.New York: Harper & Row.
Cooper, James,M, dkk.1977.Classroom Teaching Skills.Lexington, Mass. D.C. Heat & Coy.
Depdikbud,1983.Pengelolaan kelas.Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.
Dirjen PUOD dan Dirjen Dikdasmen 1996.Pengelolaan Kelas.Seri Peningkatan Mutu 2.Jakarta: Depdagri dan Depdikbud.
Dirjen PUOD dan Dirjen Dikdasmen 1996.Pengelolaan Kelas.Seri Peningkatan Mutu 3.Jakarta: Depdagri dan Depdikbud.
Edwars, C.H.1993.Classroom Discipline and Management.New York: Macmillan Publishing Company.
Eggen, Paul D.& Don Kauchak.1994.Education Psychology: Classroom Connections. New York: Mcmillan College Publishing Company,Inc.
Jasin Muhammad.1980.Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) Sebagai suatu strategi dasar pengelolaan proses Belajar-Mengajar.FIP IKIP Manado.
Johnson, Lois V.& Mary A. Bany.1970.Classroom Management.London: The Mcmillan Company Collier MacMillan Limited.
Jones, F.H.1987.Positive Classroom Discipline.New York: McGraw-Hill Book Company.
Kindsvater, Richard.1998.Dynamic of Effective Teaching.New York: Longman.
Lindgren, H. Clay.1972.Rducational Psychology in The Classroom.New York: John Wiley & Sons.
McNeil, John D, & Jon Wiles.1990.The Essentials of Teaching.New York: Macmillan Publishing Company.
M.Entang dan T.Raka Joni.1993.Pengelolaan kelas. Jakarta: Proyek Pengembangan Pendidikan Tenaga Kependidikan Depdikbud Dirjen Pendidikan Tinggi.
Nawawi, Hadari, H.1992.Organisasi Sekolah dan Pengelolaan Kelas.Jakarta: PT Gunung Agung.
Ornstein, Allan C.1990.Strategies for Effective Teaching.New York: Harper and Row Publisher Inc.
Raka Joni.T.1980.Cara Belajar Siswa Aktif: Implikasinya Terhadap Sistem Pengajaran.Jakarta: P3G-Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Raka Joni.T.1980.Pengelolaan Kelas.Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Raka Joni.T.1980.Strategi Belajar Mengajar Suatu Tinjauan Pengantar.Jakarta: P3G-Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Schumuk, R dan P.A.Schumuk.1979.Group Processes in The Classroom.Lowa: William C. Brown Company.
Suharsimi Arikunto.1993.Manajemen Pengajaran Secara Manusiawi.Jakarta: PT Rineka Cipta.
Tanner, L.N.1978.Classroom Discipline for Effective Teaching and Learning. New York: Holt, Rinehart.and Winston.
Turney, Clifford, dkk.1981.Anatomy Of Teaching.Sidney: Ivan Novak.
Utomo, Tjipto dan Kees Ruijter.1989.Peningkatan dan Pengembangan Pendidikan.Jakarta:PT Gramedia.
Weber, Wilford A.1986.Classroom Management.Massachusetts: De Heat and Company.
Weber, Wilford A.1993.Effective Classroom Management.Houston: Departement of Curriculum and Instruction College of Education,University of Houston.












LAMPIRAN:

SOAL-SOAL MID

A. PERNYATAAN BENAR ATAU SALAH
1. Kegiatan yang dilakukan guru di dalam kelas yakni, kegiatan mengajar dan kegiatan manajemen kelas.
2. Manajemen kelas menurut konsepsi lama merupakan proses seleksi yang menggunakan alat yang tepat terhadap masalah dan situasi manajemen kelas.
3. Manajemen kelas berasal dari kata “management” yaitu pengelolaan yang berarti proses penggunaan sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran.
4. Pendekatan intimidasi berguna dalam situasi tertentu dengan menggunakan teguran ramah.
5. Pendekatan instruksional bertujuan untuk mencegah dan memecahkan masalah manajerial kelas.
6. Dimensi pencegahan (preventif), merupakan tindakan guru dalam mengatur peserta didik dan peralatan serta format pembelajaran yang tidak sehingga tidak menumbuhkan kondisi yang menguntungkan bagi berlangsungnya proses pembelajaran yang efektif dan efisien.
7. Rancangan prosedur manajemen kelas adalah serangkaian kegiatan tentang langkah-langkah pengelolaan kelas yang disusun secara sistematis berdasarkan pemikiran yang rasional, untuk proses belajar mengajar.
8. Lingkungan fisik yang menguntungkan dan memenuhi syarat tidak mendukung meningkatnya intensitas pembelajaran siswa dan tidak mempunyai pengaruh positif terhadap pencapaian tujuan pengajaran.
9. Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar terdiri atas dua, yaitu faktor intern dan faktor ekstern.
10. Kelelahan jasmani ataupun rohani tidak mempengaruhi keberhasilan dalam belajar.

B. PILIHAN GANDA
1. Di bawah ini adalah gambaran proses pengajaran, kecuali….
a. Mengidentifikasi tujuan pengajaran
b. Mendiagnose keberhasilan peserta didik
c. Mengevaluasi keberhasilan siswa
d. Menganalisis kondisi yang ada
2. Salah satu kegiatan pokok seorang guru di dalam kelas adalah….
a. Memberikan nasehat c. Mengajar
b. Menegur siswa d. Memberikan hukuman
3. Yang tidak termasuk tujuan manajemen kelas adalah….
a. Menghilangkan berbagai hambatan yang dapat menghalangi terwujudnya interaksi pembelajaran
b. Memelihara agar tugas-tugas dapat berjalan lancar
c. Membina dan membimbing peserta didik sesuai dengan latar belakang sosial, ekonomi, budaya, serta sifat-sifat individunya
d. Mewujudkan situasi dan kondisi kelas, baik lingkungan belajar maupun kelompok belajar yang memungkinkan peserta didik untuk mengembnagkan kemampuan semaksimal mungkin
4. Di bawah ini adalah strategi pendekatan otoriter, kecuali….
a. Menggunakan teguran keras
b. Menggunakan pemisahan dan pengucilan
c. Menggunakan pengendalian dengan mendekati
d. Menciptakan dan menegakkan peraturan
5. Berikut ini yang tidak termasuk bentuk-bentuk intimidasi dalam pendekatan intimidasi adalah….
a. Hukuman yang tidak kasar c. Hinaan
b. Ejekan d. Ancaman
6. Pendekatan yang mendasarkan kepada pendirian bahwa pengajaran yang dirancang dan dilaksanakan dengan cermat akan mencegah timbulnya sebagian besar masalah manajemen kelas, merupakan pengertian dari pendekatan….
a. Pendekatan Otoriter c. Pendekatan Permisif
b. Pendekatan Instruksional d. Pendekatan Buku Masak
7. Salah satu langkah-langkah prosedur dimensi penyembuhan adalah….
a. Meningkatkan kesadaran diri sebagai guru
b. Meningkatkan kesadaran diri peserta didik
c. Mengidentifikasi masalah
d. Mengenal dan alternatif pengelolaan
8. Salah satu langkah-langkah prosedur dimensi pencegahan adalah….
a. Mengidentifikasi masalah c. Mendapatkan balikan
b. Menganalisi masalah d. Peningkatan kesadaran peserta didik
9. Yang tidak termasuk kemungkinan pengaturan tempat duduk adalah….
a. Pola berderet atau berbaris berjajar c. Pola lingkaran atau persegi
b. Pola formasi tapal kuda d. Pola segitiga
10. Berikut ini yang termasuk kegiatan rutin kelas atau sekolah adalah….
a. Pergantian pelajaran
b. Guru berhalangan hadir
c. Menanyakan kesehatan dan kehadiran siswa
d. Masalah antar kelas
11. Syarat ukuran ruang kelas adalah….
a. 8 x 8 m c. 8 x 9 m
b. 8 x 7 m d.9 x 9 m
12. Pola yang menempatkan posisi guru berada di tengah-tengah para siswanya adalah….
a. Pola formasi tapal kuda c. Pola susunan berkelompok
b. Pola lingkaran persegi d. Pola berderet atau berbasis sejajar
13. Faktor ekstern yang mempengaruhi belajar adalah….
a. Faktor keluarga c. Faktor psikologis
b. Faktor jasmaniah d. Faktor kelelahan
14. Tindakan terhadap tingkah laku yang menyimpang yang sudah terlanjur terjadi agar penyimpangan tidak berlarut-larut adalah pengertian dari….
a. Dimensi pencegahan (preventif) c. Dimensi tindakan
b. Dimensi penyembuhan (kuratif) d. Dimensi penyelesaian
15. Langkah-langkah untuk menemukan dan mengenal alternatif pengelolaan berikut ini, kecuali….
a. Melakukan identifikasi berbagai penyimpangan tingkah laku peserta didik
b. Mengenal berbagai pendekatan dalam manajemen kelas
c. Melaksanakan salah satu pendekatan dalam manajemen kelas
d. Mempelajari pengalaman guru yang gagal atau yang berhasil
16. Salah satu cara untuk meningkatkan kesadaran peserta didik adalah….
a. Tidak memperhatikan kebutuhan, keinginan, dan dorongan para peserta didik
b. Tidak membiasakan memberi hukuman pada peserta didik
c. Tidak membiasakan memberi ancaman pada peserta didik
d. Memberitahukan hak dan kewajiban sebagai peserta didik
17. Ciri-ciri manajemen kelas menurut Schmuck dan Weber adalah….
a. Cara berperasaan c. Cara berfikir
b. Cara berperilaku d. Kepemimpinan
18. Alasan kelompok menjadi satu adalah….
a. Tidak ada minat terhadap pekerjaan
b. Tidak ada sikap menghargai
c. Para anggota saling menyukai satu dengan yang lainnya
d. Tidak ada sikap menghormati
19. Syarat-syarat kelas yang baik adalah….
a. Mempunyai cahaya yang banyak
b. Rapi, bersih, sehat, dan tidak lembab
c. Sirkulasi udaranya sedikit
d. Jumlah siswa lebih dari 40 orang
20. Berikut ini yang tidak termasuk sifat-sifat perencanaan adalah….
a. Rencana harus baik c. Rencana harus realitas
b. Rencana harus jelas d. Rencana harus terpadu












C. MENJODOHKAN (MENCOCOKAN)
Pasangkan setiap pernyataan di samping kiri dengan kata di samping kanan, sehingga membentuk hubungan yang bermakna.
































D. ESSAY
1. Jelaskan perbedaan antara mengajar dan manajemen kelas!
2. Apakah yang dimaksud dengan manajemen kelas menurut konsepsi lama dan konsepsi modern?
3. Jelaskan tujuan manajemen kelas!
4. Apakah yang dimaksud dengan pendekatan instruksional dan pendekatan permisif?
5. Sebutkan dan jelaskan strategi yang diterapkan dalam manajemen kelas berdasarkan pendektan otoriter!
6. Sebutkan tahap pendekatan analitik pluralistik!
7. Jelaskan perbedaan dimensi preventif dan dimensi kuratif!
8. Apakah yang dimaksud dengan rancangan prosedur manajemen kelas?
9. Sebutkan bentuk-bentuk pengaturan tempat duduk!
10. Sebutkan strategi-strategi yang ditawarkan dalam manajemen kelas!


















JAWABAN
A. PERNYATAAN BENAR SALAH
1. Pernyataan Benar
2. Pernyataan Salah
3. Pernyataan Benar
4. Pernyataan Salah
5. Pernyataan Benar
6. Pernyataan Salah
7. Pernyataan Benar
8. Pernyataan Salah
9. Pernyataan Benar
10. Pernyataan Salah

B. PILIHAN GANDA
1. D.Menganalisis kondisi yang ada
2. C. Mengajar
3. B. Memelihara agar tugas-tugas dapat berjalan lancar
4. A. Menggunakan teguran keras
5. A. Hukuman yang tidak kasar
6. B. Pendekatan instruksional
7. C. Mengidentifikasi masalah
8. D. Peningkatan kesadaran peserta didik
9. D. Pola segitiga
10. C. Menanyakan kesehatan dan kehadiran siswa
11. B. 8 x 7 m
12. A. Pola formasi tapal kuda
13. A. Faktor keluarga
14. B. Dimensi penyembuhan (kuratif)
15. C. Melaksanakan salah satu pendekatan dalam manajemen kelas
16. D. Memberitahukan hak dan kewajiban sebagai peserta didik
17. D. Kepemimpinan
18. C. Para anggota saling menyukai satu dengan yang lainnya
19. B. Rapi, bersih, sehat, dan tidak lembab
20. A. Rencana harus baik

C. MENJODOHKAN (MENCOCOKKAN)
1. Berpasangan dengan  B
2. Berpasangan dengan  A
3. Berpasangan dengan  D
4. Berpasangan dengan  C
5. Berpasangan dengan  F
6. Berpasangan dengan  E
7. Berpasangan dengan  H
8. Berpasangan dengan  G
9. Berpasangan dengan  J
10. Berpasangan dengan  I

D. ESSAY
1. Masalah pengajaran harus ditanggulangi dengan tindakan pembelajaran sedangkan manajemen kelas harus ditanggulangi dengan tindakan yang korektif.
2. Manajemen kelas menurut konsepsi lama merupakan upaya mempertahankan ketertiban kelas.
Manajemen kelas menurut konsepsi modern yaitu proses seleksi yang menggunakan alat yang tepat terhadap masalah dan situasi manajemen kelas.
3. Tujuan manajemen kelas, yaitu:
a. Mewujudkan situasi dan kondisi kelas, baik lingkungan belajar maupun kelompok belajar yang memungkinkan peserta didik untuk mengembangkan kemampuan semaksimal mungkin,
b. Menghilangkan berbagai hambatan ynag dapat menghalangi terwujudnya interaksi pembelajaran,
c. Menyediakan dan mengatur fasilitas serta peralatan belajar yang mendukung dan memungkinkan siswa belajar sesuai dengan lingkungan sosial, emosional, dan intelektual peserta didik dalam kelas,
d. Membina dan membimbing peserta didik sesuai dengan latar belakang sosial, ekonomi, budaya, serta sifat-sifat individunya.
4. Pendekatan instruksional adalah pendekatan yang mendasarkan kepada pendirian bahwa pengajaran yang dirancang dan dilaksanakan dengan cermat akan mencegah timbulnya sebahagian besar masalah manajemen kelas.
Pendekatan permisif adalah pendekatan yang menekankan perlunya memaksimalkan kebebasan siswa.
5. Strategi yang dapat diterapkan dalam memanajemeni kelas, yaitu:
a. Menciptakan dan menegakkan peraturan adalah proses mendefinisikan dengan jelas dan spesifik harapam guru mengenai perilaku peserta didik
b. Memberikan perintah, pengarahan, dan pesan adalah strategi guru dalam mengendalikan perilaku peserta didik agar peserta didik melakukan sesuatu yang diinginkan guru
c. Menngunakan teguran ramah adalah strategi memanajemeni kelas yang digunakan guru memarahi peserta didik yang berperilaku tidak sesuai, yang melanggar peraturan dengan cara lemah lembut
d. Menggunakan pengendalian dengan mendekati adalah tindakan guru bergerak mendekati peserta didik yang dilihatnya berperilaku menyimpang. Strategi ini dimaksudkan untuk mencegah berkembangnya situasi yang mengacaukan
e. Menggunakan pemisahan dan pengucilan adalah strategi guru dalam merespon perilaku menyimpang peserta didik yang tingkat penyimpangannya cukup berat.
6. Tahap pendekatan analitik pluralistik, yaitu:
a. Menentukan kondisi kelas yang jelas
b. Menganalisis kondisi kelas yang nyata
c. Memilih dan menggunakan strategi pengelolaan
d. Menilai efektivitas pengelolaan
7. Dimensi pencegahan (preventif), merupakan tindakan guru dalam mengatur peserta didik dan peralatan serta format pembelajaran yang tetap sehingga menumbuhkan kondisi yang menuntungkan bagi berlangsungnya proses pembelajaran yang efektif dan efisien, sedangkan
Dimensi penyembuhan (kuratif), merupakan tindakan terhadap tingkah laku yang menyimpang yang sudah terlanjur terjadi agar penyimpangan tidak berlarut-larut.
8. Rancangan prosedur manajemen kelas adalah Serangkaian kegiatan tentang langkah-langkah pengelolaan kelas yang disusun secar sistematis berdasarkan pemikiran yang rasional, untuk proses belajar mengajar.
9. Beberapa bentuk pengaturan tempat duduk, yaitu:
a. Pola berderet atau berbaris-berjajar
b. Pola susunan berkelompok
c. Pola formasi tapal kuda
d. Pola lingkaran atau persegi
10. Strategi dalam manajemen kelas, yaitu:
a. Mempergunakan model
b. Mempergunakan pembentukan
c. Mempergunakan sistem hadiah
d. Mempergunakan kontrak perilaku
e. Mempergunakan jatah kelompok
f. Penguatan alternatif yang tidak serasi
g. Mempergunakan penyuluhan perilaku
h. Mempergunakan pemantauan sendiri
i. Mempergunakan isyarat

















SOAL-SOAL FINAL

A. PERNYATAAN BENAR ATAU SALAH
1. Kata disiplin berasal dari bahasa latin “Disciplina” yang menunjuk pada belajar mengajar.
2. Disiplin kelas merupakan hal esensial terhadap terciptanya perilaku menyimpang dan pelanggaran di kelas.
3. Dengan disiplin, siswa dapat memahami dan menyesuaikan diri dengan tuntan lingkungan.
4. Tujuan pengaturan perilaku adalah menambah kesalahan pelaksanaan pengembangan kecakapan peserta didik.
5. Sikap guru yang demokratis merupakan kondisi bagi terbinanya kebiasaan berlaku tertib.
6. Penilaian hasil usaha guru itu perlu mengingat kenyataan bahwa hasil setiap peristiwa belajar itu adalah tidak menyeluruh, tidak bersegi banyak dan tidak kompleks.
7. Dalam pendidikan, khususnya dibidang pengajaran, selalu terdapat soal-soal terhadap mana timbul perbedaan-perbedaan pendapat yang bertentangan.
8. Dalam usaha perbaikan mutu pengajaran kita di Indonesia sudah jelas bahwa sistem yang “permissive” dapat dipertahankan.
9. Alat interaksi dapat diklarifikasikan dalam 3 golongan, yaitu pengalaman riil, pengalaman buatan, dan pengalaman verbal.
10. Arti kiasan dalam bahasa tidak dapat menghidupkan pengertian, tetapi dapat membingungkan.



B. PILIHAN GANDA
1. Keadaan tertib dalam suatu kelas yang didalamnya tergabung guru dan siswa taat kepada tata tertib yang telah ditetapkan disebut....
a. Disiplin kelas c. Peraturan
b. Disiplin sekolah d. Ketertiban
2. Disiplin pada hakikatnya adalah pernyataan sikap mental dari individu maupun masyarakat yang mencerminkan rasa ketaatan dan….
a. Kedisiplinan c. Kesopanan
b. Kepatuhan d. Keteraturan
3. Di bawah ini adalah nilai-nilai untuk memenuhi tuntutan nilai tertentu, kecuali….
a. Nilai-nilai keagamaan atau nilai-nilai kepercayaan
b. Nilai-nilai tradisional
c. Nilai-nilai objektif
d. Nilai-nilai kekuasaan
4. Yang tidak termasuk hak-hak siswa yang penting dan perlu di jamin adalah….
a. Hak berekspresi secara pribadi
b. Hak keleluasaan pribadi
c. Hak menyelesaikan studi secara cepat
d. Hak kebebasan berbicara
5. Masalah-masalah yang ditimbulkan guru yang dapat menimbulkan disiplin kelas terganggu adalah….
a. Kata-kata atau sindiran tajam yang menimbulkan rasa malu peserta didik
b. Anak yang berkeinginan berbuat segalanya dikuasai secara “sempurna”
c. Anak yang suka “membadut” untuk berbuat aneh yang semata-mata untuk menarik perhatian di kelas
d. Anak yang memiliki rasa pesimis atau putus asa terhadap semua keadaan
6. Berikut ini adalah tahapan-tahapan dalam memelihara disiplin, kecuali….
a. Pencegahan c. Pemeliharaan
b. Hukuman d. Campurtangan (Intervensi)
7. Di bawah ini adalah cara penanggulangan gangguan disiplin, kecuali….
a. Gangguan percakapan c. Pengenalan siswa
b. Gangguan menyontek d. Gangguan pengaduan
8. Untuk melihat bagaimana persepsi para siswa dalam rangka hubungan sosio-psiokologis dengan teman-temannya, merupakan tujuan dari….
a. Interest-inventory c. Pengenalan siswa
b. Feedback letter d. Sosiogram
9. Yang termasuk langkah-langkah pencegahan disiplin adalah….
a. Peduli c. Menggunakan kekerasan
b. Pemberian hukuman keras d. Tidak peduli dengan siswa
10. Berikut ini yang tidak termasuk situasi pelanggaran peserta didik adalah….
a. Siswa melanggar sejumlah peraturan sekolah yang telah disepakati bersama
b. Siswa taat pada peraturan yang telah dicantumkan
c. Seorang siswa menolak sama sekali aturan khusus yang telah tercantum dalam tata tertib sekolah
d. Siswa tidak mau menerima atau menolak konsekuensi seperti yang telah tercantum dalam peraturan sekolah sebagai akibat dari perbuatannya
11. Menghayati sesuatu actual penghayatan mana akan menimbulkan respons-respons tertentu dari pihak murid disebut….
a. Pengalaman c. Mengalami
b. Pengetahuan d. Menghadapi
12. Yang tidak termasuk bidang belajar yang menimbulkan persoalan para mahasiswa adalah….
a. Bagaimana mengikuti kuliah c. Bagaimana balajar sendiri
b. Bagaimana menelaah buku d. Bagaimana belajar kelompok
13. Kesulitan-kesulitan yang ada pada umunya dihadapi oleh peserta didik adalah….
a. Tidak cukupnya pengetahuan mereka mengenai cara-cara belajar
b. Bersikap apatis atau tidak mau peduli
c. Tidak ada keinginan untuk belajar
d. Malu-malu dalam menerima pelajaran
14. Gangguan-gangguan visual (penglihatan) dari sekolah-sekoalh diperkirakan sekitar….
a. 35% c. 50%
b. 25% d. 65%
15. Gangguan-gangguan auditif (pendengaran) mencapai persentasi setinggi….
a. 18% c. 20%
b. 19% d. 21%
16. Berikut ini adalah alat interaksi, kecuali….
a. Pengalaman riil c. Pengalaman verbal
b. Pengalaman buatan d. Pengalaman non verbal
17. Sangat teliti dan mendalam yang tidak akan dapat dicapai dengan hanya menamai pengalaman buatan maupun dengan pengalaman verbal disebut….
a. Pengalaman riil c. Pengalaman verbal
b. Pengalaman buatan d. Pengalaman non verbal
18. Dimana bahasa adalah alat utama, baik lisan maupun tetulis disebut….
a. Pengalaman riil c. Pengalaman buatan
b. Pengalaman verbal d. Pengalaman non verbal
19. Segenap media yang sengaja diciptakan untuk mendekatkan pengertian pada pengalaman riil, disebut….
a. Pengalaman verbal c. Pengalaman buatan
b. Pengalaman non verbal d. Pengalaman riil
20. Yang tidak termasuk sifat perkataan adalah….
a. Pengertian tidak terletak dalam perkataan
b. Kata-kata untuk melukiskan pengertian yang telah ada, dapat dikombinasikan untuk melukiskan pengertian baru
c. Perkataan adalah alat penolong yang sangat berguna untuk mengabstrasikan sesuatu aspek pengalaman
d. Arti kiasan dalam bahasa tidak dapat menghidupkan pengertian


























C. MENJODOHKAN (MENCOCOKAN)
Pasangkan setiap pernyataan di samping kiri dengan kata di samping kanan, sehingga membentuk hubungan yang bermakna.





























D. ESSAY
1. Jelaskan yang dimaksud dengan disiplin kelas!
2. Sikap disiplin yang dilakukan oleh seseorang sebenarnya adalah suatu tindakan untuk memenuhi tuntutan nilai tertentu. Sebutkanlah nilai-nilai tersebut!
3. Jelaskan hak siswa yang penting dan yang perlu dijamin!
4. Sebutkan tahapan-tahapan dalam memelihara disiplin!
5. Sebutkan cara penanggulangan gangguan disiplin!
6. Sebutkan bidang-bidang belajar yang menimbulkan persoalan para mahasiswa!
7. Jelaskan yang dimaksuk dengan tugas mengajar!
8. Alat interaksi dapat diklafikasikan dalam 3 golongan. Sebutkan dan jelaskan ketiga golongan tersebut!
9. Sebutkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengalaman edukatif!
10. Mengapa sifat perkataan yakni “pengertian tidak terletak dalam perkataan”, penting diketahui oleh guru-guru dan penulis buku-buku pendidikan?













JAWABAN
A. PERNYATAAN BENAR SALAH
1. Pernyataan Benar
2. Pernyataan Salah
3. Pernyataan Benar
4. Pernyataan Salah
5. Pernyataan Benar
6. Pernyataan Salah
7. Pernyataan Benar
8. Pernyataan Salah
9. Pernyataan Benar
10. Pernyataan Salah

B. PILIHAN GANDA
1. A. Disiplin kelas
2. B. Kepatuhan
3. C. Nilai-nilai objektif
4. D. Hak kebebasan berbicara
5. A. Kata-kata atau sindiran tajam yang menimbulkan rasa malu peserta didik
6. B. Hukuman
7. C. Pengenalan siswa
8. D. Sosiogram
9. A. Peduli
10. B. Siswa taat pada peraturan yang telah dicantumkan
11. C. Mengalami
12. D. Bagaimana belajar kelompok
13. A. Tidak cukupnya pengetahuan mereka mengenai cara-cara belajar
14. B. 25%
15. C. 20%
16. D. Pengalaman non verbal
17. A. Pengalaman riil
18. B. Pengalaman verbal
19. C. Pengalaman buatan
20. D. Arti kiasan dalam bahasa tidak dapat menghidupkan pengertian

C. MENJODOHKAN (MENCOCOKKAN)
1. Berpasangan dengan  F
2. Berpasangan dengan  G
3. Berpasangan dengan  H
4. Berpasangan dengan  I
5. Berpasangan dengan  J
6. Berpasangan dengan  A
7. Berpasangan dengan  B
8. Berpasangan dengan  C
9. Berpasangan dengan  D
10. Berpasangan dengan  E

D. ESSAY
1. Disiplin kelas adalah keadaan tertib dalam suatu kelas yang didalamnya tergabung guru dan siswa taat kepada tata tertib yang telah ditetapkan.
2. Sikap disiplin yang dilakukan oleh seorang guru adalah suatu tindakan untuk memenuhi tuntutan nilai:
a. Nilai-nilai keagamaan atau nilai-nilai kepercayaan
b. Nilai-nilai tradisional
c. Nilai-nilai kekuasaan
d. Nilai-nilai subjektif
e. Nilai-nilai rasional
3. Hak siswa yang penting dan yang perlu dijamin adalah:
a. Hak menyelesaikan pendidikan sebaik-baiknya
b. Hak persamaan kedudukan atau kebebasan dari diskriminasi dalam kelompok
c. Hak berekspresi secara pribadi
d. Hak keleluasaan pribadi
e. Hak menyelesaikan (studi) secara cepat
4. Tahapan-tahapan memelihara disiplin seperti berikut ini:
a. Pencegahan
b. Pemeliharaan
c. Campurtangan (intervensi)
d. Pengaturan
5. Cara penanggulangan gangguan disiplin seperti berikut ini:
a. Gangguan percakapan
b. Gangguan melempar catatan
c. Gangguan kebebasan yang berlebihan diantara siswa
d. Gangguan permusuhan diantara peserta didik atau kelompok
e. Gangguan menyontek
f. Gangguan pengaduan
g. Gangguan tabiat marah
h. Gangguan penolakan permohonan guru
i. Gangguan perpindahan situasi
6. Bidang belajar yang menimbulkan persoalan para mahasiswa seperti berikut ini:
a. Bagaimana mengikuti kuliah
b. Bagaimana menelaah buku
c. Bagaimana membuat catatan
d. Bagaimana belajar sendiri
e. Bagaimana belajar dalan regu
f. Bagaimana memakai perpustakaan
g. Bagaimana mengarang ilmiah
h. Bagaimana menghadapi ujian
7. Tugas mengajar adalah membina rangkaian pengalaman yang dapat menjadi sumbu pengetahuan dan keterampilan pelajar.
8. Alat interaksi dapat diklasifikasikan dalam tiga golongan, seperti berikut ini:
a. Pengalaman riil, yakni segenap media di dalam dunia kehidupan sehari-hari
b. Pengalaman buatan, yakni segenap media yang sengaja diciptakan untuk mendekatkan pengertian pada pengalaman riil
c. Pengalaman verbal, yakni dimana bahasa adalah alat utama, baik lisan maupun tertulis.
9. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengalaman edukatif:
a. Pengalaman edukatif tertuju pada satu hasil yang akan dicapai oleh murid
b. Pengalaman edukatif bersifat kontinu dan bersifat interaktif antara individu dengan lingkungan pengalaman itu
c. Pengalaman edukatif membantu pendewasaan yang wajar pada pihak murid
10. Agar guru dan penulis bahan bacaan tidak akan berpendapat bahwa sesuatu perkataan yang jelas artinya bagi dia, akan dengan sendirinya jelas pula bagi pembaca. Bila penulis ini benar-benar bermaksud menciptakan komunikasi yang sebaiknya dengan golongan yang akan menjadi pembaca tulisannya, ia harus mengerti jenis-jenis pengalaman dan tingkat perbendaharaan kata-kata yang mereka miliki.

Comments

  1. terimah kasih telah berbagi tentang manajemen kelas . . .
    ber~kreai lah terus...
    aku salut dengan anda...

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

DINUL ISLAM DAN RUANG LINGKUPNYA