kau yang terakhir

Mataku mendelik seketika,saat aku melihat kedepan.Aku tak percaya pada apa yang tersuguh dihadapanku.Sesuatu yang sungguh tak ingin kulihat hari ini.Sesuatu yang membakar habis semangatku seperti kertas yang terbakar api.

Baru saja aku kerumah Juliet dan tak kudapati dia disana.Kupikir dia pasti kesini,karena Kafe ini adalah tempat aku selalu melihatnya setiap kali dia tak sedang dirumah,atau sekolah.Setiap sehabis beradu emosi dengan orangtuanya ia pasti kesini dan memsan segelas minuman untuk mendinginkan otaknya.

Sekarang aku disini dan benar saja dugaanku.Aku melihatnya duduk di kursi yang mejanya dipasangi nomor 9,meja yang selalu dia duduki.Seharusnya aku senang melihatnya,jika saja tak kudapati dia sedang tak sendiri.Seorang pria yang lumayan tampan duduk didepannya,menatapnya dengan penuh arti,persisi seperti tatapanku pada Juliet setiap kali aku tersadar betapa aku sedang jatuh cinta padanya.Tak cukup sampai disitu saja,karena tuiga detik kemudian pria itu berdiri dan perlahan bibirnya mendarat dikening Juliet yang tersipu sedari tadi.Bahkan aku juga kenal betul ekspresi itu.

"Oh Tuhan,kenapa aku harus menyaksikan adegan yang melukaiku ini,dan kenapoa aku harus diam saja?"Pekikku dalam hati tak terima.Apa yan g harus aku lakukan?Karena aku tak berhak mengobrak-abrik ruangan ini meski aku bisa saja melakukannya saking cemburuku.Aku juga tak berhak melabrak dan menghajar pria kurang ajar itu meski aku bisa saj membunuhnya saat ini juga saking kesalku.Aku bahkan tak berhak melangkah lebih dekat lagi,karena Juliet bukan pacarku.

Aku membalik badan untuk meninggalkan mereka dan tempat terkutuk ini.Sudah cukup aku menyaksikan adegan mencium-dicium barusan.Jangan sampai aku juga harus melihat kalau-kalu pria itu tiba-tiba menarik tangan Juliet dan membawanya berdansa diiringi lagu romantis.Apalagi kalu pria itu sampai mengumumkan bahwa dia akan menikahi Juliet.Bisa-bisa insting membunuhku muncul.Kupikir tak usah ada yang mati dimutilasi malam ini.Secepat kilat aku kujauhi Kafe itu.

"Tidur lebih baik daripada membunuh!"Cetusku diantara suara sepatu yang berhantaman dengan aspal keras.

Sehari telah berlalu saat aku berjalan sendiri dikoridor sekolah.Saat diujung koridor,mataku menyoroti Juliet sedang terduduk sendiri di taman sekolah.Kalau saja tak ada kejadian yang seperti semalam,aku pasti sudah berlari kearahnya seperti seekor kucing yang diiming-imingi tulang ikan.Maka kuubah arahku menuju kantin sekolah namun tak berhasil karena suara nya mendahului langkah pertamaku.

"Romeo!"Teriaknya lantang.Harus kuakui bahwa aku selalu bangga saat namaku disebut oleh bibir tipis itu.Aku bisa merasakan namaku lebih keren daripada nama Enstein.

Aku mendengarnya,namun aku tak mau berbalik.Aku belum menemukan kata pembuka untuk menyapanya.Entah aku harus marah padanya karena kejadian itu,atau aku hanya harus berpura-pura.Oh,kurasakan ini lebih sulit daripada membuat kata sambutan untuk Walikota.

"Kau kesambet?"Tanyan ya sambil tangannya menepuk bahuku sebelah.Aku terkaget bahwa dia telah berada didepanku,entah sejak kapan.

"Egh,......Tidak.......Maksudku......."Kata-kataku tersendat dikerongkongan,sedangkan otakku sibuk mencari kata.Juliet menepuk bahuku lagi dan itu membuatku spontan berkata "Aku melihatmu semalam!"Sesegera mungkin kubekap mulutku dengan tangan meskipun kutahu itu sia-sia saja.Aku baru saja mengucap sesuatu yang membuatnyatahu akan keberadaanku semalam di Kafe itu.

"Oh tidak!"Hatiku panik.Dia pasti berpikir kalau aku menguntitnya.dia pasti berpikir kalau aku cemburu,dan itu membuatnya sadar kalau aku mencintainya.Padahal itu semua.............

"Ya itu semua benar!"Ucapku tanpa sadar.Sontak aku mendelik kaget sendiri,sedangkan dia kaget melebihiku.Seakan aku baru saja menjawab pertanyaannya,dan ia terkejut.Tadi,samar-samar kudengar ia berkata sesuatu,tetapi aku terlalu sibuk melamun untuk memperhatikannya.

Ia terdiam sesaat dan kembali menatapku setelah mengibaskan rambut indahnya.

"Terima kasih atas semuanya!"Senyumnya mengembang,"Kau tahu,aku juga suka kamu.Hanya saja kau tak cukup berani untuk bilang padaku.Makanya orang lain mendahuluimu."Lanjutnya.

Aku sungguh tak mengerti maksud dia mengucapkan semua itu.Dua memang benar tentang keraguanku mengungkapkan cinta,tapi,kenapa dia bicara panjang lebar seperti ini?Apa dia baru saja tahu kalau aku cinta dia sedangkan ini adalah rahasia terbesarku yang hanya kutahu sendiri.

"Tapi tenang saja karena jika kau mau menungguku,kupastikan kau akan jadi yang terakhir.Cinta terakhirku."Katanya sambil menepuk bahuku lagi untuk ketiga kalinya.Dan....

"Ya,itu pasti!"Dan lagi-lagi kata itu keluar begitu saja dari bibirku.Bahkan aku belum sempat memikirkannya.Juliet hanya tertawa kecil melihatku mendadak gagap dan latah.Ia berlalu menyimpan harapan untukku.Dan aku harus menunggu demi menjadi yang terakhir meski tak tahu sampai seberapa lama.Aku tak tertarik untuk tahu itu.Aku pasti menunggu.

Comments

Popular posts from this blog

manajemen kelas

DINUL ISLAM DAN RUANG LINGKUPNYA